CLEANING SERVICE
Hari ini adalah hari dimana ia bekerja menjadi cleaning service untuk pertama kalinya. Tidak lupa ia memberi kabar kepada Pricilla jika dirinya telah bekerja di sebuah kantor menjadi cleaning service.
Meskipun awalnya Pricilla merasa kasihan, karena yang diharapkan Pricilla Dara bekerja di kantor bukan sebagai cleaning service, namun Dara memberi penjelasan bahwa gajinya besar. Alhasil Pricilla memaklumi.
Dara sudah memakai seragam yang diberi Abrial hari lalu. Kini dirinya sedang bercermin, sembari mengenakan pewarna bibir merah muda agar tidak terlalu pucat. Lalu ia bersiap-siap untuk bergegas berangkat, kali ini ia tidak bersama Abrial.
Ia takut menjadi salah paham jika Ceysa melihatnya. Ketika dirinya membuka pintu, Dara disambut oleh pembantu Abrial yang memegang kotak bekal ditangannya.
"Dara ini sudah bibi siapkan, tolong dibawa ya. Nyonya Ceysa tidak tau, aman. Bawa saja ya." ucap pembantu rumah.
"Ah baik Bi, terima kasih banyak, aku berangkat dulu ya Bi." pamit Dara.
Di depan komplek perumahan, Dara sedang memberhentikan sebuah angkutan umum, lalu ia memilih duduk di dekat pak supir. Di tengah perjalanan tentunya Dara terjebak macet, ia begitu gelisah jika hari pertamanya kerja sudah terlambat.
Disaat sedang menunggu kendaraan dapat keluar dari kemacetan, Dara memilih untuk menatap jendela. Kebetulan di samping angkut yang Dara tumpangi bersebelahan dengan mobil hitam, yang dimana orang yang berada di dalamnya tidak asing untuk Dara.
Tiba-tiba pengendara mobil itu membuka kacanya, sontak Dara melihat dengan jelas itu adalah Barra. Dara segera memalingkan wajahnya menghadap ke arah supir, namun klakson mobil Barra terus berbunyi. Sehingga membuat Dara penasaran dan menoleh kembali, ternyata Barra sedang mengklakson dirinya.
"Daritadi saya klakson kenapa tidak nengok?" ucap Barra.
"Uang makan kamu saya potong jika kamu tidak segera pindah ke mobil saya. Mau disitu sampai kapan, angkutan yang kamu tumpangi ini akan terus terjebak 1 jam kedepan, ayo bareng saya saja. Jalur disini sudah tidak padat." ajak Barra.
Tanpa pikir panjang Dara segera turun, tetapi baru saja ia berbalik dan berlari ke arah Barra, supir pun meneriakinya jika ia belum membayar. Dara tentu saja tepuk jidat, dan mengeluarkan uang selembaran dan memberikannya kepada supir angkut.
Dan ia bergegas memasuki mobil Barra. Disisi lain Barra yang melihat kebodohan Dara hanya tertawa kecil.
"Maaf Pak saya tidak tau, tolong jangan potong uang makan saya, saya sudah menuruti perintah Bapak." ucap Dara gemetar.
Barra hanya berdehem, lalu ia memerintahkan Dara untuk menggunakan sealtbet. Barra mulai menancap gas dengan kecepatan tinggi, membuat Dara terus berdoa dan histeris.
"Dara belum mau mati, tolong jangan, Dara masih ingin hidup. Kasihan bibi."
"Pak Barra, jangan melaju terlalu cepat saya takut." tambah Dara.
Namun gara-gara Dara berucap seperti itu, Barra secara mendadak memberhentikan mobilnya. Hingga mendapat klakson dari pengendara di belakangnya. Tanpa sadar Barra membentak Dara, ia menyuruh Dara untuk keluar dari mobilnya.
"Turun kamu sekarang! Sudah baik saya kasih tumpangan agar hari pertama kerja tidak terlambat, tetapi kamu justru menyuruh saya lambat." tambah Barra.
Dara yang kali pertama dibentak sekeras itu seketika menangis, ia segera keluar dari mobil Barra dan berlari menjauh. Barra yang melihat Dara berlari seperkian detik kemudian sadar, bahwa tempramennya sangat lah buruk.
Barra kesal dengan dirinya sendiri, melampiaskan kekesalannya dnegan memukul setir. Lalu semakin menambah laju kecepatan mobilnya.
Dara yang masih merasa sakit hati, tapi disisi lain ia pun merasa bersalah kepada Barra. Hingga Dara merasa sudah tak kuat berlari lagi, ia memilih berjalan dengan tenaga yang tersisa sembari menunggu angkutan umum yang datang.
*Abrial*
Abrial yang sudah sampai dari beberapa menit yang lalu, ia baru saja melihat Barra datang terlambat. Langkahnya pun sangat terburu-buru, raut wajahnya menunjukkan amarah.
Ketika Barra juga melihat Abrial, detik itu juga jas Abrial ditarik. Abrial yang meronta, memohon agar dilepaskan pun tak Barra dengarkan.
Di dalam lift pun Barra justru memelototi Abrial, membuat Abrial tersenyum tertekan, dengan posisi yang masih sama.
Dan tiba lah mereka berdua di tempat kerja Barra. Tarikan yang sedari tadi baru Barra lepaskan, lalu Barra mulai memaki-maki Abrial.
"Lo tau ga perempuan kaya dia itu bikin gua repot!" teriak Barra.
Abrial pun kebingungan sembari membenarkan jasnya yang kusut, "perempuan apa sih maksud lo."
"Dara!"
"Kenapa Dara? Dirumah tadi dia ga ada, kata bibi dia sudah berangkat tapi kok gua belum lihat ya." ucap Abrial.
"Gua tadi ketemu dia di angkutan, ya gua tawarin lah tumpangan. Tapi dia ga liat waktu apa gimana sih? Sudah terlambat kok bisa-bisanya suruh gua pelan-pelan, ya gua marah. Gua suruh turun." tutur Barra.
"Lah sekarang dia dimana? Wah parah si lo Bar, kalo Dara sampai jalan kaki. Belum nanti di kantor harus ngepel dan sapu-sapu lantai." Abrial merasa kesal dengan Barra, lalu ia segera keluar dari ruangan Barra dan secara sengaja ia membanting keras pintu keluar.
Sedangkan Barra yang melihat kelakuan sahabatnya hanya bisa menghela nafas, lalu memandangi dari kaca yang memang menembus keadaan luar tepatnya halaman depan kantor. Berharap Dara baik-baik saja.
*Dara*
Dara sudah mendapatkan angkutan baru, ia segera memberhentikannya. Lalu ia menyeka dan mengusap matanya agar tak terlihat jika ia habis menangis. Beruntungnya supir angkutan yang Dara tumpangi, mengendarainya dengan kecepatan tinggi.
Alhasil Dara tak memakan banyak waktu lagi. Ketika ia turun, dan membayar angkut, Dara melihat sekilas Abrial sedang berjalan menuju arah mobil dengan tergesa-gesa. Tetapi Dara tak menghiraukan, ia berjalan cepat agar segera menjalankan tugasnya.
Ketika Dara 'kan memasuki ruang receptionist, tiba-tiba Abrial sudah berada dibelakangnya dan menarik tangan Dara. Abrial seketika cosplay menjadi ibu-ibu kost yang cerewetnya minta ampun.
"Ra, Barra ga macem-macem kan sama lo? Maafin sikap Barra ya?" ucap Abrial yang sungguh tak enak hati dengan Dara.
"Kamu ga perlu minta maaf, karena kamu ga salah apa pun. Cukup jadi perantara orang, kamu bukan pelakunya." jawab Dara dengan sorot mata tajam. Lalu ia segera meninggalkan Abrial sendiri.
Abrial syok, Dara yang ia kenal bukan Dara beberapa hari yang lalu. Dengan jelas Abrial bisa melihat rasa kecewa yang dalam di mata Dara. Abrial tak memilih mengejar, ia justru kembali ke ruangannya.
Dara yang memang masih anak baru, ia pun bersikap ramah kepada seniornya, dan memohon agar ia dibimbing.
"Halo Kakak, saya anak baru disini." sapa Dara.
"Oh kamu yang anak baru, halo. Pak Barra juga sudah memberitahu kami akan datang anak baru. Mari saya arahkan, tugas pertama kamu menyapu lantai 3 ya." jawab kakak senior.
"L-lantai 3?" balas Dara terbata.
"Iya, sekaligus ruangan pak Barra."
Mendengar perkataan kakak seniornya Dara memlilih tersenyum saja, padahal yang sebenarnya ia masih merasa kesal apalagi jika harus melihat wajah atasannya itu.