"Kau gila, ya!"
Sarvati meraung. Dia menancapkan zhurron ke tanah demi menghalangi tubuhnya terlempar lebih jauh akibat hempasan angin yang dilontarkan Vayyu. Sarvati sendiri mulai merasa Vayyu pasti kehilangan akal akibat tersambar petii karena ebebah biru itu malah menghalangi Sarvati menaklukkan nagga berbahaya di depan mereka.
Apalagi Vayyu hanya menyeringai senang. Otaknya pasti sudah hangus.
"Suidah kubilang, jangan terlalu terbawa suasana," kata Vayyu. Dia mendekati si ungu besar dan berkata dengan santai, "Ayo, dungu, kenalkan dirimu, antek-antek Vaardict ini lebih pemarah daripada api yang melahap hutan."
Si ungu bergantian menatap kosong pada Vayyu dan Sarvati. Perlahan tatapannya berubah bagai anak kecil yang senang melihat mainan baru. Senyumnya begitu polos serta sumringah. Seketika itu juga rasa seram yang terpancar darinya menghilang.
"Wah, kau pasti dilatih Kaisser, ya? Pantas saja kau kuat," kata si ungu sambil menyodorkan tinjunya sebagai tanda perkenalan pada Sarvati yang tidak menyadari betapa cepatnya si ungu itu menutup jarak di antara mereka.
"Oi," Vayyu mendengus separuh tertawa. "Perkenalkan dulu dirimu kalau mau berjabat tangan."
"Maaf, maaf," si ungu menggaruk-garuk rambut panjangnya yang berwarna serupa dengan sisiknya.
Gerakan itu saja cukup untuk membuat udara di sekitar makhluk besar itu untuk itu bergetar. Sarvati melihat dengan jelas bagaimana percikan kecil kilat tercipta di sekitar rambut si ungu.
Mengerikan. Belum lagi Sarvati baru menyadari betapa besarnya nagga ungu yang tadi dia hadapi itu setelah mereka berdua benar-benar berdiri di tanah. Telapak tangan si ungu saja sudah lebih besar daripada kepala Sarvati. Hampir dua kali lipat mungkin.
Masih ditemani senyum tulus, si ungu memperkenalkan diri, "Namaku Akkheer, Shivvar Akkheer, kau boleh memanggilku Shivvar. Walau bodoh dan dungu, tapi tinjuku sangat kuat dan akan bisa melindungi dunia."
Selain bagaimana Shivvar dengan mudah menyebut dirinya sendiri bodoh. Nama itu membuat Sarvati terkejut. Sejak mengunjungi penjara sihir, dia sudah mendengar nama itu beberapa kali. Dari kata-kata Vayyu dan Jendral Kaisser, Shivvar ini sepertinya dekat dengan mereka berdua.
Namun, Sarvati tidak pernah sekalipun membaca arsip yang menyebutkan nama Shivvar sebelumnya. Bahkan walau nama Vayyu tertulis dalam arsip mengenai perseteruannya dengan Kaisar terdahulu, Takksa, nama Shivvar sama sekali tidak ada.
Bagaimana mungkin seluruh Kekaisaran Naga melupakan nagga sekuat dan sebesar ini?
Vayyu berdeham, menyadarkan Sarvati dari lamunan. Shivvar masih menyodorkan tangan, senyumnya begitu polos dan tulus. Sangat kurang ajar jika Sarvati tidak membalas walau sedikit benaknya mencurigai jika Shivvar bisa saja mendadak melepaskan pukual kuat.
Sarvati menempelkan tinjunya pada tinju Shivvar seraya memperkenalkan diri. "Sarvati Vermillion, letnan dari meteor merah."
"Dan juga pengawalku," Vayyu terkekeh menyela.
"Pengawasmu, bukan pengawal," desis Sarvati cepat.
Shivvar mengernyit pada Vayyu, "Pengawas?"
Vayyu mengibaskan tangan, "Aku hanya dilepas sementara. Sepertinya kalian perlu kekuatanku untuk menangani sisa-sisa kekuatan Rahnuc atau siapapun itu."
Raut wajah Shivvar berubah. Aura di sekitaranya pun ikut muram. Terlihat rasa pahit tergambar di wajahnya ketika dia bergumam, "Maaf, lagi-lagi aku tidak cukup kuat…."
"Bicara apa kau?" Vayyu berdecak. Dia melangkah melewati Shivvar sambil menepuk-nepuk bahu si ungu, "Tidak ada yang lebih kuat darimu, bahkan sekarang."
Untuk sesaat tidak ada yang berbicara, sampai Vayyu mendadak tertawa kecil, "kecuali mungkin Kaisser. Melihat tatanan dunia kita ini, dia seharusnya yang paling kuat."
Kedua nagga itu tertawa, Sarvati hanya bisa diam tak mengerti. Terlebih lagi saat mereka berdua berjalan saja ke suatu arah tanpa menoleh sedikitpun atau menjelaskan pada Sarvati ke mana mereka mau pergi.
Hal itu cukup untuk membuat dahi Sarvati berkedut dan memicunya melepaskan pagar api biru dari Zhurron yang langsung mengurung keduanya. Sarvati sedang lapar, malam ini dia mau makan kadal panggang.
"Kau sudah gila, ya?" Vayyu meraung. Dia menghempaskan gelombang angin dari tinjunya dan kabur dari kurungan api sebelum pagar api itu menutup lagi. "Kau kenapa, sih? Mendadak main bakar-bakar saja."
Sarvati memiringkan kepala. Matanya menatap keji pada Vayyu, "Siapa yang memberimu wewenang untuk ke sana?"
"Bukannya tempat Rahnuc itu mampus ada di barat?"
"Iya, tapi siapa yang menyuruhmu langsung ke sana sekarang?"
"Terserah," dengus Vayyu memproted. Dia duduk bersila membelakangi Sarvati. "Memangnya sekarang kau mau ke mana, sih?"
Sarvati belum sempat menjawab Vayyu ketika mendadak Shivvar berjalan dengan tenang begitu saja keluar dari penjara api yang dibuat Sarvati.
"Kau membuat Sarvati marah lagi, ya?" tanya Shivvar polos. "Nanti kalau kau diadukan dan langsung dikurung lagi bagaimana?"
Vayyu menggeram, "Peduli setan, daripada harus lama-lama berurusan dengan kalian dua naga bodoh, lebih baik aku disegel saja."
"Apa… katamu?" Sarvati membalas sinis, api Zhurron berkobar dan bergerak perlahan penuh ancam ke arah Vayyu.
"Sudah, sudah," Shivvar melambaikan tangan pada Sarvati. "Vayyu memang begitu, tapi dia dasarnya baik. Lagipula kita semua sahabat."
"Aku bukan sahabatmu," dengus Sarvati.
"Eh? Tapi kau bukannya orang kepercayaan Kaisser? Itu dia pasti sangat percaya padamu. Kaisser sahabat kami, itu artinya kami setidaknya harus mempercayaimu seperti mempercayai sahabat."
Logika macam apa itu? Logika itu terdengar begitu aneh di kepala Sarvati sampai rasa kesalnya hilang. Ah, sudahlah dia biarkan saja Vayyu lolos kali ini. Lagipula Sarvati masih perlu kekuatan Vayyu untuk menghapus sisa-sisa kekuatan Rahnuc.
Zhurron dan Aggni membara menjadi api kecil lalu dilahap Sarvati. Melihat itu, Shivvar berdecak kagum nan heboh, persis seperti anak kecil disajikan trik sulap.
"Kita ke Hutan Talaari dulu, aku ada urusan," keluh Sarvati lalu mulai berjalan.
"Tapi Hutan Talari di sebelah sana," kata bedebah biru dan Shivvar bersamaan. Mereka menunjuk ke arah yang tegak lurus dengan arah yang dituju Sarvati.