Richard memandang takjub Risa yang nampak pulas di atas kasur dengan pakaian kerja lengkap.
Ia sungguh tak percaya pada dirinya sendiri, bagaimana mungkin Ia meninggalkan pekerjaannya hanya untuk melihat seseorang yang tidur dengan nyenyak dan tak sedikitpun terlihat sakit.
"Aku pasti sudah gila" gumam Richard.
Tentu saja Richard sudah gila, untuk apa Ia cepat-cepat ke Indonesia hanya untuk seorang wanita. Jika Ia khawatir Ia bisa menyuruh orang lain untuk melihat Risa. Richard menggelengkan kepalanya dan tersenyum miris.
Kenapa Ia harus datang ke tempat itu? Ia tidak mungkin jatuh cinta dengan wanita seperti Risa. Lagi pula Ia sendiri tak percaya apa itu Cinta. Hanya ada satu alasan mengapa Ia tetap datang kesana dan meninggalkan project pentingnya ya itu karna Ia gila.
Richard melihat ponsel Risa yang tergeletak di lantai lalu mengambilnya. Ia membuka ponsel Risa dan merasa aneh saat melihat foto Risa sendiri yang menjadi wallpaper.
"Sejak kapan dia menyukai wajahnya sendiri..?"
"Dia tidak mengunci ponselnya? Ada apa dengannya?"
Richard meletakan ponsel Risa di nakas samping kasur.
"Risa bangun.." panggil Richard
Yang di panggil masih nampak tidur pulas tak terusik sedikit pun.
"Risa..."
Mendapati Risa yang tetap bergeming Richard pun membungkuk dan menggerak-gerakan tubuh Risa.
"Risa.."
Perlahan kesadaran Risa mulai kembali, Ia menyipitkan matanya melihat siapa yang membangunkannya.
"Risa..bangun Risa.. ganti dulu pakaian mu" ucap Richard lagi.
Risa yang telah sadar siapa pria yang membangunkannya itu pun melonjak kaget. Ia duduk menjauh begitu saja, lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Mau apa kamu?"
Richard melongo mendapati reaksi kekasihnya yang seperti itu.
"Ka..ka..mu ngapain disini? Udah ..udah aku bilang kan jangan macam-macam dengan ku!"
Richard semakin takjub saja. Bahkan Ia tak bisa mengucapkan apapun karna terlalu terkejut dengan respon Risa.
Ia datang dengan cepat dari singapur ke Indonesia dan reaksi Risa layaknya dia adalah seorang penjahat.
"Kenapa diem?"tanya Risa
"Lalu aku harus jawab apa? Aku datang dari singapur ke Indonesia karna kamu meminta ku dan bilang kalau kamu sakit. Dan kamu merespon ku layaknya penjahat yang ingin mengambil ke untungan dengan mu!"
Risa yang sedikit merasa tak enak pun mulai menurunkan tangannya. Sebenarnya jika di ingat lagi, Richard benar. Bahwa apa yang Richard lakukan pada Risa adalah persetujuan antara Richard juga Risa. Hanya saja Ia tetap tidak bisa menerima itu.
Lagi pula kata Esme ini adalah tubuhnya sekarang. Ia punya hak penuh ingin melakukan apa dengan tubuhnya.
"A..aku tidak meminta mu datang" ucap Risa lugu. Ia tidak berbohong ataupun memberikan alasan. Ia memang tidak meminta Richard untuk datang. Ia hanya mengirim pesan kepada Richard kalau dirinya sakit.
"Excusme?"
Risa menganggukan kepalanya. "Aku memang tidak meminta mu datang"
Richard dengan kesal mengeluarkan ponselnya dan membaca pesan Risa lagi. Sekali lagi Richard terhenyak oleh dirinya sendiri. Risa benar,Risa tak meminta dirinya datang. Lalu mengapa Ia cepat-cepat datang seperti ini?
Richard tertawa miris, Ia tak tau lagi harus melakukan apa.
"Aku memang sudah benar..benar..benar..benar gila, karna datang kesini dan meninggalkan pekerjaan ku" ucap Richard penuh penekanan dan meninggalkan Risa.
Dengan cepat risa turun dari kasurnya dan mencegat langkah Richard.
"Apa? Apa lagi?"
"Ehmmm...emm..itu..emm.."
Richard menghela napasnya kesal lalu melanjutkan langkahnya meninggalkan Risa.
"Terimakasih sudah datang dan aku senang kamu datang" ucap Risa dengan cepat dalam satu tarikan napas dan juga memejamkan matanya.
Seketika saja Richard menghentikan langkahnya. Ia membalik tubuhnya dan menatap Risa yang kini memejamkan matanya.
Tak ada sautan apapun dari Richard yang membuat Risa perlahan membuka matanya.
"Siapa sih kamu?"
Risa menggigit bibirnya, antara takut dan juga bingung.
"Kamu sedang mempermainkan ku?"
Risa menggeleng pelan dan Richard terus menatap Risa mencoba membaca pikiran atau maksud dari tingkah Risa. Dan anehnya Richard tak mendapatkan apapun. Tidak seperti biasanya, Ia selalu bisa menebak rencana apa yang orang lain ingin lakukan padanya.
"Terserah kau saja" ucap Richard dan akan meninggalkan Risa lagi, namun Risa menahan ujung lengan jas Richard. Risa sendiri tak tau keberanian dari mana sampai Ia bisa melakukan itu semua.
"Apa?"
"Kamu..belum makan kan?" Tanya Risa
"Lalu?"
"Euhm.. bagaimana kalau aku buatkan makan malam. Sebagai ucapan terimakasih dan permintaan maaf ku" ucap Risa
Richard mengerutkan keningnya, Ia tak mengerti lagi harus berekspresi seperti apa.
"Kamu ingin meracuni ku?"
"Isshh! Aku hanya ingin melakukan sesuatu untuk mu"
"Kalau aku mati sekarang, kamu tidak akan mendapatkan apapun. Jadi kalau niat mu ingin meracuni ku lebih baik batalkan"
Risa mencubit lengan Richard cukup kencang.
"Ahh..sakit"
"Aku emang sebel sama kamu.. tapi tidak sampai membuat ku ingin membunuh pacar ku sendiri!"
Richard masih mengusap tangannya yang terasa perih.
"Jadi mau ngga?"
"Yaudah sana..sana"
Risa tersenyum senang, dan menganggukan kepalanya.
"Aku akan ke bawah sebentar untuk belanja, kamu bisa bersihkan dirimu dulu." Ucap Risa dan meninggalkan Richard.
Risa sudah keluar dari kamar namun kembali lagi.
"Apa lagi?"
"Ponsel dan dompet ku tertinggal" jawab risa dan mengambil dompet juga ponsel.
"Ah ya... Setelah mandi berpakaian yang sopan. Oke? Daaahhh.." ucap Risa riang dengan melambaikan tangannya Ia pun pergi.
"Apa seperti itu yang di bilang sakit?" .
...
...
Beruntunglah di dekat apartemen Risa terdapat sebuah mini market yang cukup lengkap sehingga ia bisa membeli beberapa kebutuhan untuk memasak. Sesekali Ia mengusap perutnya yang masih tak nyaman meski tak sesakit tadi. Ia sudau tau sekarang sakit perutnya di karena kan porsi makannya yang sangat berbeda dengan Risa.
Setelah di rasa cukup, Risa pun kembali ke apartemennya. Ini pertama kalinya Ia menggunakan dapur mewah itu dan memasak untuk orang yang special.
Hanya ada dua pria yang pernah ia masakan sesuatu, ayahnya dan juga Denis. Siapa menyangka pada akhirnya Ia bisa memasak untuk kekasihnya.
Risa mencoba menahan senyumnya sendiri. Ia memang belum mencintai Richard, tetapi wanita mana yang tidak bahagia jika tiba-tiba saja memiliki pacar setampan dan sehebat Risa.
"Aku makin curiga kalau..."
"Aow.."
Richard reflek mendekat kepada Risa dan mengambil tangan Risa yang teriris oleh pisau.
"Kamu mau masak apa bunuh diri hah?"
"Kamu yang ngagetin tau.." rajuk Risa.
Richard membersihkan jari Risa dengan air. Lalu mengamati seberapa dalam luka itu.
"Ini cukup dalam..ayo ke dokter"
Berbanding terbalik dengan Richard yang nampak serius, Risa justru kembali tersenyum senang. Oh sungguh ia sudah berusaha menahan senyumnya. Namun apa daya jika Ia terlalu bahagia.
"Heh, kamu tuh kenapa sih?"
"Emm..engga.. lucu aja. Kaya di film-film."
"What?"
Risa menarik tangannya dari Richard. "Ini cuma luka pisau ngga harus sampai ke dokter. Berlebihan.." ucap Risa yang berjalan menuju kotak obat yang tak jauh dari sana. Mengambil satu plaster dan memasangnya.
"Itu bisa berbekas"
"Lalu? Cuma di jari. Siapa juga yang mau liat" jawab Risa tak peduli.
"Udah sana.. makasih ya. Aku baru tau kamu bisa romantis juga" ucap Risa
Richard mengjentikan jarinya di kening Risa
"Ahh.." ucap risa namun dengan tersenyum.
"Ini juga kaya di film-film" lanjut Risa
"Risa!"
Risa tertawa geli melihat ekpresi Richard. "Iya..iya aku bercanda udah sana duduk.. " jawab Risa dan mendorong Richard.
...
...
...
Kurang lebih setengah jam Richard menunggu dan masakan Risa pun siap.
Risa memasak Capcay Baso, dengan telur dadar dan juga nasi hangat.
Richard belum membalik piringnya, Ia masih terus memandangi masakan Risa
"Demi Tuhan..ini engga aku racunin"
"Bukan gitu, sejak kapan kamu bisa masak?" Tanya Richard
"Euhm..udah lama. Ini keliatam sederhana banget sih masakannya. Tapi aku pastiin rasanya enak." Ucap Risa dengan penuh senyum dan mengambil piring Richard untuk Ia tuangkan nasi
"Segini cukup?" Tanya Risa
"Ah..cukup"
"Ehm..oke dikit juga makan mu" ucap Risa dan mengambilkan lauk juga sayur untuk Richard.
Ia juga tidak lupa menuangkan air minum untuk Richard sebelum Ia duduk.
"Cobain.."
Meski ragu Richard pun mulai memakannya.
"Gimana?"
"Kamu benar-benar masak ini?"
"Enak kan? Sudah aku bilang. Capcay itu masakan favorit ku" ucap Risa bangga.
Richard pun melanjutkan makannya sambil sesekali menatap Risa yang juga tak berhenti menatapnya dengan tersenyum.
"Kamu akan terus tersenyum seperti itu?" Tanya Richard
"Ehmmm..maaf ya. Aku cuma seneng aja bisa masak untuk pacar ku dan pacar ku suka. Hah..semenyenangkan ini ya rasanya"
"Sebenarnya apa yang kamu mau sekarang?"
Risa menggeleng, "emmm.. ini ucapan terimakasih ku. Aku tidak tau harus membalas mu seperti apa jadi ya aku hanya bisa membuatkan mu makanan."
"Terimakasih untuk?"
"Karna datang dan meninggalkan pekerjaan mu. Entah mengapa aku merasa menjadi orang yang penting." Ucap Risa dan tersenyum lagi. Bukan hanya bibir Risa yang tersenyum namun mata Risa juga tersenyum. Jelas sekali Bahwa Ia nampak bahagia.
"Ini pertama kalinya ada orang yang datang padaku tanpa aku minta secara langsung.. Aku pikir kamu tidak akan datang" lanjut Risa yang kini matanya sudah berkaca-kaca.
Richard menghentikan makannya dan menatap Risa.
"Kamu mau menangis?"
Risa menghapus air matanya yang sudah menetes di sudut matanya.
"Aku merasa senang sekali.."
"Dan kamu menangis karna senang?"
Risa mengangguk, "bukannya begitu?"
Richard mengedikan bahunya, "aku tidak pernah menangis dan setau ku kamu juga begitu" ucap Richard
"Aku menangis, cuma kamu aja yang ngga tau" ucap Risa
Richard kembali terdiam, suasana menjadi hening sesaat hingga Richard mengulurkan pirinya lagi.
"Tambahkan lagi"
Risa tersenyum semakin lebar dan mengambilkan makanan untuk Richard lagi. Ia sunggu bersyukur memiliki Richard saat ini. Sungguh Risa tak punya alasan untuk hidup sebagai monica.
***