webnovel

BAB 2

Teringat bagaimana dulu ia keluar dari asrama karena bermasalah dengan salah satu teman dekatnya yang bernama Kaella. Andriana juga tidak ingat apa yang terjadi waktu itu, kepalanya sempat terbentur sehingga pulang dari rumah sakit lupa dengan kejadian itu. Sampai sekarang Andriana tidak pernah bertemu lagi dengan Kaella.

"Ka, kenapa kamu diam saja? Ayo buka bukumu," ujar Gisel memberi contekan kepada Andriana, pasti gadis itu belum mengerjakan tugasnya.

"Eum, aku sudah mengerjakannya." kata Andriana.

"Ah syukurlah." Gisel mengambil bukunya kemudian memberikan sebuah foto kekasihnya.

"Andriana, bagaimana hubunganmu dengan Jevano?" tanya Gisel.

Tentu saja Andriana langsung menoleh ke arahnya Gisel. "Kenapa kau bertanya? Tentu saja hubungan kami baik-baik saja," jawab Andriana

"Mana mungkin. Kalian sama sekali tidak pernah bersama, kalau ada masalah ceritakan saja padaku." kata Gisel

Andriana malas membahasnya karena untuk apa hubungan mereka sedang renggang dan mungkin sebentar lagi akan putus. Andriana tidak suka bertele-tele apalagi Jevano seperti tak mencintainya. Untuk apa diteruskan lagi, Andriana tak mau sakit hati karena cinta.

**

Sepulang sekolah gadis itu menuju ke parkiran, melihat Jevano berada di depan mobilnya membuat Andriana memutarkan bola matanya malas. "Ada apa?" tanya Andriana sedangkan Jevano langsung menekuk kedua lututnya sembari tangannya meraih tangan Andriana.

"Aku mau kita kembali lagi. Aku mohon jangan tinggalkan aku Andriana." kata Jevano dengan sungguh-sungguh karena tidak bisa kehilangan Andriana. Mereka pacaran dari SMA sampai sekarang putus nyambung karena mereka berdua masih sama-sama egois.

"Apa lagi? Bukannya kau sendiri yang memintaku pergi. Jevano, kau sebagai lelaki harus bisa menjadi orang yang memiliki prinsip!" cetus Andriana.

"Prinsip ku sekarang adalah memilikimu selamanya, tidak akan meninggalkanmu atau melepaskan mu!" ucap Jevano sembari berdiri berhadapan dengan Andriana. Lalu cowok itu memeluk Andriana dengan erat.

"Ingat dengan janjimu, jangan pernah kau melupakannya karena sekali lagi kau mengulanginya aku tidak akan memaafkan mu!" balas Andriana.

Bagaimana bisa Andriana akan meninggalkan cowok itu dengan mudah karena selama ini Jevano selalu ada untuknya, keluh kesahnya dan perasaannya yang tak pernah hilang. "Aku akan melakukan yang terbaik, percayalah." ujar Jevano dengan sungguh-sungguh demi untuk meyakinkan Andriana.

"Terserah kau saja, aku akan pulang cepat hari ini." responnya tak 100% Andriana mempercayai Jevano sudah biasa lelaki itu mengatakan hal ini.

"Aku pikir kita akan pulang bersama."

"Ah sepertinya ini penting, Daddy akan menghukum ku jika terlambat." dusta Andriana.

"Kalau begitu hati-hati." kata Jevano.

Gadis itu masuk ke dalam mobilnya meninggalkan Jevano yang masih berdiri menatapnya. "Bye," pamit Andriana melambaikan tangan ke arah cowok itu diiringi senyum tipis yang terukir di bibirnya.

Mendapat kabar dari Daddy nya hari ini Andriana cukup terkejut. Ada apa sampai pria itu menyuruhnya pulang cepat, ditengah perjalanan macet panjang padahal sudah siang tetapi ramai sekali.

_

Orang tua mana yang tidak takut kalau anaknya akan dikeluarkan dari sekolah tanpa hormat. Ditendang secara tidak manusiawi hanya karena perbuatan yang meresahkan. Andriana berhak mendapat ceramah dari sang Daddy. Tapi, bukan hanya nasehat tapi sebuah tamparan di pipi.

Plak! Terasa panas di pipi membuat Andriana mengepal kuat. Menatap sinis ke arah Daddy nya sendiri. Menahan untuk tidak melawan.

"Daddy pikir kamu semakin bertambah umur, bukannya banyak berubah malah banyak masalah! Mau kamu apa sih? Ha?! " bentak Daddy membuat Andriana menunduk kesal.

"Sepertinya lebih baik kau menikah daripada sekolah?!" sentak Daddy

"Kenapa Daddy berkata seperti itu? Aku seperti ini karena Daddy yang tidak pernah memperdulikan ku!" balas Andriana melawan, anak itu benar-benar mengeluarkan unek-uneknya.

Plak! Satu tamparan mendarat lagi, membuat Andriana merasakan denyutan di bibirnya. Amis, sudut bibir Andriana berdarah membuat gadis itu meringis. Berlagak kuat, menatap tak suka ke arah Daddy. "Tampar lagi! Sekalian tonjok Dad, biar aku mati sekalian!"

"Daddy begini karena sayang sama kamu! Daddy sibuk kerja, ya buat kamu! Buat kamu Ana! Sampai kapanpun Daddy sayang dan perhatian sama kamu dan kakakmu!" bentak Daddy,

Andriana tidak peduli, gadis keras kepala itu tidak mendengarkannya. Kemudian sang kakak pulang mengetahui ada keributan langsung mencoba menengahi. Kalau bukan gara-gara masalah Andriana ya apa lagi. Laporan jelek semua sudah Daddy nya dengar.

Tentu emosi, seakan gagal mendidik seorang anak.

"Daddy, sudah ya jangan marah-marah lagi. Biar Mark yang ngurus Ana." Mark berbicara selembut mungkin. Agar Daddy nya sedikit tenang, bahaya kalau marah-marah terus.

"Ana! Masuk kamar!" perintah Mark, gadis itu pun langsung menaiki tangga dengan hentakkan keras.

"Daddy tidak tahu lagi harus melakukan apa, sakit sekali dadaku." pria itu merasakan sakit di bagian dadanya, masalah kantor belum selesai mendengar kabar kalau Andriana habis menampar temannya di sekolah membuat Massimo emosi.

Siapa yang mengajarkan putrinya melakukan kekerasan seperti itu. "Daddy ... Bangun daddy ..." Andriana mendengar suara kakaknya ikut panik, gadis itu belum sepenuhnya sampai di lantai dua. Andriana langsung menuruni tangga menghampiri kedua orang itu.

"Kak, Daddy kenapa? Ada apa kak?!" gadis itu benar-benar panik melihat Daddy nya tak berdaya, karena pria ini memiliki riwayat penyakit jantung.

Mark membawa Massimo ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis. Sangat perlu karena bantuan dari Dokter akan menghasilkan sesuatu yang besar. Setelah menunggu berjam-jam akhirnya Dokter keluar memberitahu Mark yang telah terjadi.

"Daddy mu mengalami serangan jantung, tetapi tidak terlalu parah ini karena efek stress dan kelelahan." ucap Dokter.

"Stress? Apa ada masalah di kantor sampai daddy Stress? Dokter, tidak ada masalah lain kan?" tanya Mark.

"Tidak ada. Daddy mu harus dirawat 2 atau 3 hari saja sampai benar-benar pulih." ujar Dokter kepada Mark, Dokter Frans merupakan teman akrab Massimo yang ada di rumah sakit ini.

"Terima kasih Dokter." ucap Mark kemudian beranjak pergi dari ruangan tersebut menuju ke ruangan Daddy nya dirawat.

Melihat Andriana begitu cemas, khawatir bahkan sampai tidak mau sedikitpun meninggalkan Daddy nya. Mark tersentuh, meski anak itu sangat nakal dan melawan tetapi hatinya lembut, tidak mau meninggalkan Daddy sedetik meski untuk makan di luar. "Ana, tenanglah Daddy akan sadar sebentar lagi." ujar Mark seraya mengelus kepala rambut adiknya.

"Tapi kenapa Daddy tidak sadar juga kak. Aku sudah menunggunya sejak tadi. Hiks," isak tangisnya terdengar jelas.

"Daddy butuh istirahat, kau juga harus istirahat sayang." kata Mark.

*

"Aku teringat kejadian semalam, siapa ya lelaki itu?" gumamnya sembari melamun.

"Atau pengusaha kaya, atau mungkin dia seorang mafia yang sedang mabuk. Astaga,"

Gisel menyentuh pundak Andriana karena sejak tadi cewek itu melamun tanpa kedip. Pelajaran sudah hampir berakhir kelihatan sekali kalau Andriana tidak memperhatikan penjelasan dari Guru. "Andriana sadarlah, kalah nanti Guru memanggilmu lalu menyuruhmu ke depan bagaimana? Hm?" celetuk Gisel mengkhawatirkan sahabatnya.

"Kenapa kau memarahiku Gisel? Aku sedang baik-baik saja!" elak Andriana.

"Lalu kenapa kau melamun seperti itu? Apa yang kau pikirkan?" tanya Gisel.

"Semalam aku dibegal, hampir saja mati karena orang-orang gila itu menyerang ku. Untung saja ada yang menolongku, dia seorang lelaki gagah, tampan dan sepertinya pengusaha muda."

"Ha?! Kau dibegal? Astaga tapi kau baik-baik saja kan beb? Syukurlah ada yang menolong mu." Gisel mengecilkan suaranya agar tidak terdengar oleh Guru. Menyesali kesalahannya memarahi sahabatnya, "Maafkan aku telah memarahi mu," mohon Gisel diiringi senyuman manis.

"Sudahlah, tidak masalah Gisel."