webnovel

Vampire Disease

Semua orang pasti mengetahui kisah makhluk humanoid, mitologi atau monster mengerikan pengisap darah yang memiliki gigi taring nan tajam. Siapa yang akan mengira jika makhluk mengerikan itu ada di sekitar kita bahkan makhluk tersebut adalah manusia asli? Di Jakarta ada seorang gadis SMA dengan profesi sebagai penulis online bernama lengkap Dreena Arabelle Leandro yang memiliki darah blasteran Indonesia dan Spanyol. Berapa tahun yang lalu, sang dokter memvonis Dreena mengidap penyakit Porfiria yang membuat kulitnya semakin pucat dan mudah terbakar oleh sinar matahari. Ketika penyakit itu semakin parah, Dreena pun tidak bisa lepas dari transfusi darah. Setiap hari ia membutuhkan banyak kantong darah segar hingga harus meminumnya. Apakah suatu saat Vampire Disease atau Porfiria yang dideritanya akan sembuh atau justru semakin parah dan membuat Dreena menjadi manusia vampir seutuhnya? Akankah Dreena dapat kembali menjadi manusia normal? Sumber Illustrasi: Pixabay Edit Cover: Canva Follow IG: @yenifri29 & @yukishiota29

yuki_shiota · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
245 Chs

Kabur

Di tempat yang berbeda, ada Jarrel yang selalu mengeluhkan keberadaan orang tuanya. Bagaimana tidak, kedua orang tuanya begitu sibuk. Bahkan tahun ini, sudah waktunya Jarrel untuk mencari sekolah baru. Akan tetapi kedua orang tuanya seperti tidak memedulikannya.

"Gila banget sih ini, mereka kayak nggak anggap gue sebagai anak aja. Pulang cuma ngasih duit doang dan gue cuma dititipkan ke asisten rumah tangga. Busettt, emangnya gue anak siapa dah?" keluh Jarrel, setelah mendapati kedua orang tuanya pergi menaiki mobil pribadi mereka.

Asisten rumah tangganya pun menghampirinya. Bi Mira tahu jika Tuan Mudanya merasa tidak senang dan tidak suka dengan kepergian Tuan dan Nyonya tadi. Meski terlihat seolah tidak ingin ada orang tuanya di rumah, tetapi sebenarnya ia ingin mereka tetap di sini. Hanya saja kedua orang tuanya begitu tak peka terhadap perasaan anaknya.

"Sabar ya, Den. Bibi tahu kok, kalau Den Jarrel pasti marah dan tidak suka kalau Papa dan Mama Den Jarrel lebih sering berada di luar rumah daripada harus berlama-lama di rumah sendiri. Ya, mau gimana lagi? Itu semua 'kan pekerjaan mereka dan pastinya untuk masa depan Aden juga 'kan?" ujar bi Mira yang tidak ada habis-habisnya memberi petuah kepada Jarrel.

Jarrel hanya menanggapinya angin lalu, ia juga malas untuk membantahnya. Karena sesungguhnya apa yang dikatakan asisten rumah tangganya tidak sepenuhnya salah. Selama ini juga, ia sudah berusaha menjadi anak yang penurut. Tapi semakin lama, rasa jenuh membuatnya ingin bebas dan memberontak.

"Dua hari lagi, waktunya aku daftar ke sekolah baru, Bi. Lagi-lagi aku harus jalan sendiri atau dianter supir buat nyari sekolah yang aku mau. Aku kayak anak yatim piatu ya?" ujar Jarrel tampak murung.

"Tadi juga Bi Mira sudah bilang ke Tuan dan Nyonya. Tapi ... ya seperti itu, urusan bisnis mereka memang tidak bisa diganggu gugat. Pokoknya kamu sabar saja ya, Den. Nanti juga ada waktunya kok. Apa lusa mau bi Mira antarkan juga, nyari sekolah baru?" papar bi Mira, sekaligus menawarkan diri untuk mengantarkannya.

"Nggak usah, Bi. Makasih. Lagian Bi Mira juga udah capek dengan segala urusan rumah 'kan? Biar aku sendiri aja, mungkin dianter sopir nanti."

Jarrel pun melangkah pergi meninggalkan bi Mira. Ia memilih untuk masuk ke dalam kamarnya. Rasanya ia ingin cepat-cepat masuk ke sekolah. Agar rasa bosan dan jenuh menghilang dari hidupnya saat ini.

"Mending sekolah dah, di rumah terus bikin bete. Kalau gue kelayapan ke luar rumah, si Bibi pasti ngadu. Ahh, serba salah bisa-bisa gue nggak punya pegangan duit lagi. Mau kerja juga mana bisa, kerja apa coba?" pikirnya menatap langit-langit kamarnya.

"Gue harus cari cara agar bisa lepas dari keuangan mereka. Saat ini gue masih butuh, makanya sulit bagi gue keluar dari sini. Ahh, sial apa yang harus gue lakukan?"

"Apa gue nekat kabur aja ya? Ehmm ... tunggu, nggak mungkin juga," pikirnya kembali.

***

Jarrel memikirkan hal gila yang sebelumnya tak terlintas di benaknya. Sebenarnya ia sudah tidak betah berada di rumahnya. Perasaan resah dan dilema pun bermunculan di pikiran dan batinnya.

Ia masih terus berpikir agar bisa bebas dan bahagia dengan caranya sendiri. Terbaring dan menatap langit-langit kamarnya. Segala pikiran gila pun bermunculan. Sampai tidak terasa rasa kantuk menghampirinya.

Jarrel pun tertidur dengan lelapnya.

Waktu semakin beranjak hampir tengah malam. Rumahnya selalu sepi, sebab kedua orang tuanya jarang berada di rumah. Itulah yang membuat Jarrel jenuh terlalu lama berada di rumah.

Tidak berbeda jauh dengan Dreena yang memang tidak memiliki saudara kandung. Hanya saja kedua orang tua Dreena selalu berada di rumah. Andres sebagai seorang ayah selalu mengutamakan keluarganya meskipun sesibuk apa pun dirinya, begitu juga dengan sang istri, Sekar.

***

Pagi pun mulai beranjak, sinar mentari tanpa malu-malu menyapa penduduk bumi. Pagi yang cerah, secerah sang insan yang selalu bersyukur. Namun, tidak dengan Jarrel yang tampak malas berada di rumahnya.

Sudah dari pagi-pagi sekali ia terjaga. Besok adalah hari di mana ia mulai sibuk mencari sekolah baru. Seperti anak yang tak memiliki orang tua. Jarrel harus bersiap melakukannya seorang diri. Sampai ia berpikir lebih baik dirinya hidup mandiri saja.

Ia baru saja keluar dari kamar kecil yang berada di dalam kamar pribadinya. Tumben sekali, sepagi ini ia sudah bangun dan mandi pagi. Entah ia ingin pergi sepagi ini atau apa?

Ia bergegas mengenakan pakaian casual santai, celana jeans dan kaos hitam, tak lupa ia mengenakan jacket sweater berwarna senada. Sepagi ini ia sudah serapi ini. Hendak pergi ke mana ia?

Dari lantai bawah, asisten rumah tangganya sudah menyiapkan sarapan pagi untuknya. Sejak kecil Jarrel sudah terbiasa dilayani oleh bi Mira. Mungkin sekarang, beranjak dewasa ia tak ingin selalu merepotkan asisten rumah tangganya, yang memang sudah berjasa sejak dulu.

Bi Mira selalu menyajikan makanan-makanan lezat kesukaan tuan muda majikannya. Karena memang nyonya majikannya sudah berpesan agar bi Mira, menjaga putra tunggalnya dan memberikan yang terbaik. Setiap bulan majikannya selalu memberinya uang untuk segala kebutuhan Jarrel dan juga urusan rumah tangga.

"Ahh, selesai juga," gumamnya, menyajikan makanan di atas meja makan.

Ia memandang sekeliling rumah, begitu sepi dan sunyi. Seperti biasa memang selalu begini. Sudah menjadi tanggungjawab baginya mengurusi urusan rumah ini. Segala sesuatunya sudah menjadi tanggungjawabnya.

"Den Jarrel paling masih tidur, biarlah yang penting sarapan sudah tersedia. Aku masih harus membersihkan dapur dan mencuci peralatan masak," gumamnya lagi.

Ia pun kembali melangkah ke arah dapur untuk mencuci peralatan masak dan juga membersihkan dapur sehabis memasak sarapan pagi.

***

Jarrel memandang pantulan bayangannya di cermin. "Oke gue udah siap. Gue nggak bisa terus-terusan berada di sini," pikirnya.

Apa yang akan direncanakan oleh Jarrel?

Sepertinya ia ingin pergi dari rumahnya, entah ia ingin pergi ke mana.

Jarrel sudah bersiap dengan tas ranselnya, lalu mengikat tali sepatunya. Ia sengaja tidak turun melalui tangga, ia melewati jendela kamar dan mengikat tali di balkon agar ia lebih mudah turun ke lantai bawah.

"Ahh, beres gue bisa kabur juga kalau begini caranya. Bi Mira nggak akan tahu kalau gue pergi hari ini. Paling besok gue balik lagi ke rumah, setidaknya gue hari ini bisa terbebas dahulu," pikirnya, menapaki kakinya di rerumputan halaman samping rumahnya.

Ia melangkah mengendap-endap layaknya seorang perampok yang sedang beraksi. Mengintip ke arah halaman depan dan pos security. Sekiranya aman dan tidak ada yang melihat, ia pun bergegas membuka pintu gerbang. Kebetulan security yang sedang berjaga sedang tertidur.

Jarrel mengambil kunci yang tergantung di belakang security yang sedang tertidur itu. Ia sangat bersyukur, karena rencana kaburnya berhasil. "Nah, ini dia kunci gerbangnya," gumam Jarrel dalam hati.

Ia membuka gembok yang terpampang di pintu gerbang itu. Membukanya perlahan agar tak menimbulkan suara apa pun. "Yess, kebuka juga," decaknya pelan.

Dibukanya pintu gerbang itu perlahan. Lalu kembali meletakkan kunci tersebut tadi ke tempat asalnya. Ia melakukannya dengan hati-hati. Untung saja sopir pribadi rumahnya belum berada ke pos security. Sebab biasanya beliau sepagi ini, sudah berada di pos ini sembari menikmati kopi panas buatan bi Mira.

***

Waktu sudah hampir tengah hari, bi Mira tampaknya baru menyadari sesuatu. Ia sedari tadi tidak melihat tuan muda majikannya turun dari lantai atas.

"Lah ini masih utuh. Si aden kebiasaan bangun siang terus. Sarapan paginya telat begini. Biar nanti aku hangatkan kembali sarapannya. Mending, sekarang aku bangunkan dulu saja," ucap bi Mira.

Ia pun bergegas ke lantai atas untuk membangunkan Jarrel. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu kamar pribadi Jarrel.

Tok-tok-tok!

"Den, Den sudah bangun? Sarapan dulu yuk, Den! Sudah mau siang nih," panggil bi Mira, seraya sedikit mengeraskan suaranya.

Tidak ada jawaban.

Bi Mira kembali memanggilnya hingga kesekian kalinya. Tetap sama, tidak ada respon jawaban dari tuan muda majikannya itu.

"Lah, kok tidak ada jawaban ya? Atau, jangan-jangan ...."

***

Hai, Readers!

Masih lanjut baca kah?

Semoga kalian suka dengan kisah Dreena & Jarrel ya. Aku tunggu star vote, krisan/review terbaik kalian ya. Boleh beri gift bila berkenan.

Terima kasih & selamat membaca.

Follow IG: @yenifri29 & @yukishiota29

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

yuki_shiotacreators' thoughts