webnovel

WHO YOU ? (RECONNAISSANCE)

Seorang penulis novel misteri mengaku bahwa tulisannya bukan fiksi belaka. Membuatnya harus berurusan dengan pihak berwajib. Di sisi lain, Jiyeon dan para detektif sibuk mengusut kasus perundungan di sebuah sekolah terkenal. Mampukah mereka menyelesaikan kasus-kasus tersebut?

Han_y · Prominente
Zu wenig Bewertungen
10 Chs

Tercyduck

Jiyeon Point of View

"Sejeong-ah," sapaku sesaat setelah masuk ke dalam kelas. Dia memang anak yang cukup rajin jadi tidak heran sudah hadir sepagi ini.

"Eoh, Jiyeon-ah kau datang lebih pagi hari ini."

"Kau tahu pasti alasannya, Sejeong-ah. Apa kau membawa pesananku?" tanyaku semangat membiarkan Dong Yoon yang mencibir pelan di sampingku. Dasar tidak tahu diri, dia kan juga akan menikmati hasilnya jika aku berhasil menyelesaikan kasus ini.

"Mana mungkin aku melupakannya. Ini pesananmu," dia menyerahkan tumpukan buku karya si sombong Kim. Aku pasti menemukan apa yang dimaksud tuan Kim itu.

"Kau penasaran sekali dengan buku itu, apa kau sudah membaca yang sebelumnya sampai habis?" tanyanya.

"Kau bisa lihat bagaimana mataku, kan?" aku menunjuk kedua kantung mataku yang menghitam. Aku menganalisis sampai tuntas satu buku itu semalaman.

"Hahaha. Sekedar informasi adikku sudah membacanya sampai tuntas jadi jika kau penasaran dan ada yang tidak kau mengerti tanyakan saja padanya. Kau tahu kan tulisan Kim Myungsoo benar-benar memeras otak untuk dipahami. Dia punya jiwa detektif tinggi, sama seperti adikku."

"Dan juga kau?" tanyaku cepat.

"A.. aku? Wah, kalau aku sih tidak. Lagi pula aku tidak seberani dia untuk membaca buku misteri pembunuhan begitu. Bukan gayaku sama sekali. Aku lebih suka buku romantis dengan adegan ciuman disetiap halamannya,"

"Yase!" umpatku.

"Yak, Park Jiyeon!"

"Kenapa? Itu julukan yang cocok untukmu, Yase. Yahan Sejeong!"

"Memangnya wajahku itu seperti orang cabul?" protesnya.

"Kau harusnya tadi berbicara di depan cermin agar bisa melihat bagaimana ekspresimu mengatakan pasal ciuman di setiap halaman. Wah, umurmu saja yang kecil."

"Ck, siapa yang bilang aku masih kecil? Aku ini sudah dewasa," belanya.

"Dewasa sebelum waktunya!"

"Yak! Kau mau berkelahi?"

Wah, mukanya itu benar-benar serius mengajak berkelahi. Dia tidak tahu saja aku ini lebih tua darinya dan sabuk hitam taekwondo. Jika dia tahu identitasku yang sebenarnya dia pasti sudah bersujud di kakiku sekarang. Ck, bocah ini.

Jiyeon Point of View End

~Reconnaissance~

Di Sebuah Ruangan

Someone Point of View

Sepertinya mereka sudah menemukan titik terang, tapi aku jadi penasaran apakah anak-anak itu berani membongkar identitasku. Ck, tanganku rasanya gatal sekali. Sudah berapa lama aku tidak mencium bau darah segar. Gara-gara kumpulan polisi itu datang aku jadi tidak bebas bergerak.

Apa aku harus menyingkirkan mereka dulu? Bagaimana jika dimulai dari si detektif manis itu? Ah, darahnya pasti terasa manis. Ck, leherku panas walau hanya membayangkannya saja.

Park Jiyeon-ssi, sepertinya bermain-main denganmu akan menyenangkan. Hehehehe.

Someone Point of View End

~Reconnaissance~

Jiyeon Point of View

"Apa hari ini aku boleh main ke rumahmu lagi?"

"Tentu saja boleh. Si bocah itu pasti bahagia jika tahu kau akan berkunjung,"

Aku tersenyum sambil memasukkan buku ke dalam tasku. Apa aku akan bertemu oppa mereka yang katanya tampan itu? Ck, sepertinya aku semakin tua karena di kepalaku hanya ada pria tampan.

"Kenapa kau tersenyum begitu?" tanya Sejeong membuat bibirku harus rela kembali membentuk garis lurus.

"Jika kau berharap akan bertemu oppa, lupakan saja! Dia sedang menangani banyak urusan jadi tidak mungkin pulang," lanjutnya. Ck, dia memang cenayang! Tidak diragukan lagi.

"Siapa juga yang berpikiran seperti itu. Aku hanya bahagia karena bisa bebas tugas ...." wah mulutku kelewatan batas. Sejeong menatapku dengan mata terpicing.

"Tugas apa? Memang ada yang mau memberimu tugas? Kau kan tidak becus,"

"Yak! Enak saja kau ini!"

"Sudahlah jangan banyak bertengkar! Kalian ini sudah semakin dekat ya sampai bertengkar begitu intens satu hari ini," kata Dong Yoon oppa membuatku menatapnya sinis. Pria lajang sedari dulu ini hobi sekali ikut campur.

"Apa aku boleh ikut?" tanyanya dengan penuh semangat. Aku mengangkat sebelah sudut bibirku mencibir.

"Tidak! Kau harus mengerjakan banyak hal," kataku memutuskan secara sepihak.

"Wah, wanita memang mengerikan."

Aku tidak mengindahkan ocehan Dong Yoon oppa dan menggandeng Sejeong untuk segera keluar dan menuju rumahnya yang sungguh nyaman untuk disinggahi itu. Aku memang mudah berbaur dengan orang jadi tidak heran dalam waktu singkat bisa sedekat ini dengan Sejeong yang juga mudah berbaur dengan orang.

~Reconnaissance~

Di Kediaman Sejeong

Aku sudah duduk dengan santai di ruangan yang disulap menjadi perpustakaan oleh keluarga Sejeong. Membaca buku-buku pesananku sedang si tuan rumah sedang menyiapkan cemilan.

"Fokus sekali, memang apa yang kau cari dari buku itu?"

Panjang sekali umurnya, baru saja aku memikirkannya. Aku meletakkan buku dan membantunya meletakkan gelas dan piring berisi cemilan.

"Adikmu belum pulang?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya.

"Sebentar lagi, hari ini jadwal ekskulnya jadi pulang sedikit terlambat. Kau belum menjawab pertanyaanku," jawabnya masih menagih jawabanku.

"Hanya terlalu bersemangat saja. Bukunya semakin membuat penasaran. Ekskul apa yang diikutinya?"

"Pemandu sorak! Aish, prestasinya itu membuatnya semakin semangat dalam membullyku,"

"Sudah terima saja takdirmu!" kataku melanjutkan bacaan.

"Kau tidak gerah?" tanyanya.

"Maksudmu?" aku benar-benar tidak mengerti.

"Dandanan anehmu itu," tunjuknya pada wajahku.

"Ah, benar juga. Aku juga sudah merasa risih,"

Melepaskan kaca mata dilanjutkan kepangan dan mengeluarkan baju yang sungguh tidak berperikecantikan, tersusun terlalu rapi membungkuh tubuh indahku. Bukan gayaku sama sekali.

"Eh, apa ini?"

Sejeong memungut sesuatu yang terjatuh saat aku membongkar tasku guna menyari ruang untuk kacamata mahalku. Aku menatapnya dan melihat apa yang ada di tangannya.

"Ah, itu tanda pengenalku!"

Tunggu! Tanda pengenal? Mampus kau Park Jiyeon! Tamat sudah riwayatmu! Aku memperhatikan raut wajah Sejeong. Matanya membulat, dia terkejut? Bukan pertanyaan yang harus dijawab. Tentu saja dia terkejut.

"Aku... aku bisa menjelaskannya," kataku terbata.

"Kau?" tunjuknya bergantian antara wajahku dan tanda pengenalku.

"Aku akan menceritakan semuanya tapi kau harus berjanji untuk menjaga rahasia ini," kataku cepat dan menariknya untuk duduk. Semuanya harus nyaman agar tidak ada letusan gunung merapi yang memuntahkan magma.

"Jadi, kau seorang polisi?" tanyanya lagi saat aku baru mau memulai cerita.

"Apa?" suara lain membuat jantungku hampir saja melompati gunung yang didaki ninja Hatori. Kenapa menambah kerumitan saja, adiknya mendengar ucapan Sejeong. Doyeon langsung terburu dan menghampiri kami. Dia duduk di depan aku dan Sejeong dengan mata membulat seolah bertabur bintang, berbinar.

Aku menghela napas panjang, hari apa ini? Katakan hari apa ini! Akan kutandai sebagai hari sialku. Aku membalas tatapan Doyeon, senyumnya yang polos itu membuat semakin tertekan.

"Aku sebenarnya tidak boleh menceritakan ini pada siapa pun. Tapi, karena sudah terlanjur aku harus memberi kalian peringatan. Tolong rahasiakan masalah ini! Kumohon dengan sangat!" kataku benar-benar memohon.

"Ei! Sudahlah, tadi itu aku hanya acting. Lagi pula aku sudah tahu dari awal, aku sebenarnya tinggal menunggu saja kau berkata jujur."

Apa maksudnya? Jadi, dia sudah tahu identitasku?

"Jadi kau ...."

"Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kepala sekolah saat masuk ke ruangannya. Tidak hanya kau tapi juga Dong Yoon dan Minho, kan?" jelasnya.

Wah, luar biasa! Jika dia sudah tahu identitasku selama ini, kenapa dia masih berani memperlakukanku seperti teman sebayanya? Berani sekali bocah tengik ini.

"Jadi, kau sudah tahu tujuanku dan pria-pria kesepian itu datang ke sekolahmu?" tanyaku dan hanya di jawab anggukan olehnya sambil memasukkan cemilan ke mulutnya.

"Wah! Kau benar-benar menakutkan," kataku dan pandanganku bertemu dengaan Doyeon yang masih setia diam sambil menatapku dengan semangat jangan lupakan senyum sumringahnya.

"Eonni, sekarang kau tahu betapa mengerikannya seorang Kim Sejeong, kan?"

Tanpa kusadari aku mengangguk menanggapi pertanyaan Doyeon.