webnovel

Tuan CEO, Jangan Cintai Aku!

Sejak kematian Melysa, kakaknya yang meninggalkan bayi mungil bernama Liesel, Genevieve yang baru berusia 17 tahun, harus mengambil alih peran sebagai ibu dari bayi tersebut. Liesel terlahir dari hubungan semalam ketika Melysa dijebak rekan kerjanya yang iri kepadanya dengan seorang laki-laki yang tidak dikenal. Akibat peristiwa itu, Melysa terpuruk dalam depresi dan akhirnya meninggal. Genevieve harus berhenti sekolah, mencari kerja, dan membesarkan Liesel sendirian. Hidupnya sangat berat dan penuh penderitaan, hingga pada suatu ketika, ia bertemu CEO tampan dari grup Wirtz tempat ia bekerja dan mereka saling jatuh cinta. Namun ketika cinta mulai bersemi, rahasia kelam di masa lalu membuat hati Genevieve terluka dan memutuskan untuk pergi. *** Adler Wirtz tidak pernah jatuh cinta kepada wanita manapun sebelum ia bertemu Genevieve. Pengalaman buruk 4 tahun lalu ketika ia dijebak mantan kekasih untuk tidur dengan seorang wanita tidak bersalah membuatnya trauma. Selama bertahun-tahun ia menyimpan rahasia kelam itu, sambil berusaha mencari wanita yang tidur dengannya empat tahun lalu itu, setidaknya untuk menunjukkan tanggung jawab. Namun sayang, ketika Adler mulai membuka hati kepada Genevieve, rahasia masa lalunya terkuak ke permukaan bersama dengan munculnya anak perempuan yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Hidup Adler serentak berubah dan hubungannya dengan Genevieve pun hancur. Apakah Genevieve akan dapat memaafkan Adler dan melupakan dendam masa lalu? Ataukah ia akan meninggalkan Adler selamanya?

Missrealitybites · Urban
Zu wenig Bewertungen
296 Chs

Pertemuan Emre Dan Adler

"Tidak perlu," kata Emre. "Kau hanya perlu datang ke Stutgart."

Emre merasa perlu memperpanjang kebohongan lagi.

Adler tertawa kecil. "Apa Anda pikir aku akan kembali percaya dengan bodohnya, Tuan?"

Sebenarnya Adler merasa sangat penasaran. Firasatnya benar kalau Genevieve memang ada di kota yang hendak dituju itu.

"Terserah kau saja. Tidak ada untungnya juga bagiku." Emre pun tak mau kalah. "Jadi, karena kau tak percaya, sebaiknya obrolan omong kosong ini kita akhiri saja, bukan?"

"Tunggu sebentar!" Adler langsung mengumpat dalam hati karena tak bisa menutupi rasa penasaran.

Emre merasa di atas angin. "Berhentilah berpura-pura tidak tertarik, Tuan Wirtz."

"Baiklah. Aku punya waktu lima belas menit untuk mendengar penawaran Anda." Adler mengalah.

Adler masuk ke area lounge bandara lalu memilih tempat duduk.

"Entah apa yang terjadi di antara kalian. Tapi yang aku tahu kau pernah datang ke kota ini, kan?" Emre memancing.