webnovel

Wanita Sang Boss

Meta, seorang perempuan berusia 34 tahun yang masih lajang. Dia adalah lulusan terbaik di kampusnya, dengan segala predikat sempurna yang melekat pada dirinya. Namun, karena hal itulah membuatnya kesulitan mendapat jodoh. Hingga berkali-kali, tawaran perjodohan selalu gagal di tengah jalan. Rasa frustasi Meta akan jodoh, ditambah dengan keluarnya dari perusahaan, membuatnya semakin dilema. Hingga suatu hari, Kinan--teman satu kos Meta memberikan informasi jika di perusahaannya sedang membutuhkan seorang sekertaris kompeten. Tak butuh waktu lama, akhirnya Meta pun diterima kerja di sana. Dan siapa sangka, perusahaan maju, bergengsi itu dipimpin oleh seorang lelaki muda. Yoga, bos perusahaan itu, adalah jenis pria yang kolot dan selalu semua berjalan dengan sempurna. Kekolotannya sering membuat Meta keteteran dibuatnya. Hingga akhirnya, perdebatan-perdebatan kecil yang menjadikan mereka terbiasa, tak bisa lepas satu sama lain, dan menimbulkan getaran-getaran aneh di hati Meta.

PrincesAuntum · sci-fi
Zu wenig Bewertungen
1035 Chs

Tentang Yoga

Meta kembali tersenyum, setidaknya Kinan sudah bisa bercanda. Setidaknya, Kinan sudah tidak menangis lagi.

"Eh, kalian ngapain sih?"

Ketiganya pun menoleh saat melihat Mbak Hesti berdiri di ambang pintu. Memang dari keempat penghuni kontrakan. Mbak Hesti paling jarang terlihat, selain tempat kerja mereka berbeda. Mbak Hesti adalah satu-satunya penghuni kontrakan yang kontras dengan mereka.

"Tumben Mbak Hesti ke sini. Ada apa?" tanya Meta mengabaikan pertanyaan Mbak Hesti sebelumnya.

Merasa jika Meta melontarkan pertanyaan yang tepat, Mbak Hesti pun masuk dengan gaya histerisnya. Sementara Meta, Kinan, dan Mbak Tanti, lebih fokus kepada pakaian yang sedang dikenakan oleh Mbak Hesti. Gaun malam yang sangat... seksi.

"Pertanyaan yang bagus!" kata Mbak Hesti semangat. "Kalian kalau gue kasih tahu bakal histeris, deh!"

"Kenapa?" tanya Mbak Tanti yang penasaran juga.

"Di bawah, tepatnya di ruang tamu. Ada cowok cuakep banget, gila! Dia duduk dengan manis di sana sedari tadi. Dari pakaiannya, sepertinya dia bukan orang sembarangan. Karena dia memakai setelan jas mahal. Wajahnya tidak asing, tapi gue lupa, pernah liat dia di mana."

"Hah, seriusan?" tanya Kinan.

"Tujuhrius, malah!"

"Tamu siapa?"

"Entah, katanya dia ke sini untuk menjemput seseorang."

Meta pun langsung terperanjat, ingat perkataan Yoga tadi siang di kantor jika dia akan ada di sini. Tanpa aba-aba dia langsung lari keluar dari kamar Kinan, turun ke bawah menuju ruang tamu.

Sementara Kinan, Mbak Tanti, dan Mbak Hesti langsung mengikuti langkah Meta. Mereka mengintip siapa gerangan sosok yang disebut oleh Mbak Hesti.

Mata Kinan dan Mbak Tanti pun melotot, saat tahu sosok yang sedang duduk di sofa sebelah kanan sambil menyilangkan kakinya itu adalah bosnya.

"Pak Yoga!" pekik keduanya kompak.

"Kalian kenal?" tanya Mbak Hesti bingung.

"Dia bos kami di perusahaan, Mbak."

"Hah, seriusan? Bos kalian? Kok bisa bos kalian ada di sini?"

"Gue rasa kontrakan kita bakal dapet berkah deh. Seorang bos perusahaan kita kenapa bisa berada di sini, coba," kini Mbak Tanti giliran bersuara.

"Iya, ih. Keren banget. Emangnya dia mau ngapain ke sini? Kesasar?" tanya Mbak Hesti lagi.

Kinan langsung menjawab pertanyaan Mbak Hesti dengan dagunya, menunjuk Meta yang tampak mendekat ke arah Yoga.

"Sudah lama, Ga?" tanya Meta yang merasa bersalah karena lupa memberitahu Yoga, kalau malam ini dia berjanji akan menginap di kontrakan menemani Kinan.

"Sudah bisa pulang?" tanya Yoga. Meta kemudian duduk di samping Yoga dengan senyuman hambarnya, kemudian dia memainkan kedua jarinya dengan bingung.

"Sebenernya... sebenernya aku lupa ngasih tahu kamu. Kalau malam ini aku janji ama Kinan buat menginap. Aku mau nemenin Kinan di masa-masa sulitnya. Boleh, ya?" tanya Meta hati-hati.

Yoga tampak mengerutkan keningnya, belum sempat ia menjawab. Tiga perempuan lainnya pun muncul dari arah tangga.

"P... Pak Yoga?" kata Mbak Tanti yang sampai detik ini masih tidak percaya.

"Benar-benar keajaiban Pak Yoga berada di kontrakan kami," kata Kinan.

"Kalian—"

"Saya Tanti, Pak. Salah satu pegawai Bapak,"

"Dan saya Kinan, Pak. Yang ini Mbak Hesti."

Yoga tampak mengangguk paham, kemudian dia memandang Meta dengan pandangan seriusnya.

"Hanya semalam, kan? Kamu menginap hanya semalam, kan?" tanya Yoga.

Meta melirik ke arah Kinan, tapi tak bisa menjawab apa-apa. Sampai Kinan merengkuh lengan Meta, duduk di samping Meta seolah-olah dia ingin merebut Meta dari Yoga.

"Seminggu bagaimana, Pak?"

"Satu malam."

"Lima malam?"

"Satu malam."

"Empat malam?"

"Satu malam."

"Kali ini saya benar-benar sangat membutuhkan Meta, Pak. Dan satu malam tidak akan cukup untuk saya mengobati patah hati saya sendiri," kata Kinan lagi.

Yoga menghela napas panjang, kemudian dia kembali melirik ke arah Meta yang menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Dua malam," putus Yoga pada akhirnya. Kemudian, dia mendekatkan mulutnya pada telinga Meta. "Kamu berhutang banyak hari ini kepadaku. Mau kamu bayar pakai apa?" bisiknya.

"Kita bahas nanti," jawab Meta dengan berbisik pula.

"Ohya, saya sudah memesankan makan malam untuk kalian. Semoga kalian menyukai menunya."

Tak berapa lama Yoga mengatakan itu, Pak Cipto pun masuk sambil membawa beberapa menu makanan mewah kemudian dibantu oleh Mbak Tanti, makanan itu dihidangkan di sana.

Mereka pun akhirnya menikmati makanan yang dibelikan oleh Yoga. Tapi, selama mereka makan, Mbak Tanti dan Kinan terus-terusan saling sikut. Melihat Yoga yang memilih tak makan, sambil sesekali menyuapi Meta. Atau kalau tidak seperti itu, dia sibuk bermain-main dengan HP Meta. Menurut kacamata Mbak Tanti, dan Kinan hubungan Yoga, dan Meta lebih dari hubungan rekan kerja yang aneh. Tapi, ada rasa lain yang terselubung di sana.

"Ini foto apa?" tanya Yoga, sambil menunjukkan foto Meta yang sedang monyong di akun instagramnya.

"Itu sedang trend, tauk!" kata Meta membela diri.

"Apanya? Jelek sekali seperti bibir kambing."

"Yoga!" marah Meta.

"Kenyataan. Coba diberi lipstik warna merah, maka kamu dan kambing adalah sama."

"Yoga!" pekik Meta yang mulai gemas.

Yoga langsung menarik sebelah alisnya, saat nama Becca muncul di layar ponsel milik Meta.

"Becca? Kamu kenal dia?" tanyanya.

Tak dijawab oleh Meta, Meta pun langsung merebut ponselnya. Kemudian menjauh dari Yoga untuk menjawab telepon dari Becca.

"Halo, Mbak Becca, ada apa, ya?"

"Elo ini ke mana aja, sih? Sedari tadi gue WA elo tapi nggak dibales," protes Becca dari seberang.

"Oh, maaf, Mbak. Gue lagi makan," jawab Meta. "Ada apa, ya?"

"Meta gini, ya... udah lama gue nggak minta bantuan elo. Dan kali ini gue minta bantuan elo lagi. Elo bisa, kan?"

"Bantuan apa, Mbak?" tanya Meta hati-hati.

"Besok gue ada acara di sebuah hotel. Elo bisa nggak buat Yoga dateng ke hotel buat gue? Ini ada hal yang penting, gue mau ngomong penting ama dia."

"Kenapa di hotel, Mbak? Di kafe atau restoran bukannya bisa, ya?"

"Restorannya kan di hotel, Met. Udah deh, elo nggak usah banyak nanya. Yang penting elo bisa bawa Yoga ke sini, dan lo gue bayar mahal untuk itu."

"Tapi—"

"Pokoknya gue tunggu. Gue udah transfer uang di rekening elo sebagai uang muka. Paham?"

Meta diam tak membalas lagi ucapan Becca, dia benar-benar bingung. Alasan apa yang akan ia buat untuk mengajak Yoga ke hotel?

"Untuk alamat, dan jamnya bakal gue japri elo ya. Gue nggak mau kalah cepet ama cewek yang nyium Yoga di pesta kantor. Elo tahu siapa cewek nggak tahu diri itu? Kalau gue tahu, gue bakal beri pelajaran berharga buat dia—"

"Siapa?"

Meta nyaris melompat saat mendengar suara Yoga. Ternyata cowok itu sudah berdiri di sampingnya. Dengan cepat, dia mematikan telepon dari Becca, kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

"Oh, nggak apa-apa. Biasa, basa-basi. Pingin ketemu," kilah Meta.

"Kamu kenal dia?"

"Kan dulu kamu udah tahu, kita kenal. Aku adalah mantan pegawainya."

"Tapi aku tidak mengira kalian akan sedekat ini," kata Yoga lagi.

"Yaudah, nggak usah dipikirkan. Ayok makan, yok," ajak Meta, setengah mendorong tubuh Yoga untuk pergi.

"Tapi, aku sedang ingin menagih hutang tadi siang," kata Yoga. Memandang Meta dengan senyuman khasnya.

"A... apa?" tanya Meta hati-hati.

Lantas Yoga menunduk, menyejajarkan wajahnya di depan Meta. Kemudian, dia menunjuk pipinya kepada Meta.

"Cium," katanya. Yang berhasil membuat Meta kaget.

"Tapi, ada banyak orang."

"Cium,"

"Temen-temenku pasti nungguin kita."

"Cium."

"Ak—"

Mata Meta melotot saat Yoga telah menyambar bibirnya, mencubunya dengan penuh nafsu. Tapi, ciuman kali ini tak sepanas biasanya. Setelah merasa puas, Yoga pun langsung menyudahinya.

"Aku pulang dulu. Jaga diri baik-baik," kata Yoga, mengacak rambut Meta sekilas, berpamitan dengan teman-teman Meta kemudian pergi.

Meta hanya bisa berdiri mematung melihat tingkah bosnya. Kemudian dia menundukkan wajahnya dengan sebongkah senyuman.