webnovel

About The Same

Pagi hari ketika Tony sudah berangkat mengantarkan Anastasia ke sekolah, Vanesha berniat untuk membersihkan kamar Anastasia. Nyatanya sesampai disana, kamarnya sudah tertata rapi dan bersih. Itu sudah menjadi kebiasaan Anastasia sedari dulu semenjak ia masih tinggal bersama ibunya.

Kebiasaan mandirinya itu ternyata sampai saat ini masih ia lakukan. Hal tersebut membuat Vanesha semakin bangga padanya.

Lalu Vanesha tidak sengaja melihat salah satu buku pelajaran yang masih tergeletak di atas meja belajarnya. Alhasil ia meletakkan kembali buku itu di rak. Kemudian ia melihat secarik foto yang terselip di tengah-tengah halaman buku pelajaran itu.

Tak ragu-ragu lagi, Vanesha pun menarik foto yang terselip itu. Ia melihat foto Anastasia yang masih berusia sekitar 5 tahunan bersama dengan seorang pria paruh baya.

Yang mengherankan lagi, pria itu hampir mirip dengan Tony, hanya saja lebih tua darinya. Vanesha yakin bahwa pria itu pasti ayahnya Anastasia, sebab dalam foto itu Anastasia sedang memeluk pria itu dari belakangnya, terlihat sangat akrab.

Vanesha pun menceritakan tentang hal yang ia temukan itu pada Tony saat malam hari di kamarnya. Dan ceritanya itu juga membuat Tony penasaran.

"Lalu, apa kau membawa foto itu bersamamu?" tanya Tony kemudian.

"Jelas tidak lah, aku tidak selancang itu, Tony, jadi aku kembalikan lagi pada tempatnya." jawab Vanesha.

"Pantas saja dia langsung nyaman denganmu," celetuk Vanesha setelah itu.

Pernyataan Vanesha malah membuat Tony bingung.

"Maksudmu?"

"Ayahnya sangat mirip denganmu, Tony,"

Seketika Tony mengernyitkan dahinya, seolah tak percaya padanya.

"Serius?"

"Andai saja aku membawa foto itu padamu, tapi sayangnya aku tidak berani melakukannya. Anastasia itu rapuh, aku tidak ingin melukainya sedikit pun hanya karena masalah itu," jelas Vanesha.

"Lebih baik jangan, karena aku sudah berjanji padanya untuk tidak lagi membuatnya menangis. Jujur aku tidak tega melihatnya seperti itu,"

"Syukurlah kalian berdua sudah baikan, aku senang mendengarnya." ujar Vanesha.

"Apa dia cerita padamu?" tanya Tony sambil merebahkan tubuhnya di ranjang.

"Ya, dia sangat senang, seolah dirimu itu seperti sesuatu yang spesial baginya, jika aku lihat dari ekspresinya saat membicarakanmu," jawab Vanesha yang juga tidur di sebelahnya.

"Apa kau cemburu?" tanya Tony sambil tersenyum geli.

"Ya, aku cemburu." Vanesha pun tertawa kecil lalu mengecup bibir manisnya.

***

Minggu pagi ini Tony berenang di kolam renangnya yang berada di belakang rumahnya. Anastasia yang baru saja terbangun tengah memanggilnya berkali-kali akhirnya menemukannya yang sedang menyelam di kolam renangnya.

"Tony, aku mencarimu kemana-mana, ternyata ada disini!" pekiknya.

Tony pun menepi sejenak di bibir kolam.

"Mau bergabung?" sahut Tony.

"Tidak, aku tidak bisa berenang." balas Anastasia.

"Biarkan aku mengajarimu."

"Tidak, aku ingin lari pagi saja dengan Tony seperti biasanya." ucap Anastasia sedikit memaksa.

"Khusus hari minggu jadwal olah raganya berenang, aku rubah mulai sekarang,"

"Ya sudah, aku membuat sarapan saja." lalu beranjak pergi dari sana.

Tony pun segera keluar dari kolam itu saat melihat Anastasia menuju ke dapur.

"Hei, Ana, tunggu!"

Anastasia terhenti lalu menatapnya.

"Tunggu disini sebentar, ok?" ujar Tony.

Kemudian Tony berlari menuju ke kamar Anastasia untuk mengambil pakaian renang milik Cassie dahulu.

"Pakailah ini dan aku akan mengajarimu berenang." sahut Tony yang telah kembali dari kamarnya.

Anastasia pun menerima pakaian renang darinya itu.

"Aku tunggu di kolam," lalu berlari dengan semangatnya yang membara.

"This is sunday morning, Ana!" teriaknya sebelum melompat ke kolam.

Anastasia gedek dan tersenyum melihatnya. Lalu ia bergegas berganti pakaian di kamarnya.

Setelah itu Tony mengajarinya berenang di bagian kolam yang dangkal. Tony mengajarinya dengan sabar dan lembut. Sedikit demi sedikit Anastasia pun akhirnya bisa, namun masih dalam tahapan.

Lalu mereka berdua istirahat sejenak di kursi panjang ala pantai berteduhkan payung besar.

"Aku tidak percaya, aku bisa berenang," ujar Anastasia girang.

"Sebenarnya ada bakat terpendam. Tinggal kau asah sedikit kau pasti sudah menguasainya." balas Tony bangga padanya.

"Benarkah?"

"Ya, Ana, percaya padaku. Morgan juga pernah mengatakan sesuatu padaku tentang keterampilanmu di sekolah,"

"Tony tahu? Ibu Morgan orangnya sangat baik," ujar Anastasia tersenyum.

"Aku tahu," balas Tony membalas senyumnya.

Lalu Tony mengganti topiknya. Ia berbicara mengenai kedua orang tuanya yang tidak pernah pulang. Tony berkata bahwa ada mereka maupun tak ada mereka itu sama saja, tidak ada perbedaan sama sekali. Bahkan disaat adik kesayangannya meninggal, mereka hanya menghadiri pemakamannya lalu kembali lagi ke Jerman.

Selama Cassie sakit hanya Tony yang mengurusnya. Dan jika Vanesha tidak ada jadwal kuliah atau ada sedikit waktu senggang ia juga menyempatkan dirinya untuk membantu Tony merawat Cassie.

Cassie memang memiliki riwayat tifus yang sudah akut sejak ia berusia 5 tahun. Sementara kedua orang tua hanya mentrasfer mereka uang untuk biaya berobatnya. Tanpa telepon, tanpa pesan.

Pesan terakhir Cassie yang ia ucapkan pada Tony sehari sebelum meninggal adalah, "Aku sangat merindukan ayah dan ibu. Aku sangat ingin melihat mereka disini, berkumpul bersama lagi, seperti dulu."

Tak sengaja air matanya berlinang saat menceritakan semua itu pada Anastasia. Karena saat itu ia beranggap, hanya Cassie yang ia miliki. Dan semenjak Cassie meninggal, Vanesha lah yang menemaninya untuk membantu mengatasi kesulitan itu.

"Tony? Aku yakin, orang tua Tony sangat menyayangi Tony dan juga Cassie," sela Anastasia.

"Apa yang membuatmu yakin?" tanya Tony sinis.

"Entahlah, karena bagiku tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya, hanya saja cara mereka terkadang berbeda-beda,"

Perkataannya itu membuat Tony termenung sekaligus heran, bagaimana bisa gadis sekecil Anastasia dapat berbicara sedewasa itu?

"Semoga saja kau benar, Ana. Karena aku sudah hampir menganggap mereka mati..."

"Tony tidak boleh berbicara seperti itu, berjanjilah padaku, tidak akan mengatakan itu lagi." potong Anastasia serentak.

"Ya, aku berjanji. Maafkan aku." ujar Tony pasrah.

"Mungkin Tony ingin menghubungi orang tua Tony?"

"Untuk apa?"

"Aku ingin berkenalan dengan mereka," ucapnya sembari tersenyum.

Tony mendengus kesal lalu berkata,

"Baiklah, tapi nanti malam saja, karena kalau sekarang mereka masih bekerja pastinya,"

Kemudian giliran Tony yang bertanya pada Anastasia tentang keluarganya.

"Bagaimana denganmu, Ana?"

"Bukannya Tony sudah tahu ceritaku selama ini?"

"Tentang ayahmu. Kau belum pernah menceritakannya padaku."

Anastasia tersenyum lalu mulai bercerita.

"Dia sama sepertimu, Tony." Singkat Anastasia.

"Sama? Maksudmu?" tanya Tony penasaran.

"Intinya dia sama sepertimu. Hanya saja perbedaannya cuma satu, Tony pemarah." Anastasia tertawa sekilas.

"Ya ampun, kau masih membahasnya? Padahal secara teknis aku tidak marah padamu saat itu, aku cuma terbawa emosi," jelas Tony menahan tawanya.

"Apa bedanya, Tony?" Anastasia tersenyum geli.

"Baik, lupakan, lalu apalagi yang sama sepertiku dari ayahmu?" tanya Tony.

"Tunggu disini, sebentar," jawab Anastasia yang kemudian berlari ke kamarnya.

Ternyata Anastasia mengambil foto yang pernah Vanesha temukan sebelumnya. Lalu ia pun menunjukkannya kepada Tony.

Kini Tony percaya dengan apa yang dikatakan oleh Vanesha sebelumnya, bahwa ia sangat mirip dengan ayahnya yang sudah meninggal.

Kedua mata Tony melebar saat memandangi foto itu. Sementara Anastasia hanya menatapnya sambil tersenyum.