"Operasinya dilaksanakan besok. Akan cukup memakan waktu. Mungkin bisa sampai 10 jam." Ucap Marie kepada keluarga Yuire yang sudah berkumpul di rumah sakit.
Chris, Yoshito, Kristin dan Sam mendengarkan Marie dengan wajah yang cukup tegang.
"Kalian boleh menunggu diruang tunggu atau jika kalian ingin istirahat dengan nyaman bisa memakai ruangan istirahatku." Ucap Marie menatap satu-persatu wajah yang menatapnya dengan serius.
"Terima kasih Marie, kau sudah membantu Yu sangat banyak." Ucap Chris menatap Marie penuh arti.
Marie mendekati Chris, mengusap lengannya " Sudah lebih dari tujuh tahun aku menjadi dokter pribadinya, merawatnya, melihat dia kesakitan, mendengarkan semua ceritanya, dia sudah aku anggap adikku sendiri. Hanya menyiapkan ruangan istirahat untuk kalian itu bukan apa-apa." Marie tersenyum kepada Chris.
Yoshito yang tidak bisa menahan rasa gelisahnya sedari tadi mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai dan menarik nafas panjang beberapa kali.
"Yosh, aku tahu kau begitu ekspresif. Tapi bisakah untuk kali ini di depan Yuire kau menyembunyikan rasa takutmu?? Bagaimanapun, dia pasti yang paling merasa takut dari kita semua." Marie berucap kepada Yoshito yang hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Aku tidak tahu Marie, membayangkan adik kecilku sendirian berhadapan dengan banyak pisau (Yoshi terdiam sejenak,, menarik nafas panjang). Ada yang melukainya sedikit saja aku sudah emosi, dan sekarang aku harus membiarkan dokter-dokter itu membelah dada adikku." Yoshito tercekat, tidak sanggup membayangkan betapa takut adiknya itu.
"Apakah semuanya akan berjalan baik??" Sam memotong pembicaraan dan melihat ke arah Marie dengan wajah sedih.
"Kita berdoa yang terbaik. Mungkin akan ada beberapa gangguan setelah operasi sebagai penyesuaiannya dengan organ baru. Aku berharap kau selalu disampingnya dalam masa-masa sulit itu."
Mendengar ucapan Marie, Sam hanya menatap wajah Chris dan Yoshito bergantian dengan wajah merasa bersalah.
"Temanilah adikku di dalam Sam sampai besok operasinya dimulai. Kau yang paling dibutuhkannya saat ini. " Perintah Chris kepada Sam.
Sam hanya menatap Chris dengan mata yang mulai berkaca lalu menatap Yoshito yang membalasnya dengan anggukan.
.....
Di dalam ruang Yuire terlihat Chris yang duduk di ranjang Yuire, membiarkan tubuh Yuire bersandar di dadanya, sedangkan Yoshito duduk bersila di atas ranjang, berhadapan dengan adik dan kakaknya.
Chris terdiam, memeluk erat dada adiknya dari belakang, menciumi kepalanya beberapa kali, merasakan perubahan aroma adiknya yang biasanya selalu harum bayi dan parfum, kini hanya bau obat-obatan yang tercium.
Sang kakak kedua, Yoshito duduk tertunduk memainkan jari-jari adiknya yang begitu mungil dan dingin sekarang. Kuku-kuku Yuire begitu cantik beberapa kali Yoshi usap dengan jarinya.
Yuire menatap kakak keduanya itu, memperhatikan tingkahnya dan tersenyum. "Yoshi Onii-chan??" Panggil Yuire
"Hmm,,??" Sang kakak menjawab dan mengalihkan pandangan dari jari-jari kecil menuju mata adiknya.
"Kau takut ya??" Tanya Yuire lagi sedikit tertawa lemah.
Yoshito hanya menggeleng, namun tatapannya beralih ke tempat lain, tidak berani menatap mata Yuire secara langsung.
"Aku tidak pernah takut apapun Yu,," Jawab Yoshito ragu.
"Tapi kau selalu takut Onii-chan Chris" Yu berusaha bercanda
"Yang paling dia takutkan hanya kehilanganmu Yu, si brengsek ini tidak pernah menangis kecuali saat melihatmu sakit." Ucap kakaknya Chris sambil mengeratkan pelukannya kepada adiknya.
"Kalian membuatku tidak pernah takut apapun. Tapi onii-chan bolehkah sekali ini saja aku merasa takut?" Yu berusaha melihat ke arah wajah Chris yang sekarang ada di bahunya.
"Kalau kau takut, aku akan berbicara pada Marie agar aku bisa menemanimu di ruang operasi.." Yoshito segera beranjak dari ranjang.
"Kalau begitu aku akan merasa lebih takut Onii-chan. Karena kau akan menghajar dokter-dokter itu ketika mulai mengeluarkan pisau untuk mengoperasiku " Ucap Yu menahan tawa.
....
Dua belas jam sebelum operasi dimulai, kekasihnya sedang terlelap tidur masih dengan alat-alat yang menempel ditubuhnya.
Tidak ada siapapun di ruangan itu, tubuh kekasihnya yang ringkih hanya diselimuti suhu ruangan dingin, tertidur menghadap kiri menggunakan satu tangannya yang tak terdapat selang infus untuk menopang kepalanya.
Sam melepaskan sepatunya, perlahan naik ke ranjang Yuire dengan sangat pelan tak ingin membangunkan kekasihnya itu.
Dia memiringkan tubuhnya menghadap punggung Yuire, sisa ranjang yang masih cukup untuk tubuhnya karena tubuh Yuire begitu mungil.
"Oh." Keluh Yuire pelan karena tak sengaja tangannya yang terpasang selang infus terkena tangan kanan Sam yang berniat memeluknya.
"Maaf sayang.." Ucap Sam kaget. "Sakit??" Yuire mengangguk pelan.
"Saam.. Kau tak boleh tidur disini!." Ucap Yu dengan suara serak sedikit kaget melihat kekasihnya sudah berbaring disampingnya.
"Sssst,, diam.. Kemarikan tanganmu!" (Sam membimbing tangan kiri Yuire agar tak digunakannya lagi sebagai bantal)
"Pakai tanganku saja, tanganku lebih kuat. Mau berapa lama pun kau akan memakainya untuk menopang kepalamu tanganku bisa melakukannya sayang" (Sam menyelipkan tangan kirinya ke sela-sela leher Yuire untuk dijadikan bantal)
"Sam??" Yu berbisik pelan kepada Sam
"Hmm??" Jawab Sam pelan.
"Kakakku dimana??" Tanya Yuire tanpa menoleh kepada kekasihnya
"Kenapa kau menanyakan kakakmu saat aku disini??" Nada Sam masih pelan namun terasa sekali ada rasa kesal.
"Hehe, kau cemburu??" Yu sedikit menggoda kekasihnya
"Iya.." Jawab Sam singkat dan serius
"Aku hanya memastikan bahwa kakakku tidak akan memarahimu karena kau menyelinap kesini." Ucap Yu sedikit menjelaskan
"Tidak akan. Kali ini mereka tidak akan memarahiku." Jawab Sam memastikan.
"Apakah kakakku bersikap baik padamu selama aku disini? Aku takut mereka jahat padamu."
"Yuire Minato, bisakah kau tidak banyak bicara sayangku?? Nikmati saja pelukanku.!" Sam langsung memerintah kekasihnya tanpa menjawab pertanyaannya.
"Aku sedang menikmatinya, itu kenapa aku banyak bicara. Aku tidak mau tertidur karena pelukanmu begitu nyaman." Yu merubah sedikit posisi kepalanya, memejamkan mata merasakan kenyamanan lengan lelakinya itu, sangat nyaman.
"Yu" Sapa Sam pelan, memastikan bahwa kekasihnya belum terlelap lagi.
"Hmm??" Jawab Yuire
"Ingatlah baik-baik pelukanku ini, simpanlah baik-baik aroma tubuhku. Ingatlah dalam pikiranmu. Bahwa di dalam hati seorang Sam hanya ada Yuire Minato, kekasihnya yang begitu cantik." Sam mengucapkannya dengan lebih mengeratkan pelukannya, melakukan apa yang dia perintahkan kepada kekasihnya untuk dirinya sendiri.
Dia pun akan mengingatnya, betapa harum dan lembut tubuh kekasihnya. Betapa halus setiap gerak-geriknya, betapa indah tawanya dan ajaibnya setiap suara yang dikeluarkan Yuire selalu membuat hatinya yang kering menjadi berbunga.
"Kenapa kau bicara seperti itu, bukankah kita akan sering berpelukan saat aku sembuh.??" Yuire menggeser sedikit kepalanya agar dapat melihat wajah kekasihnya secara langsung.
"Aku hanya takut kau akan melupakan nyamannya pelukanku karena terlalu banyak diberi obat bius." Ucap Sam singkat
Peluk aku sangat erat
Kalau perlu sampai aku tak bisa bernafas
Karena tanpa pelukanmu
Sama saja seperti mati
(ghandistri)