webnovel

020. Pantaskah Aku Menjadi Milikmu

"Wah, ternyata kamu sudah sadar Ella. Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa sudah cukup baik?" tanya seorang wanita paruh baya yang luarbiasa cantiknya. Ella tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan orang penting di negerinya. Wanita itu semakin mendekat dan membawakan makanan juga segelas air minum. "Kamu pasti kaget bisa ada disini, aku ibunya Xavier."

Pupil mata Ella membulat, seakan tidak percaya bahwa itu adalah ibunya Xavier, ratu Calista. "Ah, maafkan aku, kamu jadi sedikit canggung. Dia memang ibuku, Ella. Dan ya ... Kamu pasti mengenalnya," tambah Xavier memperjelaskannya kembali.

"Ah, maaf yang mulia ratu, aku tidak bermaksud lancang, aku tidak tahu bahwa Xavier adalah putra anda ...," jawab Ella mencoba beradaptasi di lingkungan barunya. Calista tersenyum dan meminta Xavier untuk menyuapi Ella makan. "Kamu akan kembali ke rumahm besok Ella, untuk malam ini kamu tidurlah dengan tenang disini, selamat malam."

"Selamat malam juga yang mulia ratu." Tinggallah Ella dan Xavier berdua di dalam kamar. Ella langsung menggeser sedikit jauh posisi duduknya dari Xavier. Dirinya merasa sangat tidak pantas untuk jatuh cinta kepada orang seperti Xavier, dia terlalu sempurna untuk dimiliki oleh gadis biasa seperti dirinya. "Kenapa kamu menjadi canggung begini? Tenanglah, aku tidak akan berbuat yang aneh-aneh. Kamu sedang di dalam kamarku sekarang. Ceritanya panjang untuk menjelaskan kenapa kamu bisa berada disini," kata Xavier tersenyum.

"A-aku hanya merasa tidak pantas bergaul dengan orang macam kamu. Jika aku tahu kamu ini seorang pangeran, setidaknya aku bisa menjaga sikapku lebih baik lagi. Maaf jika aku pernah bersikap lancang kepadamu. Dan terima kasih karena sudah membawaku kesini, mungkin jika kamu tidak membawaku kesini pasti juga aku sudah dipukuli lagi ...."

"Jangan merasa tidak enak hati begitu, aku melakukannya karena aku menyukaimu Ella. Aku suka sama kamu, aku tidak akan membiarkan kamu terluka Ella."

Blushhh

Pipi pucat itu perlahan memerah berkat ucapan manis Xavier. Ella menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Ia merasa sangat malu sekali, bagaimana bisa pula Xavier bisa menyukai dirinya ini. Rasanya tidak mungkin, dirinya adalah orang yang cengeng sekali. Mana mungkin Xavier tahan dengan sikap cengengnya ini. "Sudahlah, jangan malu-malu begitu. Bagaimana denganmu, apa kamu tidak menyukaiku?"

Deg deg deg

"Kamu sudah membuat jantungku ingin melompat keluar."

Xavier tertawa melihat tingkah menggemaskan itu. Ia merangkul tubuh mungil itu dan memeluknya dengan erat. "Aku ingin kamu menjadi milikku ...."

"T-tapi aku belum menjawab pertanyaanmu."

"Tidak usah menjawab, jawabanmu tadi sudah memberikan sinyal bahwa kamu juga menyukaiku."

"B-baiklah, aku mengakuinya, aku menyukaimu. Namun, pantaskah aku menjadi milikmu?"

***

Kondisi tubuh Ella jauh lebih baik, pagi-pagi sekali Xavier dan Calista mengantarkannya pulang kembali ke rumah. Banyak hal yang Ella takutkan, dalam perjalanan menuju rumah ia terus memikirkan berbagai pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan orang-orang sekaligus jawabannya. Xavier meraih tangannya, menggenggam dengan erat. "Jangan takut Ella, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan selalu berada disampingmu Ella ...."

Ella mengangguk percaya diri dan kereta mewah istana berhenti tepat di depan rumahnya. Pintu rumah pun terbuka, yang membukanya adalah Ferand sendiri. "Tolong perlakukan Ella dengan baik Ferand, jangan sampai di terluka lagi," kata Calista memperingatkannya.

"Baik yang mulia, terima kasih sudah mengantarkannya kembali ke rumah," ucap Ferand tersenyum.

"Sama-sama, saya permisi." Kereta mewah itu kembali bergerak semakin menjauhi rumah, Ella menatap kearah ayahnya. Yang awalnya ramah kembali menjadi dingin, Ferand menarik Ella masuk ke dalam rumah. "Kamu sudah melakukan kesalahan yang fatal Ella, kamu benar-benar mempermalukan ayah, ayah benar-benar kecewa." Ferand pergi meninggalkan Ella yang masih berdiri mematung dalam kesedihan.

Ayahnya sangat marah atas kejadian kemarin, Ella sendiri tidak menyangka bahwa kedua orang tua Xavier langsung datang kesini. Setelah mendengar cerita Xavier semalam, barulah dirinya paham. "Bagaimana caranya aku membujuk ayah, agar dia tidak marah lagi padaku," gumamnya.

***

Calista terus tersenyum memandang dari kaca jendela kereta, menatap hamparan salju putih. Sedangkan Xavier masih terdiam khawatir kepada Ella, ia tidak menjamin bahwa Ferand tiba-tiba berubah menjadi ramah tadi. "Ada yang tidak beres, nanti siang aku harus kembali lagi untuk mengawasinya," gumam Xavier.

"Xavier ...," panggil Calista lembut.

"Ada apa ibu?"

"Kapan kamu akan menikah dengan Ella, nak? Ibu sudah tidak tahan lagi ingin menimang cucu. Umur kamu sudah begitu matang, cepatlah menikah," desak Calista membuat Xavier muak setiap kali mendengarkannya.

"Ibu, aku akan menikahinya dalam waktu dengan ini, apa ibu puas sekarang?"

"Tentu saja puas, bagaimana rupa anak kalian berdua ya?"

"Ya mana aku tahu, ibu."

***

"Wah ternyata anak tidak beguna ini sudah pulang." May mendekati Ella yang tertidur pulas di atas tempat tidur. Dengan ringannya, ia menuangkan air di atas wajah Ella. Selain ingin menyingkirkan Ella, May juga iri dengan kecantikan yang dimiliki oleh Ella, terlihat alami. Ella membuka kedua matanya dan segera bangkit dari tempat tidur. "I-ibu?"

"Mau sampai kapan kamu berbaring hah? Memangnya berbaring seperti ini bisa menyelesaikan semua pekerjaanmu apa?"

Ella sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh May, padahal baru saja ia memejamkan mata, sudah diperlakukan seperti ini lagi. "Sudahlah ibu, mungkin dia sedang pura-pura tuli sekarang," ledek Alana yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah, ayah lebih menyayangiku sekarang. Dia membelikan aku baju baru bahkan perhiasan, lihatlah kamu tidak punya apapun." Alana berputar ke kiri ke kanan, memamerkan gaunnya yang indah. Bagi Ella itu adalah hal yang biasa saja, karena dirinya sendiri masih punya sosok Xavier yang akan selalu menghiburnya. "Hahaha, tidak ada gunanya kamu berbicara dengan dia nak, dia sedang pura-pura tuli sekarang," sahut May. Mereka berdua tertawa cukup keras dan datanglah Ferand. Ella pura-pura tertawa agar ayahnya bisa melihat dirinya sudah membaur dengan May dan Alana.

"Tolong sayang, buatkan aku segelas teh hangat," pinta Ferand pada May.

"Baiklah sayang, aku akan segera membuatkannya." May pun pergi membuat teh. Di dapur, May mengeluarkan sebuah botol kecil. Kali ini ia sudah percaya sepenuhnya bahwa rencananya akan berhasil total hari ini. Citra Ella di muka umum akan semakin buruk dan dirinya sendiri akan mendapatkan semua harta Ferand. Ia memasukkan semua isi botol itu ke dalam gelas dan mencampurkannya dengan teh. "Ella, kemarilah," panggil May.

Ella datang menghampiri May, "Ada apa ibu?"

"Tolong kamu bawakan teh ini untuk ayah."

"Baiklah ibu." Ella berjalan membawa segelas teh tersebut untuk Ferand. "Ini minumlah tehnya ayah." Tidak ada jawaban sedikitpun, Ella pergi dan Ferand menyeruputi dengan pelan teh hangat tersebut. Gelas yang dipegang Ferand terjatuh, membuat Ella berbalik badan. "Ayah!!"