ADIK LO BAR
*Ruang kerja Barra*
Karyawan yang sudah meminta maaf kepada Barra, Abrial beserta Dara pun sudah keluar.Termasuk Darra. Sisalah Abrial dan Barra. Tiba-tiba pikiran Abrial terbesit pikiran akun adik Barra yang mengejeknya.
"Eh Barr, adik lo kabarnya gimana?" tanya Abrial.
Barra terheran, "ngapain lo tanya-tanya adik gua?"
"Gua tersinggung." ucap Abrial kesal.
Barra pun yang melihat raut wajah sahabatnya murung, segera ia meminta Abrial menceritakan. Karena bagaimana bisa adiknya mengerti akun sosial Abrial, yang secara tak langsung adiknya tak mengenal dekat.
"Lo sama adik gua kenapa?" tanya Barra heran.
"Gua diejek keluarga 'si paling cemara' katanya." jawab Abrial.
"Lah lo dibilang keluarga cemara jengkel, dah lah sama-sama anak bungsu manjanyaaa!" sahut Barra tak peduli.
"Kalo kata gua lo balik kerja, tugas lo masih banyak. Sekarang lo keluar, ga ada urusan mengurusi anak bungsu yang manjanya minta ampun kayak lo dan Karenina ya!" tambah Barra.
Abrial yang disindir pun segera pergi, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Bahkan ia enggan melihat wajah Barra yang dengan sengaja tak membelanya sama sekali. Namun setelah Abrial pergi, tak lama Karenina menelepon Barra.
"Panjang umur nih anak." batin Barra.
"Ada apa Ren? Abang lagi sibuk."
"Ih abang, rere kan mau balik ke Indonesia. Abang kok gitu sih? Ga rindu ya?"
"Rindu sayang, nanti kalo abang sudah ada waktu luang kita bicara lagi. Bye." ujar Barra.
Itu lah Karenina Nadira Perlita, si bungsu yang sedang kuliah di USA, dan akan mengambil cuti minggu depan.
*Karenina*
Sedangkan Karenina yang memang sangat merindukan Barra, ia terlanjur kesal. Dan mulai mengadu kepada Elvan Aristides Rafisqy Fathaan selaku ayah Barra dan Karenina. Setelah puas menyepam sang ayah, Karenina membuang sembarang ponselnya.
5 menit kemudian Karenina mendapat sebuah panggilan masuk, yang tak lain dari teman kampusnya yang mengajaknya have fun dengan dunia malam. Perilaku Karenina ini tak satu pun keluarga yang tau.
*Dara*
Dara kembali menyemprotkan pembasmi serangga ke lantai 3. Yang otomatis memasuki ruangan Barra lagi. Tapi kali ini tidak ada obrolan apapun. Setelah selesai, Dara segera keluar dari ruangan Barra. Ia kembali ke ruang cleaning service, duduk termenung memikirkan uang makan yang dipotong.
"Gaji pertama sudah berkurang, yang entah berapa nominalnya. Apa cukup ya untuk biaya hidupku sebulan? Itu pun belum dipotong jatah bibi." batin Dara.
Disaat seperti ini lah ia mulai muncul perasaan khawatir yang berlebih kepada bibinya. Alhasil Darra menyempatkan waktunya untuk menelepon Pricilla di kampung.
'Berdering.'
Panggilan mulai menghitung menit, Dara mulai menyapa Pricilla. Ia bertanya kabar, hingga ia menceritakan pengalaman baiknya saja agar dirinya bisa mendengar suara tawa dari Pricilla.
"Halo bi," sapa Dara.
Suara Pricilla terdengar lemah, tetapi antusiasnya masih membara.
"Bagaimana keadaanmu Dara? Apakah kamu baik-baik saja?" jawab Pricilla.
Setelah sekian lama mengobrol, Dara pun memberi kabar jika gaji pertamanya akan ia kirimkan sebagian untuk Pricilla di kampung. Pricilla pun sungguh senang mendengarnya, tetapi sebenarnya fakta yang Dara tau bahwa Pricilla sudah jarang berjualan di pasar, karena kondisinya yang makin lemah.
Dara yang mengetahui hal itu pekan lalu pun berusaha tegar, ia akan pura-pura tidak tau tentang kondisi Pricilla yang kian buruk. Pasalnya Pricilla berpesan agar tidak membuat Dara stres. Namun, pak RT melanggarnya, bagaimana pun satu-satunya keluarga yang tersisa hanyalah Pricilla yang Dara punya.
Karena jam selesai kantor Dara dan Abrial kebetulan sedang bersama, Abrial tak sungkan mengajak Dara untuk pulang bersama. Dara pun menyetujui, tetapi ia minta kepada Abrial agar tidak membawanya masuk ke dalam rumah dengan mobil.
Dara meminta agar diturunkan saja di depan gerbang perumahan. Abrial awalnya tidak setuju, tetapi Dara tetap memaksanya agar tidak terjadi kesalahpahaman jika Ceysa melihat.
Dan benar, Dara memilih berjalan kaki untuk sampai ke rumah Abrial. Menempuh waktu 10 menit, hingga benar-benar sampai. Waktu yang bisa di bilang cukup lama pun Dara rasakan, Dara kini sudah berada di depan rumah. Ketika Dara ingin masuk melewati pintu depan.
Dara mendengar siulan dari arah kirinya. Ketika ia menoleh ternyata pembantu Abrial, yang menyuruhnya mendekat.
"Ada apa Bi?" tanya Dara.
"Dara, sementara lewat garasi dulu. Didalam sedang ada Abian anak sulung ibu Ceysa yang sedang berkunjung, takutnya menjadi salah paham karena kamu pendatang baru disini." jawab pembantu Abrial.
Dara pun mengerti, dirinya pun segera mengurung diri di kamar. Dan mengistirahatkan badannya yang sangat lelah.
Entah telah berjalan berapa jam berlalu, Dara tersadar dengan suara ketukan yang terus menerus terdengar nyaring ditelinganya. Dan terdengar suara bisikan lirih yang memanggil-manggil namanya.
Dara yang masih lemas, karena belum tersadar sepenuhnya pun memaksakan berjalan membuka pintu, alhasil ia jatuh dalam pelukan Abrial.
Pada saat ini lah, kesadaran Dara kembali utuh sepenuhnya. Bagaimana tidak, pasalnya pemandangan tepat dihadapan Dara adalah bibir Abrial. Sontak Dara membulatkan matanya, badannya kaku tak bisa mengeluarkan respon apapun. Sedangkan Abrial justru menutup pintu yang masih terbuka dengan bantuan dorongan kakinya.
Abrial masih diam, namun ia semakin mendekatkan wajahnya ke arah Dara. Dara yang takut setengah mati lebih dulu menutup matanya, namun ternyata Abrial justru membantu Dara dan dirinya bangun.
Dengan cara mendorong pelan Dara ke belakang menghantam tembok. Dara yang merasakan benturan dipunggungnya hanya bisa mengerang kesakitan, dan Abrial segera berdiri, merasa kejadian yang ia alami barusan membuat dirinya canggung.
"A-anu Ra, sorry gua sengaja. E-eh maksudnya lo mau gua kenalin ke abang gua. Kenalin kalo kita teman, ayo ikut gua." ucap Abrial gugup.
Dara yang mendapat sinyal kecanggungan yang sama pun hanya mengangguk, lalu ia membuntuti Abrial menuju ke ruang tamu.
*Ruang tamu*
Abrial yang telah sampai terlebih dulu, segera memposisikan dirinya duduk disebelah Abian. Ia membisikkan sesuatu, ketika Dara datang Abrial pun segera menyuruh Dara duduk dihadapan mereka berdua.
"Bang, ini perempuan yang ingin abrial cerita ke Abang." ujar Abrial.
Abian pun mengangguk, "jadi?"
"Iya Bang, beberapa hari lalu gua nabrak orang. Dan korbannya dia, namanya Dara. Dia anak rantau, dan hampir terjebak kerja haram." ungkap Abrial antusias bercerita.
"Haram?" tanya Abian heran.
"I-iya jadi sugar baby."
Seketika Abian segera menoleh, "tapi lo aman kan Dara?"
"Aman Bang." jawab Dara dengan senyuman.
Keadan mulai hening kembali, dan berubah ketika Abrial menjelaskan bahwa Dara tinggal di rumahnya untuk sementara waktu sampai benar-benar mendapat kost yang layak huni. Namun ketika Abrial dan Abian sedang membahas Dara, Dara sendiri sudah berganti bermain dengan Alvan.
Yang memang Alvan sudah berada di depan mereka bertiga. Tanpa sepengetahuan Dara, ia spontan menanyakan keberadaan ibu dari Alvan yang dimana sekaligus adalah istri Abian.
"Halo Alvan, kenalin aku Dara." tutur Dara.
Alvan pun tak menjawab, ia hanya tertawa.
"Yuk ikut kakak, kita temui mamah kamu." tambah Dara sembari menggendong Alvan.
Abrial dan Abian pun langsung terdiam, memandang satu sama lain. Lalu Abian memilih mengambil alih Alvan, ia kemudian membawa anaknya masuk ke dalam kamar. Sedangkan Abrial menarik tangan Dara tanpa aba-aba, ia membawa kabur Dara ke halaman belakang rumah.