webnovel

Memergoki Freya 2

"Tunggu sebentar, aku akan mencari bantuan," ucapan Freya seraya berlari mencari petugas kebersihan sekolah.

Setelah pintu WC terbuka, Freya langsung membantu Shazia untuk berdiri. Sebenarnya, Shazia tidak mengalami cedera yang serius pada tulang duduknya. Namun, ia hanya berakting seperti itu agar Freya tidak menanyakan aktivitasnya di dalam WC. Shazia pun langsung dibawa ke ruangan kesehatan. Namun, Shazia menolak diberikan perawatan medis. Ia mengatakan akan mengecek kondisinya di rumah sakit sehabis pulang sekolah.

"Ya ampun, Shazia. Kamu kenapa bisa sampai seperti ini?" tanya Freya karena sudah merasa sangat terperanjat.

"Aku tadi mau buang air. Karena klosetnya jorok. Jadi, aku berusaha untuk naik ke atas klosetnya. Eh, kakiku langsung meluncur dengan apik, Hahaha. Tapi, kamu jangan khawatir. Aku tidak apa-apa, ini juga bukan masalah yang serius." Shazia mencoba mengelus-elus tubuh bagian belakangnya.

"Tapi, sejak kapan kamu berada di sana?" Freya masih dalam kondisi yang cemas.

"Aku baru saja datang. Memangnya jebaoa? Kenapa kamu menanyakan itu?" Shazia sengaja ingin membuat Freya semakin merasa cemas.

"Tidak, aku hanya ingin memastikan saja," jawab Freya dengan spontan.

"Hah? Memastikan apa, Fre?" tanya Shazia kemudian.

"Hm, tidak. Kalau begitu, aku tinggal ya. Aku mau balik ke dalam kelas."

"Oke, hati-hati ya, Fre!" ucap Shazia seraya tersenyum miring melihat tubuh bagian belakang Freya yang semakin menjauh.

Shazia kembali mengelus tubuh bagian belakangnya. Ia juga kembali berdiri dan mencoba berjalan. "Syukurlah, tubuhku masih dalam kondisi yang baik. Aku juga masih bisa berjalan dengan bagus. Tapi, tulang duduk ku ini terasa agak sakit. Hm, semoga saja tidak ada hal yang serius." Shazia mencoba berjalan lurus kesana kemari di dalam ruangan kesehatan.

Ternyata, Freya masih berdiri di depan pintu ruangan kesehatan. Ia juga ingin memastikan bahwa Shazia tidak mendengar perbincangannya di dalam toilet sekolah. Namun, Shazia juga tidak sebodoh itu. Susah pasti Shazia mengetahui keberadaan Freya di balik pintu ruangan kesehatan. Hal tersebut sangat jelas terlihat dari saluran angin yang ada di bawah pintu ruangan kesehatan.

"Hahaha, Freya! Kau itu bodoh! Kau tidak bisa mengakali diriku, hahaha," gerutu Shazia di dalam hatinya.

Shazia pun langsung kembali rebahan di atas bed. Ia juga secepat mungkin menyimpan video dan rekaman tersebut ke dalam brankas file yang ada di ponselnya. Bukan hanya itu, ia juga langsung menyalin video tersebut ke dalam beberapa drive yang ada di dalam akun nya. Setelah selesai melakukan itu, Shazia secepat mungkin menghapus file dan rekaman Freya. Ia juga tidak mau kalau suatu hari Freya melihat rekaman itu. 

Shazia memang anak yang cerdik dan licik. Jadi, semua rencana dan siasatnya harus terlaksana secara detail dan rapi. Setelah bel pulang sekolah berdering. Shazia berusaha untuk pergi ke kelasnya untuk membereskan peralatan sekolahnya yang masih berantakkan di atas meja. Shazia hanya bisa menutup kedua matanya dan menghela nafas ketika melihat semua barang- barangnya masih berantakkan di atas meja.

"Aku juga sudah tahu ini akan terjadi. Mereka berdua tidak akan peduli dengan diriku. Nasib sekali punya teman fake seperti mereka berdua," gerutu Shazia seraya berjalan mendekati meja belajarnya.

Shazia pun langsung membereskan semua peralatan belajarnya. Setelah membereskan semuanya, Shazia langsung berjalan menuju gerbang sekolah. Sesekali, Shazia memegangi tubuh bagian belakangnya yang masih terasa sakit. Air mata Shazia secara mendadak menetes di kedua pipinya.

"Aku juga lelah jika harus berperilaku seperti ini. Aku lelah harus berpura-pura menjadi orang baik. Tapi, sepertinya semua orang terdekatku juga tidak peduli denganku," ucap Shazia yang sudah menyandarkan tubuhnya di gerbang sekolah.

TIN TIN

Mobil Bryan sudah berhenti di depan gerbang sekolah Shazia. Shazia langsung masuk ke dalam mobil Bryan.

"Tumben, Kak. Kenapa kamu yang menjemput aku?" tanya Shazia seraya memakai sabuk pengaman.

"Aku ingin mengajakmu untuk makan siang bersama. Kamu mau, 'kan?" tanya Bryan dengan tangan yang sudah siap untuk memutar kemudi mobil.

"Mau dong, Kak. Oh iya, kita mau makan dimana?" tanya Shazia seraya mengambil ponselnya.

"Kamu maunya makan dimana?" tanya Bryan.

"Terserah kamu deh, Bryan. Aku menyerahkan semuanya kepada kamu. Eh, tapi aku harus segera mengganti pakaianku ini. Semua departemen store pasti tidak akan mengizinkan aku masuk." 

"Iya, aku tahu. Kamu jangan khawatirkan itu. Aku yang akan membelikan baju untukmu. Kami tinggal bilang baju seperti apa yang mau kamu pakai." Bryan sedikit membuka kaca mata hitamnya.

"Aku tidak muluk-muluk. Cukup belikan aku kaos dan celana jeans saja. Penampilan yang sederhana itu juga akan terlihat mewah jika aku yang memakainya, 'kan?"

"Benar sekali, kalau begitu. Ambil ponselku dan pesan saja dari sana," perintah Bryan.

"Lalu, titik temunya dimana?" Shazia masih merasa bingung. 

"Titik temunya buat saja di supermarket yang ada di ujung jalan itu. Kita akan menunggunya disana."

"Oke, baiklah. Sudah aku pesan, terima kasih ya, Bryan." Shazia langsung mengembalikan ponsel milik Bryan di dalam tas sandangnya.

"Iya, Adik. Kamu pesan berapa baju?" tanya Bryan.

"Cuma sepasang, Kak."

"Kamu ini kenapa hanya pesan satu macam saja? Pilihan yang banyak dong. Uangku juga tidak akan habis jika membelikan baju mu saja," ledek Bryan.

Shazia spontan menoleh ke arah Bryan. "Hahaha, lucu sekali. Iya, aku tahu kalau uangmu banyak. Secara, kamu kan anak pewaris tahta. Sedangkan, aku cuma anak yang tak dianggap," celetuk Shazia seraya kembali meluruskan pandangannya ke depan.

"Hahaha, Adik. Kamu jangan khawatir, sebagian hartaku juga milik dirimu. Kamu tinggal katakan saja apa yang kamu mau. Aku akan memberikannya kepada dirimu, Dik."

"Kalau aku meminta mansion. Apakah kamu akan memberikannya kepada diriku?" Shazia menatap serius ke arah Bryan.

"Tentu saja, aku akan segera memberikannya kepada kamu. Kamu tinggal pilih saja, kamu mau mendirikan mansion di daerah mana?"  Bryan juga langsung menatap serius ke arah Shazia.

"Hm, aku mau mansion yang ada di pinggir danau. Terserah mau di daerah apa. Yang penting lokasinya di sana," jelas Shazia.

"Oke, aku akan segera membuatkannya untukmu adikku tersayang," ucapan Bryan seraya mengelus-elus kepala Shazia dengan lembut.

"Terima kasih, Adikku yang cantik," ucap Bryan seraya mengambil pemberian Shazia.

"Seharusnya, kamu harus selalu menyediakan air di dalam mobilmu ini, Bryan." Shazia langsung masuk ke dalam mobil Bryan.

Tak lama kemudian, baju pesanan Shazia sudah datang. Shazia pun langsung mengganti bajunya di dalam toilet yang ada di dalam supermarket. Setelah selesai mengganti bajunya, ia tidak sengaja melihat beberapa wanita yang sedang berkerumun di meja kasir. Ia pikir ada sebuah masalah yang serius. Ternyata, mereka sedang menggosipi kehadiran Shazia. Shazia hanya mendengar sekilas tentang perkataan mereka. Mereka merasa terkagum dan tidak menyangka akan bertemu dengan Shazia di dalam sana. Untuk membuat mereka bubar. Shazia langsung mengambil beberapa makanan yang random untuk ia beli.