Sarvati menyangka kalau Vayyu sudah sangat rakus kalau makan, tetapi dia tidak menyangka kalau Shivvar lebih rakus lagi. Memang, jika Sarvati pikir-pikir lagi, tubuh Shivvar lebih besar daripada Vayyu. Wajar jika dia lebih rakus.
Mereka kembali masuk ke Hutan Talaari, berburu rusa gajah, lalu beristirahat sebelum melanjukan perjalanan ke arah yang menurut Vayyu dan Shivvar sebagai utara.
Sarvati kurang nyaman berkelana berjalan kaki di bawah rimbun pepohonan seperti ini. Dia kesulitan menebak ke mana kakinya harus melangkah. Jika dia terbang, dia bisa melihat titik-titik acuan macam bangunan atau kontur alam sebagai pemberi arah. Dia tidak perlu memikirkan hal yang begitu absurd macam pergi ke utara, barat, selatan, atau apapun itu.
Sayangnya, dia tetap harus berjalan di tanah karena kedua rekannya tidak bersayap dan dia bisa ketahuan memasuki wilayah manusia jika terlihat terbang di atas rimbun pepohonan raksasa.
Namun, ada satu hal lain yang mengusik Sarvati, Dari kemarin Shivvar memandangnya dengan heran. Tidak seperti Vayyu yang dulu memandangi Sarvati dengan penuh penilaian seperti sedang mengukur kekuatan sihir benda pusaka, Shivvar tampak benar-benar heran.
Mungkin dia mau mengejek tentang ukuran tubuh Sarvati nanti. Memang pemikiran dari teman seekor kriminal tidak akan berbeda jauh.
Sarvati juga kini mulai memilih untuk tidur di atas pohon agar tidak terkena sapuan ekor Shivvar yang tidurnya selalu bergerak-gerak. Selain itu, nagga besar itu sepertinya punya kecenderungan mengiggau. Hal yang cukup mengusik Sarvati adalah suara Shivvar yang terdengar aneh saat mengigau.
Dia terdengar seperti berbisik dan nada suaranya terdengar kej… bukan keji, lebih ke arah dingin. Mimpi apa dia sampai begitu?
Mereka bergerak cukup awal keesokan harinya. Sebelum matahari terbit dan berharap bisa melewati jarak yang cukup jauh pada hari ini sebelum harus beristirahat lagi.
Menjelang sore, mereka memutuskan untuk mulai bergerak, tetapi sedikit lebih pelan dari sebelumnya. Ini dikarenakan daerah hutan ini mungkin saja didatangi manusia, pergerakan cepat akan menghasilkan gemuruh atau suara keras yang terutama diakibatkan oleh Shivvar dan badan besarnya.
Vayyu tampaknya dengan terpaksa menggunakan kemampuannya mengendalikan udara untuk membantu meredam suara berisik dari pergerakan Shivvar. Si bedebah biru itu juga terlihat sesekali mengendur dan menjilat udara, mungkin dia mencoba mengendus para manusia.
Mereka tidak berhenti pada malam harinya dan meneruskan perjalanan. Kemungkinan manusia berkeliaran pada hutan di malam hari akan berkurang drastis, karena itu mereka mempercepat pergerakan di malam hari.
Dengan perlahan dan pasti, pepohonan di hutan ini makin mengecil. Itu artinya mereka sudah mendekati batas wilayah dengan kerajaan manusia Andralus. Oleh karena itu mereka bergerak hanya sampai hari mendekati siang sebelum bersembunyi dan beristirahat sebelum mulai bergerak lagi di malam hari.
Setidaknya dengan begitu mereka mengurangi resiko dilihat oleh makhluk lain, terutama manusia. Jika mereka sampai ketahuan, maka itu akan menjadi cukup merepotkan karena mereka bisa disangka penyusup dan dikejar-kejar oleh pasukan Kerajaan Andralus. Terlebih lagi, Kerajaan Andralus dapat menggunakan itu sebagai alasan untuk memulai kericuhan dengan Kekaisaran Naga.
Sarvati sendiri tentunya pasti bisa selamat kalau mereka ketahuan, dia tinggal berubah menjadi bentuk manusia dan pura-pura ditawan naga. Walau dia sendiri enggan melakukan hal itu karena terasa terlalu licik.
Kerajaan Andralus sangat luas, membujur dari hutan tundra di sebelah utara peta sampai Stepa Besar Selatan. Untuk mencapai tempat Rahnuc dikalahkan dulu, mereka harus menembus kerajaan ini atau memutar melalui Stepa Besar Selatan. Sarvati masih kurang yakin jalur mana yang lebih tepat.
Namun, entah mengapa dia akhirnya memutuskan untuk mengkonsultasikan hal ini dengan rekan-rekannya sesaat sebelum senja menjelang.
"Memangnya kenapa kita harus memutar atau menyusup? Tidak ada masalah kan jika kita sampai ketahuan?" tanya Shivvar santai.
Baru saja diskusi dimulai, Sarvati sudah menyesali keputusannya untuk berkonsultasi. Mungkin ini alasannya mengapa Vayyu selalu memanggil Shivvar sebagai dungu.
"Masalahnya adalah mereka akan memanggil pasukan Kerajaan Andralus untuk mengejar kita." akhirnya Sarvati memutuskan untuk menjelaskan.
"Kita hantam saja mereka," jawabnya Shivvar datar. Ekspresi yang sangat bertolak belakang dengan kegilaan kata-katanya.
Sarvati mengernyit, "Kau tidak takut dengan pemburu naga?"
"Tentu saja tidak."
Berkebalikan dengan sinar di mata Shivvar yang memancar penuh rasa percaya diri, Sarvati justru merinding. Dia menyilangkan tangan, "Sayangnya aku takut."
Shivvar mengangkat kepalan tangannya dan menyodorkannya pada Sarvati sambil berkata, "Aku akan melindungimu."
"Kau bisa lindungi aku juga?" Vayyu angkat bicara dengan sangat sinis, separuh bercanda. Sarvati tidak yakin jika dia sedang sinis, betulan bercanda, atau benar-benar minta dilindungi.
Mungkin naga terkutuk macam dia masih takut dengan para pemburu naga. Mereka adalah adalah kesatria-kesatria yang dilatih khusus berbagai macam peralatan tempur, taktik, dan juga sihir beserta ilmu-ilmu yang bisa dimanfaatkan untuk mengalahkan seekor nagga.
Para pemburu naga memang jarang jumlahnya, karena diperlukan kemampuan khusus yang harus dilatih dengan keras ataupun memang bawaan dari kelahiran mereka. Akan tetapi, seorang pemburu naga saja sudah cukup untuk menjatuhkan nagga paling besar sekalipun.
Dan Rignil…
Mengingat tentangnya membuat dada Sarvati kembali terasa sesak dan hangat di saat bersamaan.
… Rignil juga seorang pemburu naga sebelum diangkat menjadi kesatria terpilih. Seorang pemburu naga yang bisa menerima monster separuh nagga seperti Sarvati tanpa pamrih.
"Kau juga?" Shivvar mengerenyitkan dahinya dengan sangat heran. "Tapi kau kan punya ilmu segel."
Vayyu mendengus, "Kau sadar kan, sekarang aku hanya membuka dua segel? Lagi pula aku ini masih nagga, sekebal apapun diriku terhadap ilmu segel, sayang sekali mana ada pemburu naga tahu ilmu segel? Nagga saja cuma aku yang palign tahu tahu."
"Kalau begitu," Shivvar melipat kedua tangannya dan tampak seperti berpikir. "Sepertinya kita memang harus mengikuti langkah yang disarankan Sarvati," Lanjutnya serius sambil mengangguk-angguk sendiri diikuti helaan napas lelah dan lega dari Vayyu dan Sarvati nyaris bersamaan.
"Kalau begitu, kalian bersembunyi dulu, aku perlu mencari informasi di kota terdekat, setelah itu baru kita putuskan mau menyusup atau berputar."
"Kau yakin kau mau pergi sendiri?" Vayyu mengernyit.
Sarvati menghela napas lagi, "Pergi dengan kalian justru bisa membawa kecurigaaan. Aku tahu kalian tidak punya sayap, tapi kalian akan kesulitan menyembunyikan ekor kalian. Belum lagi badan kalian juga besar."
"Berbicara soal ekor dan sayap," Shivvar mendadak memandangi Sarvati dengan sangat serius dan penuh tanya. "Boleh aku tannya satu hal."
Sarvati tersentak. Mungkin Shivvar akan menanyakan tentang identitasnya karena Sarvati akan menyusup ke tempat manusia.
"Tandukmu ke mana?" tanya Shivvar polos.
Hal itu langsung membuat Vayyu tergelak. Wajah Sarvati memanas. Jadi itu sebabnya Shivvar terus memandanginya sejak kemarin. Dia sudah salah sangka.
"Dia itu separuh manusia, makanya dia tidak punya tanduk, dia bisa berubah bentuk pula," jawab Vayyu enteng tanpa meminta persetujuan Sarvati. Hal macam itu harusnya bukan orang lain yang menjelaskan, tapi Sarvati sendiri.
"Benar begitu?" Shivvar memiringkan kepalanya heran.
Sarvati hanya menunduk memalingkan wajah. Dia tidak yakin dengan bagaimana Shivvar akan bereaksi.
"Keren!" Shivvar berseru seraya menghantamkan tinju kanannya ke telapak tangan satunya. "Aku bahkan tidak tahu hal seperti itu bisa terjadi, hebat! Tanpa tanduk saja kau terlihat cantik begitu."
"Eh?" Sarvati tertegun. Dia melirik pada Vayyu yang hanya mengangkat bahunya santai.
Shivvar berdecak kagum. "Kaisser memang pandai memilih anak buah, benar kan Vay…," dia terhenti, lebih tepatnya seperti tersedak. Dia menunjuk Vayyu dan menjerit histeris, "Tandukmu! Ke mana tandukmu pergi?!"
Sarvati tidak pernah melihat Vayyu bergerak secepat itu. Begitu kata-kata Shivvar berakhir, Vayyu sudah ada di belakang Shivvar dan memukul kepalanya dengan begitu keras sampai pingsan.
Hantaman itu adalah salah satu suara terkeras yang pernah didengar Sarvati.
"Kau membunuhnya?" protes Sarvati.
"Cih, dunia akan terbelah dulu sebelum tempurung kepala si dungu ini retak."
"Lalu ke mana tandukmu? Aku baru sadar kau tidak punya tanduk!"
"Aku memang tidak punya tanduk, jangan bilang kau sudah tertular kebodohan Shivvar. Jangan lupa, kalau kau keluar hutan, itu artinya kau menghadap barat, jangan sampai tersasar."
"Ah, terserah," Sarvati mendengus. "Kalian mencari tempat bersembunyi sana," lanjutnya sambil berjalan ke pinggir hutan.
Setelah beberapa langkah, dia baru menyadari bahwa hempasan tenaga dari pukulan Vayyu hanya mempengaruhi dedaunan dan rerumputan tidak jauh dari lokasi mereka tadi. Seolah yang terpengaruh, terkurung dalam kubah tak terlihat. Apapun yang ada di luar kubah itu tampak begitu tenang bagai tidak tersentuh.
Mungkin dia menggunakan kekuatannya untuk membatasi efek serangannya tadi. Artinya Sarvati tidak perlu mengkhawatirkan dentuman pukulan tadi terdengar sampai jauh.
Hamparan rerumputan luas menyapa sarvati saat dia mencapai pinggir hutan. Terdapat jalan besar tanah membelah rerumputan. Jangkrik terdengar bersenandung menyambut kilap cahaya bintang di langit, membawa Sarvati pada ingatannya saat dia berkelana bersama Rignil dan rekan-rekan mereka.
Kenangan manis yang terasa pahit yang dia nikmati sesaat sebelum memutuskan untuk bergerak lagi.
Seperti kata Vayyu, jauh di depannya adalah arah barat. Dia perlu ke kota Giras yang ada di sebelah selatan posisinya sekarang, jika perhitungannya benar.
Jika barat ada di depannya, berarti timur ada di arah hutan. Karena itu arah selatan….
… sudah pasti di sebelah kanan.