webnovel

Ia Yang Selalu Menjadi Nomor Dua

Alarm berdering dengan keras, membangunkan Julian dan membawanya kembali ke dalam dunia yang menyebalkan ini. Ia hanya terduduk dengan wajah yang berantakan dan mata yang sembab, rambutnya begitu berantakan bahkan rontok.

" Ternyata aku masih hidup " ucap Julian pertama kali saat ia terdiam beberapa saat.

kamarnya yang gelap seakan tidak memberikannya sebuah energi untuk dirinya memulai hari yang baru, Julian malah duduk dan menyandarkan tubuh kecilnya pada dinding.

Dengan perlahan, Julian memegang dadanya dan mencoba merasakan hatinya yang seperti tengah kesakitan.

" Lagi, kenapa harus terdiam lagi?" gumam Julian dengan pelan.

ingatannya akan apa yang terjadi semalam mulai ia ingat kembali, Hatinya terasa begitu sakit di kala sang ibu mengatakan hal yang menyakitkan untuk dirinya.

Menjadi yang kedua sangat sulit Julian terima, apa yang ia dapatkan hanyalah sebuah sisa dan pengganti dari sebuah ambisi yang tinggi dari keluarga.

" Rasanya sangat sulit jika harus hidup tanpa adanya sebuah support sistem" gumam Julian sambil meringkuk memeluk tubuh kecilnya.

Bahkan alam semesta pun seraya ikut memberikan gadis ini sebuah ujian yang bahkan tak pernah usai.

Hatinya sakit, namun ia tak bisa memberontak atau bahkan melarikan diri dari rasa sakit itu. Bahkan perlahan semuanya terlihat menakutkan untuk Julian. sekeras ia mencoba untuk terlihat, nyatanya ia tak akan pernah bisa bersinar lebih lama dari kakaknya.

Rasa sakit yang selalu datang dari dalam seperti sebuah pil pahit untuk Julian yang perlahan tidak bisa ke mana-mana.

" Jika tahu akan seperti ini seharusnya aku tidak di lahirkan? lagi pula siapa yang meminta untuk di lahirkan jika aku tahu semua hidupku akan sulit, bahkan hanya sekedar menangis saja rasanya sulit karena harus terlihat kuat di depannya"

Julian terdiam sejenak mendengarkan pembicaraan di antara ibu dan kakaknya yang terdengar tengah membicarakan hal buruk mengenai dirinya. Julian hanya terdiam mendengarkan setiap kata yang menyakitkan itu, lingkungan rumah yang semakin tidak sehat benar-benar membuat Julian muak.

Se andainya ia memiliki banyak keberanian untuk pergi, maka ia akan dengan senang hati pergi jauh dari tempat ini.

" bahkan jika saja Megan ada di sini, ia pasti akan mengatakan ' kenapa kau tak hancurkan semua barang yang ada agar emosimu tersampaikan' gadis gila itu pasti akan membuat aku sedikit tenang dalam keadaan seperti ini"