webnovel

Janji iii

Langkah Awal Blash iii

***

Blash tertawa mengejek, dia sengaja membiarkan Dwi lepas karena masih ingin bermain-main sekaligus mengetes kemampuannya. Jika Blash mau, dia bisa menjerat dan langsung menangkapnya saat itu juga. Gumpalan itu beriak lagi, kemudian memecah menjadi lima bagian dan menyebar.

<"Sekarang Giliranku.">

Dwi segera menghindari gumpalan yang mendekatinya, firasatnya jika terlalu dekat bisa berakibat buruk. Dan benar, gumpalan itu meruncing tepat sesaat setelah Dwi menghindar, terlambat sedikit saja dia bisa terluka.

Blash mengakui gerakan reflek Dwi cukup baik, dia semakin senang saat mengetahui bila calon tubuhnya dilatih dengan baik, setidaknya dia tidak akan terasa kaku saat digerakkan. Blash tidak perlu membiasakan tubuh itu, cukup memolesnya saja. Gumpalan lain ikut bergerak, Dwi berusaha menghindar sebaik mungkin. Sayangnya dia masih saja tergores, ditambah semakin lama semakin cepat gerakannya serta semakin banyak duri yang muncul.

"Bagaimana ini?" gumamnya panik, nafasnya mulai memendek tanda kelelahan.

Merasa terpojok, Dwi mengalirkan energi lebih banyak, kali ini dia gunakan untuk menyelimuti sekujur tubuhnya. Dia melakukan kemampuan Enchant pada dirinya sendiri, membalut objek untuk meningkatkan pertahanan dan serangan.

Blash terkejut melihatnya, bocah itu bisa menggunakan kemampuan itu meski masih rendah, tapi itu cukup baginya. Setidaknya kemampuan kontrol bocah itu tidak terlalu buruk, dia tidak perlu mengasah tubuh itu lebih lagi. Namun, kemampuan Dwi menjadi tantangan bagi Blash saat ingin mengambil alih.

Dwi sekarang tidak hanya menghindar, dia berusaha bertahan sebisanya. Menangkis, menahan, dan membelokkan arah serangannya. Anehnya gerakan Blash seolah melambat, merasa ada yang aneh Dwi berusaha menjaga jarak.

Sialnya dari sana satu gumpalan menunggunya, terpaksa Dwi berputar ke samping. Sayang Blash sudah menduga Dwi akan mengelak.

Dwi menghindar dengan menunduk kemudian berguling, tepat ditempat Dwi berguling sudah menunggu gumpalan Blash. Dari atasnya muncul duri, beruntung dia sempat menahan dengan menyilangkan kedua tangannya.

Rupanya kemampuan Dwi tidak cukup, ditambah kondisinya yang sudah lelah. Energinya tidak sanggup menahan benda runcing itu, hasilnya kedua lengan Dwi tertusuk dan berlubang. Beruntung benda itu tidak menembus hingga dadanya, ujungnya berhenti tepat setelah menembus lengan Dwi.

Argh....

Dwi berteriak kesakitan karenanya, Blash pun tertawa lepas.

Seakan tidak puas, Blash menggerakkan Empat gumpalan lain ke kaki dan tangan Dwi. Masing-masing menyelubungi telapak tangannya dan menusuknya, Dwi berteriak semakin kencang.

Bola yang tadi menusuk kedua lengannya bergejolak kemudian menjauh, Blash terbentuk tidak jauh dari Dwi yang terbang kesakitan.

<"Bagaimana Rasanya Bocah?">

Dwi melotot ke arah Blash, sekarang dia benar-benar membenci makhluk itu. Kelakuannya terlalu kejam, bagaimana mungkin dia melukai tubuh Shikai, katanya ingin dikendalikan. Bukankah jika tubuh itu rusak, sama saja tidak berguna. Ingin sekali dia memaki Blash, rasa sakit di tangan dan kakinya membuatnya menahan nyeri.

Blash terlihat begitu menikmati pemandangan di depannya, Dwi yang berteriak kesakitan ditambah tatapan penuh kebencian itu sungguh menggiurkan baginya. Sangat disayangkan dia merusak aset berharganya, melukai calon tubuh inangnya.

Namun, itu semua tidak penting baginya, lagipula dia bisa meregenerasi bagian itu. Selama luka itu tidak fatal, tidak sulit untuknya memperbaikinya. Blash merasa waktu bermainnya sudah habis, lagi pula Dwi tidak bisa melawan. Bocah itu hanya bisa meronta kesakitan, lebih baik dia segera mengambil alih tubuh itu.

Dwi sudah mulai tenang, dia bisa menahan rasa sakit di kedua tangan dan kakinya. Sepertinya itu baru permulaan, Blash berdiri di samping Dwi dengan tatapan haus darah. Gumpalan di tangan dan kakinya tiba-tiba bergejolak, merambat perlahan ke tubuhnya. Hanya rasa dingin yang menyebar ke seluruh tubuh.

Seketika Dwi merasa sakit teramat, rasanya seperti ditusuk dan disayat bersamaan dengan timah panas. Ujung runcing merembes dan masuk ke rongga luka Dwi, memaksa untuk memasuki sela-sela tubuhnya. Geliat lain juga mengikuti, mencari setiap inci lubang yang ada di tubuh Dwi.

Mulut, mata, hidung, telinga, hingga lubang dubur turut dimasuki. Terlebih luka yang ada di tubuhnya tak luput dari benda itu. Senyum kemenangan terukir di wajah Blash, dia bisa merasakan begitu indahnya tubuh itu. Setiap sel yang sudah dia rasuki bisa ia kendalikan, bahkan informasi detail mampu dia dapat. Begitu bahagianya Blash hingga tertawa lantang.

Pandangan Dwi mulai kabur, sekujur tubuhnya mati rasa, tidak tahu harus merasakan apa. Begitu banyak rasa sakit yang dia terima sampai-sampai tidak bisa merasakan apapun, "Hanya sampai di sinikah, batasku."

Perlahan kesadarannya mulai hilang, memori dalam kepala Dwi diputar dalam benaknya. Teringat janji yang sudah dia buat, kali ini dia tidak bisa menepatinya. Dwi hanya dapat berharap sahabatnya akan berusaha menyelamatkannya, seperti janji mereka. Padahal dia juga harus bertahan, sekuat tenaga Dwi mencoba mengumpulkan sisa tenaga yang ada. Jari tangannya mulai dia rasakan, meski terasa sakit yang teramat, baginya ini tidak ada bandingannya bila harus berpisah dengan sahabatnya.

Dwi berusaha menggerakkan tangan dan kakinya, dia berusaha untuk berdiri. Walau gagal lalu berakhir duduk bertumpu lutut, kedua tangannya mengepal erat bertumpu lantai.

"Kamu berencana mengambil alih tubuhku, bukan? Tidak akan kubiarkan semudah itu!" teriaknya menantang.

Blash sempat terkejut saat melihat Dwi bangkit, tidak lama dia kembali tertawa.

<"Kamu Anak Yang Keras Kepala Juga Rupanya.">

Blash menerima tantangan Dwi, tapi bukan berarti dia menghentikan proses pengambilan alih, melainkan mempercepatnya.

Gejolak asap hitam bergerak semakin cepat, kali ini tanpa belas ampun. Dwi berteriak semakin kencang, rasa sakitnya puluhan kali lipat dari sebelumnya hingga tumpuan pada tangannya hampir lepas.

Bukan Dwi jika dia tidak bisa bertahan, dia sudah bertekad untuk berjuang keras. Keinginannya begitu kuat untuk tidak berhenti di sini, dia tidak ingin menyerah. Rasa sakit di tubuh Dwi tiba-tiba menghilang seakan terjadi keajaiban, gejolak energi di tubuhnya berhenti bahkan sekarang begitu tenang. Dwi juga merasakan energinya kembali.

Blash terkejut ketika kendali pada Dark Power di tubuh Dwi terputus, dia melihat energi itu menyelubungi bocah itu. Dia tidak menyangka Dwi bisa mengendalikan Dark Power sebanyak itu.

Nyatanya Dwi tidak mengendalikan semuanya, dia hanya mengontrol yang ada di dasar, itu pun hanya sementara. Alam bawah sadarnya yang membuat U-Watch mengabulkan keinginannya, walau hanya sebentar setidaknya berguna.

Tidak ingin membuang-buang kesempatan yang ada, Dwi berdiri perlahan. Dwi mengontrol energi sebanyak yang dia bisa, asap hitam mengalir perlahan ke telapak tangannya. Dwi bertaruh untuk serangan ini, dia hanya memiliki satu kesempatan. Dia tahu staminanya tidak bisa bertahan lebih lama, berhasil tidaknya serangan ini menentukan nasibnya ke depan. Berakhir dalam kendali Blash atau berhasil menaklukkannya.

"Aku tidak ingin kalah!" teriaknya.

Dark Power terkumpul di tangan kanan Dwi, dia berdiri lalu bersiap untuk memukul. Blash menahan dengan santainya, energi serupa berkumpul di tangan kanannya, lalu ia tangkap tangan Dwi untuk menahan lajunya. Dwi berusaha keras untuk mendorong tangan itu, sayangnya energinya tidak cukup. Hanya bermodalkan tekad Dwi berusaha memperkuat pukulannya.

Namun, itu semua tidak berarti di depan Blash, butuh kerja keras dan banyak waktu untuk berusaha agar mengalahkannya. Hits yang sebaya dengan Blash saja kewalahan, lantas bagaimana mungkin bocah tanpa pengalaman bisa mengalahkannya? Senyum kemenangan terukir jelas di wajah Blash, meski tidak kentara warna bibir dan tubuhnya, tapi dapat dipastikan bila ia tersenyum. Hanya tinggal menunggu waktu sampai Dwi kehabisan tenaga dan tumbang.

Sekuat tenaga Dwi mendorong tangannya, sayangnya seolah tiada hasil. Ternyata modal tekad saja tidak cukup untuk melawan Blash, setidaknya perlu pengalaman keahlian dan kemampuan yang sama. Sementara, perbedaan keduanya begitu jelas bagai langit dan bumi. Meski begitu Dwi tidak ingin menyerah begitu saja, dia tidak ingin mengkhianati janjinya.

Energi gelap di sekitar Dwi merayap ke tangan kanannya, bahkan ada yang keluar dari lubang di tubuhnya, sepertinya itu energi yang sebelumnya merasuki tubuhnya. Blash cukup terkejut saat kendalinya lepas tiba-tiba, energi yang menyelimuti telapak tangannya mengalir begitu saja tanpa kehendaknya. Hasilnya telapak tangan Blash hancur bahkan melebur.

Pukulan Dwi masih berlanjut hingga mengenai perut kanan Blash, lalu meluap dan meledak. Blash berteriak kesakitan dengan wajah terkejut, tubuh bagian kanannya melebur menjadi gumpalan asap.

Dwi sendiri bertaruh pada pukulan ini, segenap tenaga dia kerahkan hingga tubuhnya lemas.

Setidaknya dia merasa lega telah berhasil melukai Blash, semburat senyum terlukis di wajah lelahnya.

Kesadarannya perlahan mulai menghilang, wajah hitam Blash yang terkejut seketika tersenyum keji.

<"Kupikir Aku Akan Mati!">

Blash merubah tangan kirinya menjadi runcing, kemudian dia hujamkan ke arah Dwi, lehernya seketika tembus.

<"Tadi Itu Cukup Berbahaya, Aku Sampai Terkejut.">

Tubuh Dwi tumbang, sekujur tubuhnya mati rasa hanya tersisa setengah kesadarannya.

Duri hitam masih tertanam di lehernya sebagai ganti Blash tidak berlengan.

Sayup-sayup Dwi mendengar tawa Blash sebelum kesadarannya menghilang. Makhluk itu mendekat perlahan, lalu tubuhnya tumbuh kembali digantikan ukurannya yang menyusut. Tiba tiba saja dia terdiam memegang dada lalu terbatuk, cairan hitam kental terciprat mengenai tubuh Dwi, sepertinya Blash terluka.

<"Tidak Mungkin!"> Blash mengumpat kesal, dia tidak menduga bisa terluka oleh serangan itu.

Baginya pukulan Dwi tidak sebanding dengan Hits waktu itu, tapi mengapa bisa melukai tubuhnya, terlebih mengenai organ dalamnya. Mungkin saja karena kesamaan energi mereka, bukan luka fisik yang diterima melainkan luka psikis.

Blash tidak mengira ia salah perhitungan, Dwi yang dianggap lemah bisa melukainya. Blash terlalu meremehkan Shikai, setelah ini dia tidak akan meremehkan Shikai lagi, termasuk Shikai Hits nantinya.

Dwi sedikit lega di sisa kesadarannya, dia merasa senang bisa berguna walau hanya sedikit. Setidaknya dia sudah berusaha semampunya, sisanya dia serahkan pada Edi. Perjuangan Dwi akan berakhir di sini, entah kapan dia bisa lepas dari Blash. Dia hanya bisa berharap pada sahabatnya untuk menyelamatkannya, dan juga meminta maaf tidak bisa menepati janjinya lebih lama lagi.

Dwi merasakan sekujur tubuhnya nyeri, rasa sakit melebihi sakit yang sebelumnya. Kali ini Blash ikut melebur dan merayap memasuki tubuh Dwi, setiap inci celah di tubuhnya tidak luput. Darah mengalir dari sela-sela tubuhnya, ingin dia berteriak namun tidak sanggup, suaranya tertahan hanya menyisakan jiwa yang kesakitan. Perlahan tubuh itu lepas dari kendalinya, sisa-sisa kesadaran membawa jiwanya kebagian terdalam.

"Maafkan aku...." lirihnya.

Tubuhnya dipaksa untuk meninggalkan jiwa malang itu, jiwa yang terseret ke dalam lubang gelap digantikan oleh kegelapan itu sendiri. Kini tubuh itu hanyalah boneka tak bernyawa, kendali dari jiwa lain segera bersemayam di sana.

Setelah energi gelap terserap semua, tubuh itu terdiam. Kelopak matanya terbuka memperlihatkan bola mata hitam legam, dia tersenyum sumringah lalu tertawa lantang. Luka berlubang sebelumnya berasap kemudian sembuh total tanpa bekas, Blash berdiri dengan tubuh baru itu. Dia amati setiap lekuk tubuhnya, begitu indah dan menakjubkan.

<"Akhirnya... Akhirnya....">

Kenangan memori lama pemilik jiwa sebelumnya berputar, dia termenung sejenak lalu tersenyum kembali. Bersiap untuk menjalani kehidupan baru, merubah arus waktu yang ada. Takdir menyimpang bergerak mengiringi mereka yang terlibat.

***