webnovel

You and My Destiny

:- KARYA PERTAMA -: Ketika Raka sakit hati karena penghianatan sang kekasih yang paling ia cintai, berselingkuh dengan musuh bebuyutan nya sendiri. Hingga saat dirinya hampir menyerah, Tuhan mempertemukan dirinya dengan Vania, seorang gadis lemah lembut yang membuktikan bahwa masih ada harapan di masa depan. Kedekatan antara Raka dan Vania terjalin seiring berjalannya waktu. Hingga Vania pun mulai memiliki perasaan pada Raka yang sekarang menjadi teman dekatnya. Saat Raka mulai membuka hati nya untuk Vania, sang mantan kekasih kembali dan meminta agar di beri kesempatan ke dua. Takdir bisa berubah jika kau merubah apa yang ada di pikiran mu. Bukan Tuhan yang jahat, tetapi pilihan mu lah yang salah. Story by : Risma Devana Art by : Pinterest

Risma_Devana · Teenager
Zu wenig Bewertungen
323 Chs

Jalan berdua?

Malam pun tiba, Rayvin terlihat sudah menunggu Vania di depan rumahnya. Sebenarnya Vania menjadi tidak bersemangat untuk menemani Rayvin jalan, karena dia ingin jalan bersama dengan Raka. Tapi apa boleh buat, ia harus menepati janji yang sudah dia buat lebih dulu dengan Rayvin. Mereka berdua pun pergi bersama.

Karena baru kenal, Rayvin hanya mengajak Vania untuk makan malam bersama di restoran favoritnya yang biasa ia kunjungi bersama dengan keluarganya di waktu senggang.

Rayvin yang senang karena Vania menerima ajakannya itu pun tak henti-hentinya tersenyum bahagia. Ya, sebenarnya Rayvin sudah menyukai Vania sejak pertama kali Rayvin melihatnya di depan toko buku tempo hari.

Dan ternyata waktu berjalan begitu cepatnya. Rayvin tau tentang kedekatannya dengan Raka. Itu sebabnya ia gerak cepat untuk mendekati Vania sebelum Raka berjalan lebih dekat lagi dengan Vania.

Saat makan malam bersama Rayvin, Vania justru tidak fokus pada cowok yang ada di depannya itu. Pikiran Vania mulai menerawang jauh dan terlintas nama Raka di pikirannya.

Vania pun mulai memikirkan tentang Raka. Ia berpikir jika Raka tidak ada perasaan pada Vania, mengapa ia sangat perduli padanya, bahkan ingin mengajaknya jalan jalan.

Di sisi lain, ia juga berpikir jika Raka memiliki perasaan pada Vania, mengapa Raka sama sekali tidak menunjukkan raut wajah kecewa saat Vania tidak bisa memenuhi tawaran Raka untuk jalan bersama dengan dirinya.

Gadis itu menghela nafas berat karena pikirannya sendiri. Entah kenapa Vania tidak berhenti memikirkan segala hal tentang Raka.

"Udahlah Vania, ngapain juga sih kamu mikirin Raka? Belum tentu juga dia mikirin kamu. Kamu harusnya sadar diri. Kamu temenan sama dia aja udah cukup. Kenapa harus berharap lebih?" Gerutu Vania dalam hatinya.

Vania terlihat tidak memperhatikan Rayvin yang jelas duduk didepannya. Gadis itu hanya melamun dengan tatapan kosong. Membuat Rayvin bingung harus bagaimana untuk memulai pembicaraan.

Lama memperhatikan Vania yang terus melamun dan hanya memandangi makanan di meja nya itu, Rayvin menghela nafas dan tersenyum tipis.

"Kamu sakit?" Tanya Rayvin tiba tiba.

Sesaat kemudian, Vania tersadar dari lamunannya. "Eh, enggak kok kak. Aku baik baik aja," Jawab Vania sambil tersenyum.

"Kok dari tadi aku lihatin kamu ngelamun terus sih? Ada yang lagi di pikirin?" Tanya Rayvin lagi yang penasaran pada Vania.

"Enggak ada juga kok, Kak. Maaf ya, kalau aku nggak merhatiin Kakak," lirih Vania merasa bersalah.

Rayvin menyunggingkan senyumnya sedikit.

"Iya, nggak apa-apa kok. Tapi jangan ngelamun terus. Nanti kerasukan loh," goda Rayvin yang berusaha mencairkan suasana.

"Kak Ray apaan sih. Jangan nakut nakutin gitu," decak Vania kesal.

"Enggak nakut nakutin. Aku cuma ngingetin doang sih," sahut Rayvin yang di iringi tawaan kecilnya.

Vania mendengus pelan, lalu ikut tersenyum. Ia cukup sadar diri kalau ia bersalah sudah mengabaikan Rayvin yang jelas-jelas sedang duduk di depannya itu.

Suasana pun tidak lagi hening karena Rayvin mencari cari topik pembicaraan yang seru. Keduanya saling becanda gurau menghabiskan sisa waktu makan malam dan Vania merasa Rayvin adalah sosok yang baik.

Tapi, ia tidak merasakan adanya perasaan yang sama seperti saat dirinya bersama dengan Raka. Ia merasa, bahwa jika ia bersama dengan Raka itu terasa sangat nyaman dan membuat Vania bahagia. Walaupun terkadang Raka tidak terlalu perduli dengan Vania.

***

Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu. Hari semakin larut dan Rayvin mengantarkan Vania pulang ke rumahnya dengan selamat.

Motor Rayvin berhenti tepat di depan halaman rumah Vania. Vania pun turun dengan hati-hati sambil berpegang pada pundak Rayvin.

"Terimakasih ya, Kak. Maaf aku ngerepotin Kak Ray," ucap Vania sambil memberikan kembali helm milik Rayvin.

Rayvin menerima helmnya dan tersenyum tulus pada Vania.

"Nggak apa-apa. Santai aja, kan aku yang ngajakin kamu," sahut Rayvin.

Vania mengangguk kecil.

"Ya udah, masuk sana. Istirahat," pinta Rayvin yang di tanggapi anggukkan kepala lagi oleh Vania.

"Aku pulang dulu," pamit Rayvin.

"Iya. Hati-hati, Kak. Sampai rumah langsung istirahat ya," sahut Vania ramah.

Rayvin mengangguk dan mengacak pelan rambut Vania dengan gemas.

"Iya, tenang aja. Masuk sana..."

"Okay. Aku masuk duluan ya, Kak. Bye..." Pamit Vania.

Rayvin hanya tersenyum dan terus menatap Vania yang berjalan masuk ke dalam rumah.

Setelah Vania masuk, Rayvin segera menyalakan motor nya berniat untuk pulang.

Hingga tiba-tiba ada seorang remaja laki-laki yang mengejutkan nya.

"Raka?" Pekik Rayvin kaget karena Raka yang tiba-tiba ada di belakangnya.

"Kenapa? Kaget?" Tanya Raka santai.

Rayvin mendengus pelan. "Ngapain lo ada di sini?" Sahut Rayvin datar.

"Vania lo ajak ke mana?" Intimidasi Raka pada kakak kelasnya itu.

"Apa urusannya sama lo? Kenapa lo mau tau urusan gue?" Ketus Rayvin yang terdengar tidak santai sama sekali.

Raka mengepalkan tangannya kuat. Ia mulai geram dengan jawaban dari Rayvin.

"Gue tanya baik-baik, kok lo nyolot?" Geram Raka sedikit kesal.

"Gue cuma nggak suka aja lo ikut campur urusan gue," sahut Rayvin yang mulai tak suka dengan tingkah Raka yang menyebalkan baginya.

"Gue bukan ikut campur urusan lo. Gue cuma mau tau lo ajak temen gue kemana,"

"Dan sayangnya gue nggak mau kasih tau lo. Paham?" Sahut Rayvin penuh penekanan.

Rayvin sudah tidak ingin menanggapi Raka lagi. Ia langsung menancapkan gas nya dan pergi dari halaman rumah Vania.

Sementara Raka masih berdiri di depan halaman rumah Vania dan menatap pintu masuk rumah gadis cantik yang saat ini menjadi sahabat nya itu.

Perasaannya berkecamuk antara kesal dan tak suka.

"Ngeselin banget sih," geram Raka dan berjalan meninggalkan halaman rumah Vania.

***