webnovel

Ugly But Lovely

Warning, content mature! Please be wise to read when have chapter mature. "Aku ... suka kamu!" ucap gadis itu dengan lantang, dia benar-benar berbuat nekad dengan menghadapi sang Cassanova sekolah, Saga. Banyak mata memandangi mereka, Saga melihat sekelilingnya dan menatap tak suka. Bisa-bisanya wanita yang berdiri di hadapannya ini malah melakukan hal yang melakukan. "Lo? Sadar diri! Berkacalah!" sentak Saga sambil berlalu, usai menepis kotak coklat yang disodorkan oleh Intan. "Gue enggak sudi berpacaran dengan gadis jelek kayak lo, dekil dan ... ah sudahlah! Jangan pernah muncul di hadapan gue lagi!" Saga berlalu pergi dari hadapan Naschye yang mencoba menahan air matanya. Intan berusaha berubah, mempercantik diri. Dia yang memiliki wajah tak terawat dengan jerawat yang tumbuh di wajahnya dan juga kacamata bulat yang selalu bertengger di hidungnya. 12 tahun berlalu, kini berdirilah wanita dengan penampilan seksinya. Berbalut jas hijau armani dengan leather skirt di atas pahanya menampilkan kaki jenjangnya mampu membuat mata pria memandangnya penuh minat. "Selamat datang, Nona Berliana," sambut Saga yang berdiri dan bersiap menyalami asisten pribadinya yang baru itu. Matanya membulat penuh, memandangi wajah yang tersenyum di hadapannya. "Intan?!" Apa yang terjadi saat gadis yang dihinanya habis-habisan saat di sekolah kini menjelma menjadi dewi pemikat pria?!

Rainy_D · Urban
Zu wenig Bewertungen
1 Chs

Menyukainya!

Gadis dengan rok selutut berdesain gingham hijau putih itu berdiri gugup. Dia terus menerus menggerakkan kakinya bergantian, melangkah ke kanan dan ke kiri dengan perasaan begitu gugup. Ya Tuhan! Rasanya dia seperti bersiap terkena serangan jantung saat ini juga.

Berkali-kali dia menghembuskan napasnya dengan begitu kasar. Dia tak mempedulikan banyak orang yang hilir mudik karena sekolah tengah mengadakan event class meeting. Hanya saja dia bukanlah pecinta kelas olahraga.

"Euhm … Kak?" panggilnya saat ada gadis lain yang tengah membuka pintu ruangan.

Gadis itu menoleh, menatap penuh keheranan dengan gadis yang ada di hadapannya. Kalau tak salah ….

"Intanaschye Berliana?" gumam gadis itu.

Gadis yang dipanggil nama lengkapnya itu terbeliak tak percaya, belum ada yang pernah menyebut namanya selengkap itu sepanjang sejarah dirinya bersekolah. Dia menganga dibuatnya.

Gadis itu kembali tersenyum, "ada apa?" tanyanya.

"Euhm … I--itu, ada Kak Saga?" Naschye bertanya dengan gugup.

"Oh, ada, kenapa?"

"Bisa tolong sampaikan, kalau aku mau ngomong sama dia di … taman belakang?" Kembali Naschye menatap ragu pada gadis cantik bermata sipit di hadapannya itu.

"Tentu saja, tunggu ya?"

"Terima kasih Kak."

Naschye tersenyum sumringah, dia mulai membalikkan tubuhnya dan berlari sesegera mungkin menuju taman belakang sekolah. Dia mulai merencanakannya saat ini.

Naschye menunggu kembali, dadanya bergemuruh hebat sampai-sampai tubuhnya berkeringat dingin saking gugupnya. Kacamata bulatnya melorot berkali-kali dan jarinya tak lelah membetulkan letak kacamatanya.

"Lo manggil gue?"

Terpaku terkesiap, retina seorang gadis remaja memotret pria bertubuh tinggi tegap yang tengah menatapnya.

"I--iya," cicit gadis itu dengan penuh kegugupan.

"Ngapain lo manggil gue?" tanya cowok itu kembali, dia merasa menyesal menuruti permintaan teman kelasnya yang memintanya datang ke taman belakang dan mendapati gadis aneh berdiri di hadapannya.

Diam. Itu yang dilakukan Naschye yang masih gugup dengan kondisinya. Tidak dapat Naschye hindari kalau kini jantungnya bergemuruh hebat tanpa alasan yang jelas tatkala dua pandangan mereka bertemu, menimbulkan sensasi unik yang memenuhi setiap inci permukaan tubuhnya.

Mendengar suaranya saja sudah membuat bulu kuduk meremang, namun Naschye masih dengan kekuatan tersisa mencoba berdiri dan bersikap biasa saja.

Saga, cowok dengan mata coklat tajamnya dinaungi dua alis tebal yang menukik dan hidung mancung menambah kesempurnaan kadar ketampanan pria itu. Bibirnya yang tipis dan merah muda bahkan kini menjadi satu kesatuan indah yang tak bisa dipungkiri bahwa dia sang cassanova yang tak bisa ditolak pesonanya.

Cowok itu berdecak, merasa tak sabar dengan keterdiaman Naschye saat ini.

"Ck! Buruan ngomong!" sentaknya merasa tak sabar.

Naschye berjengit kaget, dia sudah tak mempedulikan sekelilingnya. Kedua tangannya terangkat menyodorkan satu kotak coklat buatannya dengan pita indah yang mengunci wadahnya.

"Aku ... suka kamu!" ucap gadis itu dengan lantang dengan satu tarikan napasnya, dia benar-benar berbuat nekad dengan menghadapi sang Cassanova sekolah, Saga.

Banyak mata memandangi mereka, Saga melihat sekelilingnya dan menatap tak suka. Bisa-bisanya wanita yang berdiri di hadapannya ini malah melakukan hal yang melakukan.

Lantas tidak ada suara selain angin yang berhembus dan gemerisik dedaunan yang ditiup angin. Namun, lebih dari itu. Di belakang Saga, banyak siswa dan siswi yang berdiri menonton. Entah siapa yang mengundang mereka, yang jelas mereka menahan napasnya.

"Lo? Nama lo Intan?" Suara Saga mulai membuyarkan suasana syahdu itu.

Naschye masih tak menurunkan tangannya dan terus saja menyodorkan kotak coklatnya. Pandangannya yang tadi menunduk kini terangkat, dia menatapnya dengan bingung lantas menganggukkan kepalanya perlahan.

"Ya," lirihnya.

"Ck! Jangan mimpi!"

Deg!

Kali ini jantungnya seperti diremas hebat saat mendengar ucapan Saga.

"Lo? Sadar diri! Berkacalah!" sentak Saga sambil berlalu, usai menepis kotak coklat yang disodorkan oleh Intan. "Gue enggak sudi berpacaran dengan gadis jelek kayak lo, dekil dan ... ah sudahlah! Jangan pernah muncul di hadapan gue lagi!" Saga berlalu pergi dari hadapan Naschye yang mencoba menahan air matanya.

*

"Aku … menyukaimu," ucap pria berkacamata yang ada di hadapan gadis berparas ayu yang tengah membetulkan dandanannya.

Gadis itu menoleh, usai memoles sempurna wajahnya. Bahkan matanya berhiaskan lensa almond menutupi warna coklat pekat di maniknya. Bibirnya sudah teroles sempurna lipstik nude yang menambah kesan kelembutan di wajahnya.

Dia tersenyum, mendekati pria yang tengah menatapnya penuh harap. Lantas langkah kakinya semakin dekat dengan tatapan seductive yang bisa mengalihkan pandangan mata para lelaki menjadi gugup seketika dengan tegukan salivanya kasar. Seperti saat ini.

Cowok yang terkenal sebagai mahasiswa famous itu bahkan memundurkan langkahnya. Dia benar-benar baru kali ini menghadapi gadis yang bahkan terbilang berani.

Dia bahkan tersudutkan bak kelinci kecil yang tengah bersiap menjadi mangsa harimau.

Syuut!

Tangan gadis itu terulur, menyangga tubuhnya yang semakin condong. Lantas tangan lainnya terjulur juga ke tembok dan membuat cowok itu terkurung.

Dia berpikiran ke mana-mana, usai dirinya mendapatkan satu dari sekian banyak yang diimpikannya. Bagaimana gadis itu berani bertindak menggoda sampai membut cowok itu terdiam.

"Jadi, kau menyukaiku Steph?" tanyanya dengan mengeluarkan suara mendesah.

Mambuat cowok itu mengangguk gugup. Dia bahkan yang biasa menaklukan para gadis-gadis di kampus, sekarang malah dirinya yang tengah ditaklukan.

"Begitu ya?" Mata gadis itu menatap semakin menggoda, tak sedikit pun memejamkan matanya dan wajahnya semakin condong. Maniknya mengarah pada bibir cowok itu yang masih terkatup.

Grep!

Tangan cowok itu sudah menyangga pinggang rampingnya.

"Aku tak masalah jika kamu ingin bermain denganku. Bagaimana kalau …."

Tubuh gadis itu berputar cepat, melepaskan tangan yang menyentuh pinggangnya. Dia berjalan menjauh, melambaikan tangannya.

"Aku sedang tak berniat untuk berpacaran, Stephan. Carilah gadis lain saja. Dah …."

Cowok itu berdiri menegakkan punggungnya, membetulkan posisi berdirinya lantas terkekeh melihat punggung yang semakin mengecil. Bisa-bisanya dia dipermainkan oleh Naschye, si primadona kampus yang tengah mengejar gelar double degree itu?

Naschye menatap pongah sekelilingnya, dia mengembangkan senyuman kebanggaannya. 22 tahun adalah di mana dia harus berjuang mendapatkan gelarnya saat ini. Dunia perkuliahan yang sudah dia lakoni benar-benar tak seburuk dunia sekolahnya dulu.

Gadis itu mengembuskan napasnya pelan sebelum tangannya mengetuk pintu yang tertutup.

Tok! Tok! Tok!

Dia lantas memasuki ruangan dosen yang mengampu salah satu mata kuliahnya saat ini.

Gadis itu berdiri di depan meja, menatap dosen muda yang masih fokus dengan laptopnya. Tak membiarkan kehadiran orang lain menyela kegiatannya.

"Pak Adam?" panggil Naschye pelan sambil membetulkan tatanan rambutnya.

Pria itu mengangkat pandangannya, menatap tajam pada gadis yang sudah berani mengeluarkan suara itu.

"Oh, kamu?"

Naschye mengangguk, menampilkan senyuman terbaiknya saat ini. Dia harus bersikap ramah pada pria dingin yang tengah menatapnya itu.