Keheningan mendominasi suasana kamar Gu Changdi tempat Lin Xiang terbaring lemah. Gu Changdi mengamati sosok pria berkacamata yang sedang memeriksa kondisi gadis itu.
Su Huangli berdiri di samping Gu Changdi. Ikut menunggu hasil pemeriksaan Lin Xiang. Ia langsung datang ke mansion Gu setelah menerima telepon dari Gu Changdi.
"Kakak, bagaimana kondisinya?" tanya Gu Changdi tidak sabar.
Pria berkacamata itu melepas stetoskopnya. "Dia kelelahan. Apalagi perutnya kosong sehingga dia kurang asupan untuk tenaga."
Gu Changdi mendengarkan dengan seksama penjelasan yang disampaikan Tan Guxian, dokter pribadi keluarga Gu.
"Bagaimana bisa kalian mengabaikan luka-lukanya?" Tan Guxian menatap marah. "Tidak heran dia sekarang terkena demam tinggi. Ada beberapa luka yang terbuka dibiarkan begitu saja."
Su Rongyuan sedikit tersinggung dengan tudingan Tan Guxiang. "Itu—"
"Maaf. Ini kesalahanku, Kak," sela Gu Changdi memotong ucapan Su Rongyuan. Ia melirik ibunya dan memberi isyarat agar mereka mengikuti saja perkataan Tan Guxian.
"Aku akan memberinya obat penurun demam, vitamin, dan resep obat untuk luka-lukanya. Kalau kau ingin melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sebaiknya bawa dia ke rumah sakit," ucap Tan Guxian.
"Aku mengerti. Terima kasih atas bantuanmu, Kak."
Tan Guxian tersenyum tipis, kemudian menatap sekilas ke arah Lin Xiang. Ini pertama kalinya dia melihat ada seorang gadis di mansion Gu. Belum lagi gadis itu langsung menempati kamar Gu Changdi.
"Kalau begitu, aku pamit." Tan Guxian membungkuk sopan, kemudian berjalan keluar dari kamar. Ia diantar salah satu pelayan yang sedari tadi bersiaga di kamar Gu Changdi.
"Kakak." Gu Changdi beralih memanggil Su Huangli. Ia melihat wajah kakak sepupunya itu menyiratkan rasa penyesalan yang mendalam.
"Seandainya kau memberitahuku lebih awal, dia tidak akan terlihat menyedihkan seperti sekarang," ucap Gu Changdi dingin.
Su Huangli menunduk. Ia sadar atas kesalahan yang diperbuat. Su Rongyuan yang mendengarkan obrolan keponakan dan putranya itu semakin bingung.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Su Rongyuan menatap Su Huangli dengan tatapan menuntut."Huangli, apa kau mengetahui sesuatu tentang gadis ini?"
Su Huangli mengangguk lemah. "Maafkan aku, Bibi. Aku belum bisa menceritakan sekarang. Aku harus pergi untuk mengurus sesuatu."
Su Rongyuan hendak membuka mulutnya, tetapi Su Huangli sudah berjalan keluar dari kamar Gu Changdi. Menyisakan keheningan di sekitar mereka. Su Rongyuan beralih memperhatikan Gu Changdi. Putranya itu tetap fokus memandangi Lin Xiang tanpa berkedip sedetik pun.
"Changdi ...."
Gu Changdi hanya menatap sekilas pada ibunya. "Kak Huangli sedang kusuruh membasmi tikus-tikus kecil, Bu."
Su Rongyuan mengerutkan dahinya, membuat Gu Changdi menarik napas panjang lalu beralih menggenggam tangannya.
"Simpan dulu pertanyaanmu, Ibu. Nanti aku akan menceritakan semuanya. Aku janji," Gu Changdi kembali melirik Lin Xiang. "Sekarang aku hanya ingin fokus merawatnya."
Su Rongyuan terdiam. Ia tidak bertanya lagi dan membiarkan Gu Changdi dengan keinginannya sendiri.
Sekarang Su Rongyuan bisa bernapas lega. Gu Changdi sudah menemukan seseorang yang bisa membuatnya tampak lebih manusiawi di hadapan orang lain.
***
"Eungh~"
Mata Lin Xiang mengerjap lembut. Napasnya tidak beraturan ditambah suhu tubuhnya yang masih cukup panas. Ia mulai membuka mata hingga menyadari dirinya sudah berada di kamar yang terasa asing.
Lin Xiang memaksakan diri untuk bangun, tetapi rasa pusing di kepala membuatnya kembali terbaring.
CKLEK!
Pintu kamar tiba-tiba dibuka. Lin Xiang menoleh lemas sampai matanya bertemu dengan sepasang mata yang sangat cantik.
"Kau sudah bangun." Su Rongyuan datang membawa nampan yang berisi semangkuk bubur dan segelas air putih. Ia meletakkan nampan di atas nakas, kemudian duduk di samping Lin Xiang. Tangannya menyentuh kening Lin Xiang untuk memeriksa suhu tubuh gadis itu.
"Demammu masih tinggi, tapi syukurlah kau sudah sadar." Su Rongyuan tersenyum lega. "Makan bubur ini. Setelah itu minum obat penurun demam."
Lin Xiang tidak tahu harus berkata apa. Menurutnya Su Rongyuan terlalu banyak bicara sampai tidak memberikan kesempatan untuk bertanya.
"Lin Xiang ...."
Suara lain membuat kedua orang itu menoleh. Dibandingkan Su Rongyuan, Lin Xiang yang paling kaget saat melihat kedatangan Gu Changdi.
"Dia baru saja bangun," ucap Su Rongyuan seolah menjawab pertanyaan yang ada di kepala Gu Changdi.
Pria itu mengangguk, kemudian tersenyum penuh kelegaan. "Tinggalkan kami, Bu. Biar aku yang merawatnya."
"Baiklah. Panggil Ibu jika kau membutuhkan sesuatu." Su Rongyuan tersenyum ke arah Lin Xiang. "Beristirahatlah."
Gu Changdi menatap Lin Xiang lamat-lamat, kemudian menyamankan posisinya di samping gadis itu. Ia sedikit mengangkat tubuh Lin Xiang, lalu tangannya meraih gelas minuman yang ada di atas nakas.
"Minum pelan-pelan ...."
Lin Xiang menuruti ucapan Gu Changdi. Ia bernapas lega setelah meminum air putih yang dibawakan Su Rongyuan.
"Sekarang makan bubur ini, baru minum obat," kata Gu Changdi.
"Ini di mana?" tanya Lin Xiang dengan suara serak.
"Ini kamarku. Sekarang kau berada di mansion keluargaku," jawab Gu Changdi tanpa menoleh ke arah Lin Xiang. Ia tetap fokus mengambil semangkuk bubur yang dibawa Su Rongyuan.
"Aku mau pulang ...."
Rahang Gu Changdi seketika mengeras. Wajah yang semula tenang kini terlihat memendam emosi.
"Kau tidak akan pulang ke mana-mana." Gu Changdi meletakkan kembali mangkuk bubur dengan kasar. "Mulai sekarang, kau akan tinggal di sini!"
Mata Lin Xiang membulat sempurna. Di tengah demam yang dia rasakan, pikirannya masih waras. Ia jelas tidak mengerti kenapa Gu Changdi dengan seenaknya mengambil keputusan seperti itu.
Lin Xiang mengeluarkan emosinya di tengah tenaga yang masih tersisa. "Kau siapa? Atas dasar apa kau menyuruhku tinggal di sini?"
Gu Changdi terdiam, setelahnya tersenyum menyeringai. Ia mendekatkan wajahnya pada Lin Xiang hingga mata gadis itu kembali membelalak lebar.
"Kau ingin tahu siapa aku?" Gu Changdi menyeringai. "Baiklah, aku akan memberitahumu."
Lin Xiang berjengkit kaget merasakan tangan Gu Changdi membelai lembut pipinya. Ia merasakan hawa di sekitarnya terasa panas. Lin Xiang menduga suhu tubuhnya kembali naik karena perlakuan pria itu.
"Tunggu!" Lin Xiang sedikit mendorong tubuh Gu Changdi. "Jangan terlalu dekat."
Melihat wajah Lin Xiang yang merah padam, Gu Changdi menyentuh dahi gadis itu. "Apa suhu tubuhmu naik lagi?"
Mata Lin Xiang sontak melotot mengetahui tindakan yang dilakukan Gu Changdi. Ia buru-buru menurunkan tangan pria ini dari dahinya. "Tidak."
"Tapi wajahmu memerah," kata Gu Changdi ragu.
Lin Xiang mendengus dalam hati. 'Memangnya siapa yang membuat wajahku seperti ini?'
"Aku tidak apa-apa." Lin Xiang menatap kesal ke arah Gu Changdi. "Cepat beritahu identitasmu!"
Menyadari sikap tidak sabar Lin Xiang, Gu Changdi tidak dapat menahan tawanya. Ia kembali memasang seringaian kecil di sudut bibirnya. "Namaku Gu Changdi."
Lin Xiang mengerjapkan matanya. "Gu Changdi?"
Pria itu mengangguk. Tanpa memberi kesempatan Lin Xiang untuk bertanya, Gu Changdi dengan seenaknya mencium bibir gadis itu.
"Aku adalah calon suamimu."
TO BE CONTINUED