Sarah memainkan jemari lentiknya menghiasi wajah Anggara, bibirnya tidak berhenti tersenyum lebar seakan-akan ia sedang menikmati mahakaryanya tersebut.
Jelas saja senyuman Sarah membuat cowok itu menjadi sangat penasaran, ia ingin segera melihat sendiri bagaimana rupanya setelah di dandanin oleh Sarah.
"Tunggu bentar ya! Udah mau siap kok ini." beritahu Sarah yang sudah paham ekspresi bosan Anggara, walaupun mau selama apapun ia mendandani Anggara tetap saja cowok itu takkan mengeluh bila berhadapan dengan Sarah.
"Pasti hasilnya bagus!" ucap Anggara penuh yakin.
"Kalau itu sih gak tahu, soalnya aku udah lama gak pernah pakai make up lagi."
"Tapi aku percaya kok, pasti hasilnya bagus." Anggara cuman bisa tersenyum cengengesan saja, hatinya mulai tak karuan saat ini seusai mendengarkan perkataan Sarah barusan.
Tetapi belum kelar Sarah mendandani Anggara, mendadak pintu kamar di buka oleh Tante Amel yang langsung meloncat kaget ketika Anggara mendongak kearahnya.
Tante amel tidak berkata apa-apa selain tersenyum saja, matanya mulai membesar seakan-akan ada sesuatu yang aneh saja pada Waja Anggara.
"Kamu apain Anggara nya , Rah?" tanya Tante Amel, disalah satu tangannya tengah memegang sebuah plastik berisikan obat milik Anggara.
"Ah, ini saya yang minta kok tante. Tadi saya sengaja minta Sarah buat dandanin saya."
Tante amel hanya mengangguk saja, lalu menyerahkan plastik obat itu pada Anggara.
"Emangnya berantakan ya ma?" tanya Sarah.
"Bagus kok, cukup estetika." puji Tante Amel yang lebih terkesan terpaksa berbohong, lalu ia mengalihkan pandangannya kearah Anggara.
"Nak, kamu makan malam disini aja ya biar sekalian minta obat setelah makan malam. Kalau untuk bersih-bersihnya kamu bisa pakai baju punya papanya Sarah aja." jelas Tante Amel seraya menepuk pelan bahu Anggara.
Anggara cuman bisa menyetujuinya saja, ia juga tidak punya alasan kuat untuk segera balik kerumah dan rasanya rumah Sarah jauh lebih nyaman daripada harus melihat kakek dan Anggi yang terasa memuakkan baginya.
Belum lagi mama jennie dan Papa Kai yang selalu saja merasa takut pada kakek, sampai segala bentuk keputusan saja kerap mengikuti perkataan kakek.
"Yaudah kalau gitu tante tinggal ya, nanti mukanya dibersihkan sampai bersih." ucap Tante Amel yang lebih seperti memberikan kode pada Anggara.
Anggara yang saat ini sudah berpikiran negatif saja cuman bisa pasrah, ia agak sedikit menyesal telah mempersilahkan Sarah mendandani wajahnya.
Hingga sebuah panggilan dari nomor misterius membuat Anggara terpaksa menghentikan Sarah untuk sejenak.
"Bentar ya rah, ada telepon nih." Sarah hanya mengangguk saja, lalu Anggara langsung berdiri dan mengangkat telepon itu dengan penuh penasaran.
Wajah penasarannya langsung buyar saat ia menyadari kalau panggilan telepon itu adalah panggilan milik Bella, ia cukup heran bagaimana gadis itu bisa mengetahui nomornya padahal seingat Anggara kalau ini adalah nomor barunya yang masih bersifat privasi bagi teman sekelas kecuali bendahara.
"Loe ngapain nelpon gue? Dapat nomor gue dari Bendahara ya?" Anggara sedikit melirik kearah Sarah yang masih terpaku pada kotak make up.
"Iya dong Anggara, loe kan tahu aku gak bakal nyerah dapetin loe." suara semangat Bella yang sedikit memekakkan telinga Anggara sampai membuat cowok itu menjauhkan teleponnya.
"Terserah loe deh, tapi hari ini gue sibuk jadi gue matikan ya."
"Sibuk apa? Tunggu dulu, ada yang mau gus tanyakan sama loe."
"Apa?"
"Besok loe maunya lauk apa buat bekal?" tanya Bella yang sebenernya hanya ingin modus saja agar bisa mendapatkan telepon yang agak lama dengan Anggara.
"Terserah loe aja sih, apapun bakal gue syukurin kok. lagian nyokap loe juga yang masak jadi gak usah repot-repot sok nanyain begituan sama gue."
"Gue bisa aja sih masakin buat loe, asal loe mau jadi pacar gue."
"Gak deh, mendingan nyokap loe aja yang masakin. Lebih terjamin dan gak pakai syarat ribet kayak gitu." tolak mentah-mentah Anggara.
"Dasar cowok sok jua mahal." gumam Bella yang merasa gemas.
"Mmm.., ada yang mau disampaikan lagi gak? Gue matiin ya."
"Tapi kalau malam bisa telepon lagi gak?"
"Gak." tolak Anggara lagi, sambil memastikan kalau Sarah tidak sedang kebosanan.
Tetapi mau ditolak seperti apapun, Bella tidak akan sampai menyerah mendapatkan hati Anggara.
"Pokoknya bakal gue telepon loe lagi nanti malam, selamat sore Anggara dan jangan-" ucapnya dengan manja yang membuat Anggara merasa geli, tetapi belum sempat Bella menyelesaikan perkataannya tiba-tiba saja dengan cepat Anggara mematikan panggilan itu seraya tetap menjaga ekspresi wajahnya didepan Sarah.
"Udah siap teleponannya?" tanya Sarah, cowok itu cuman mengiyakan saja sebab ia juga bingung mau menjelaskan yang bagaimana terkait tentang Bella yang selalu mengejar-ngejarnya.
"Ini teman kelas kok, bukan siapa-siapa." ucap Anggara yang berusaha menegaskan kepada Sarah kalau ia tidak sedang pdkt dengan wanita lain.
Tetapi Sarah tidak mempersalahkan hal itu, bahkan ia enggan untuk membahasnya lagi dan malah mengalihkan topik obrolan kearah lain.
Sarah sengaja melakukan itu karena ia tidak ingin lebih jauh menghakimi Anggara, lagian kalaupun itu cewek juga bukanlah hak sarah buat melarang Anggara.
Saat ini satu-satunya cara yang bisa ia lakukan adalah mendapatkan hati Anggara sepenuhnya, bukan hanya raganya saja tetapi seluruhnya.
Ia tidak mau nantinya cincin ditangan Anggara hanya sebagai kepalsuan saja terhadap hubungan mereka, bahkan Anggara sendiri juga kerap merasa malu untuk mengenakan cincin itu diluar rumah Sarah.
Walau nantinya Anggara akan menikahi sarah setelah ia dinyatakan tamat SMA, dan kelak ia juga akan mengajak sarah untuk tinggal bersamanya keluar kota sembari tetap melanjutkan kuliah. Setidaknya itulah satu-satunya persyaratan yang diajukan ayahnya sarah saat melakukan rapat kekeluargaan dibawah tandatangan Pengacara masing-masing.
"Anggara,kayaknya muka kamu udah selesai deh. Kamu udah boleh lihat ke cermin sekarang!"
"Beneran nih? " Sarah mengangguk, tanpa ia sadari kalau perasaan Anggara sedang tak karuan saat ini.
Dan dalam hitungan detik saja, ia langsung tertawa pasrah melihat wajahnya yang sangat berantakan sampai membuatnya merasa geli sendiri.
"Maaf ya jelek, aku udah gak pandai makeup lagi sekarang."
"Gak masalah kok." Anggara tetap memperlihatkan senyuman manisnya pada Sarah.
"Tapi ada yang kurang sih." Sarah yang mulai terlihat nakal langsung menghampiri Anggara dan melepaskan bandana Anggara yang langsung digantikannya dengan pita pink diatas rambut Anggara.
"Kalau gini kan kamu jadi manis." ledek Sarah yang tampak kesenangan, Anggara yang tadinya merasa malu karena penampilannya ini mulai melupakan hal itu saat melihat senyuman bahagia Sarah.
Baginya senyuman itu adalah sesuatu yang sangat berharga, dan rasanya ja tidak sia-sia mengorbankan wajah tampannya hanya untuk di dandanin oleh sang tunangan.
"Kalau gitu kita foto dulu yuk, supaya fotonya jadi kenangan kita." ucap Sarah.
Anggara yang hanya bisa tersenyum paksa saja langsung menuruti gadis itu dan merekam dirinya beberapa kali, sebelum akhirnya ia kembali menyimpan handphone itu.
"Kalau gitu kamu mendingan mandi sekarang, bersih-bersih deh supaya make up-nya hilang dan muka kesal kamu segera mereda."
"Mmm..." Anggara hanya berdehem saja, lalu ia berjalan keluar tetapi belum sampai beberapa langkah mendadak ia kembali lagi kehadapan Sarah.
Sarah menatap bingung padanya, ia tidak tahu apa yang saat ini dipikirkan oleh Anggara tetapi apapun itu sarah bakal berusaha tetap tenang, ia tidak mau kembali menyusahkan Anggara seperti saran yang disampaikan oleh sang dokter sebelumnya.
"Kenapa?" tanya Sarah yang memang memiliki suara yang sangat lembut, Anggara tidak bisa membantah kalau telinganya sangatlah merasa nyaman bila mendengarkan suara Sarah yang sangat merdu.
"Boleh aku berikan kecupan di dahi?" tanya Anggara yang tidak bisa menyembunyikan nafsunya sebagai seorang cowok, pastinya semua cowok bakal memberikan beberapa sentuhan fisik kepada kekasih sekaligus merangkap sebagai tunangannya itu.
"Cuman sebatas dahi aja kan?" Anggara hanya mengangguk, ia juga gak mau ambil resiko untuk mengulangi perbuatan sebelumnya, walaupun kejadian sebelumnya membuat ia merasakan kenikmatan yang tidak dapat dipungkiri.
Dan tanpa hitungan detik, ia langsung mengecup dahi Sarah dengan cepat, ia tak mau berlama-lama karena bisa berbahaya buat Sarah yang saat ini mentalnya sedang tidak baik.
"Makasih ya." ucap Anggara yang entah kenapa merasa sangat senang, seakan-akan adrenalinnya mulai berpacu pada jiwa lelakinya.
Namanya juga remaja yang dalam tahap dewasa, pastilah selalu begitu jadi jangan heran kalau kebanyakan pasangan yang sedang pacaran memiliki sentuhan fisik dan status Anggara dan Sarah saat ini sudah dalam tingkat tunangan yang berada satu langkah dari pacaran makanya Anggara merasa punya hak untuk melakukan sentuhan fisik pada Sarah melalui kecupan dahi .
"Kalau gitu aku mau mandi dulu." ucap Anggara lagi , lalu ia benar-benar berjalan pergi kali ini menuju ke toilet yang ada dilantai bawah.