"Aku tidak apa-apa"Jawab Dinda menyakinkan Bara.
"Kau seharusnya bergabung dengan yang lain" Saran Bara "Pesta perpisahan seharusnya dirayakan bersama-sama."
Dinda mengangguk "Kau benar."
"Ayo pergi "Ajak Bara sambil membalikkan badan.
Dinda memandangi punggung Bara lagi entah untuk yang keberapa kalinya.Tanpa sadar suaranya memanggil Bara.
Bara berbalik lagu "ya?"
"Apakah...kau sudah membaca koran hari ini?" Tanya Dinda perlahan.
"Ada pameran perhiasan selama dua hari. Hari ini dan besok.". Bara menghela napas. "Aku tahu "
(Oh,dia sudah tahu) Kata Dinda dalam hati "Kau tidak mau menghadirinya?" tanya Dinda lagi
"Tidak" jawab Bara setelah beberapa saat. Dinda menatap mata Bara yang terlihat sedih ketika menjawab pertanyaanya.
"Tidak" jawab Bara setelah beberapa saat. Dinda menatap mata Bara yang terlihat sedih ketika menjawab pertanyaanya. Entah mengapa, perasaannya mengatakan Bara berbohong padanya kali ini. Dinda menggenggam kedua tangannya erat-erat. Bara tidak tahu bahwa tatapan sedihnya telah membuat hati Dinda hancur.
"Bara .....disini kau rupanya"Jihan menghampiri Bara dan menarik lengannya. Tatapan tajamnya jatuh pada Dinda. Ia mendengus pelan "Ayo kita pergi. Acara api unggun nya telah dimulai."
"Baiklah" Kata Bar lalu menatap Dinda. "Ku tunggu kau di acara api unggun."
Dinda mengangguk perlahan Jihan semakin kesal pada Dinda selama acara api unggun Jihan melihat konsentrasi Bara pada dirinya terpecah. Bara seperti sedang memikirkan sesuatu. Tangan mereka memang bertaut, tapi Jihan merasakan pikiran Bara tidak bersamanya.
Dinda melihat kehebohan acara api unggun dari deretan kedua. Ketika salah seorang murid bernyanyi dengan gaya heboh mereka tertawa lepas.
Di seberangnya, perlahan tangan Bara melepas genggaman tangan Jihan. Jihan menatap Bara dengan bingung. Tapi tatapan Bara tidak tertuju padanya. Jihan lalu melihat arah pandangan Bara dan menahan napas Dinda.
Bara memandang Dinda yang sedang tertawa dan Dinda sepertinya tidak menyadari hal itu. Saat napasnya kembali, Jihan tidak bisa menahan rasa sakit hatinya. Ia berbalik dan menjauh dari Bara.
Ditengah jalan ia berhenti, berharap Bara menghentikan langkahnya.Tapi Jihan menyadari tak seorangpun menyadari kepergianya. Ia berlari menuju gedung dan masuk ke toilet lantai dua. Ia menutup pintu toilet dan terduduk disana. Ia menguatkan hati untuk tidak menangis, setelah beberapa saat ia bangkit berdiri dan memandang cermin.
(Aku tidak akan di kalahkan oleh siswi kampung itu ) Katanya pada bayangannya di cermin. "Aku adalah Jihan, gadis terpopuler di sekolah. Semuanya akan berakhir dalam beberapa hari gadis kampung itu tidak akan bertemu lagi dengan Bara"
Jihan keluar dari toilet dan menuruni tangga, ditengah tangga ia melihat Dinda sedang mengetik pesan di handphone nya. Jihan baru menyadari selama ini ia tidak pernah memikirkan bahwa (bodohnya aku) Jihan tanpa bisa meredam amarahnya ia menuruni tangga tanpa pikir panjang merebut handphone Dinda.
Dinda terkejut ketika ada seseorang mengambil handphone nya.
"Kau sedang mengirim pesan untuk Bara, ya?!" Teriak Jihan yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya.
"Kau ini bicara apa sih ?" Tanya Dinda tidak mengerti.
"Selama ini kau pasti sering menghubungi dengan Bara ka?!" Tuduh Jihan kesal.
Dinda semakin bingung "Aku tidak mengirim pesan pada Bara."
Kau berbohong "Seru Jihan kali ini Dinda sudah tidak bisa menolerir kecemburuan Jihan. "Kembalikan handphone ku" pinta Dinda kesal.
"Aku tidak mengirim pesan pada Bara, aku sedang mengirim pesan pada mamaku."
Jihan tertawa sinis. "Aku tidak percaya padamu." Ia mulai mengutak-atik handphone nya Dinda.
Dinda kesal, Jihan telah melanggar privasinya Jihan memang pacar Bara, tapi Dinda tidak terima di perlakukan seperti itu. Tangannya mencoba mengambil handphone nya kembali. "Kembalikan!" katanya tak kalah keras. Jihan sungguh keterlaluan Dinda sudah tidak bisa menahan amarah nya lagi.
"Tidak!" teriak Jihan.
Dinda kembali berusaha merebut handphone nya dari tangan Jihan. Tapi tanpa sengaja tangannya mendorong pundak Jihan, lalu sedetik kemudian tubuh jihan limbung dan jatuh terguling sampai ke dasar tangga.
Handphone Dinda pecah berantakan.
Dinda terpana. Ia tidak menyadari apa yang baru saja terjadi, ia cepat-cepat berlari menyusul Jihan. Suara seseorang jatuh telah membuat para murid mengalihkan perhatian ke lantai bawah tangga. "Jihan!" Kata Dinda terengah engah "Kau tidak apa-apa ?"
Jihan bergeming teman-teman Jihan berlarian menghampirinya. Mereka menatap Dinda dengan marah.
"kau mendorongnya?!"
"Aku lihat kau mendorongnya" Tuduh salah satu teman Jihan.
"Ya ampun! Jihan kau tidak apa-apa?"Jihan mulai mengeluh kesakitan "Ada apa?" Tanya Bara yang kemudian menghampiri kerumunan lalu ia melihat Jihan tergeletak di lantai "Jihan!" Teriaknya panik sambil merengkuh tubuh Jihan "Ada apa? kenapa kau bisa berada di bawah sini?".
Jihan berkata lemah "Aku jatuh dari tangga.". Tangan Jihan memeluk Bara "Punggung dan kakiku sakit sekali "
Bara mengecek kaki jihan yang lebam lalu dia menengadah, menatap Dinda yang panik di depan Jihan.
Jihan mengambil kesempatan ini untuk mendapatkan simpati Bara "Dinda mendorongku." ucapnya lirih dengen ekpresi yang ia buat.
Bara terkejut tidak percaya "Apa?".
"Aku melihat mereka bertengkar di tangga, lalu Dinda mendorong Jihan sampai terjatuh" Dinda merasa dunianya hancur saat itu Bara membopong Jihan perlahan.
Dinda melangkah maju "Aku tidak bermaksud untukk....". Bara menatap Dinda dengan dingin "Sekarang aku tidak ingin mendengar penjelasanmu"
Para murid mengikuti langkah Bara, meninggalkan Dinda seorang diri.
Dinda tidak bisa bernapas hatinya terasa sesak, sepasang mata cokelat hangat yang pertama kali ia lihat dua tahun yang lalu kini berubah dingin. Ia jatuh terduduk air mata membasahi mata dan pipinya. Dinda menangis terisak isak.
Setelah itu ia tidak sadar lagi apa yang terjadi. Mulai dari perjalanan pulang dari. pantai ke sekolah sampai perjalanan pulang dari sekolah kerumah.k
Ketika tiba di depan rumahnya waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dinda membuka pintu rumah dengan lemas.
lampu ruang tamu masih menyala.
"Dinda?" Tanya mama sedang duduk diruang tamu, tampak khawatir "Mama mencoba menelponmu beberapa kali tapi kau tidak menjawab teleponmu Mama benar-benar khawatir"
"Mama...".
Mama berhenti berbicara ketika melihat Dinda termenung dan membisu.
"Ada apa?" tanya mama bingung "Mengapa kau seperti ini?".
Kaki Dinda lemas dan terduduk di lantai. Mama langsung menyadari sesuatu yang buruk telah terjadi pada putrinya.
Mama langsung memeriksa seluruh tubuh putrinya seakan memastikan tidak ada luka disana. "Apa yang terjadi ?"
Dinda akhirnya menatap mama dengan tatapan kosong.
"Mama, maaf aku tidak memberi kabar." Mama semakin kebingungan. "Tidak apa-apa, tapi kau kenapa?"
"Aku tidak tahu handphone ku dimana "Kata Dinda dengan tatapan kosong "Sepertinya aku menghilangkannya."
"Itu tidak penting." Mama mulai panik melihat Dinda "Ada apa denganmu?"
Air mata Dinda mengalir lagi Dinda menangis sekencang-kencangnya sambil memeluk mama."
"Sakit sekali Ma" Isak Dinda "Hatiku sakit sekali."
Mama hanya bisa balas memeluk. Ia membiarkan putrinya menangis sepuasnya. Beberapa lama kemudian tangis Dinda berubah menjadi isakan perlahan.
Mama melepaskan pelukannya dan menyuguhkan segelas air putih pada Dinda "Minumlah" Katanya lembut
"Setelah itu sebaiknya kau beristirahat di kamar." Dinda mengangguk dan meminum air yang di berikan mama.
Mama membantu Dinda berdiri lalu mengantar ke kamar tidur. Setelah Dinda berbaring di ranjangnya, mama menyelimutinya lalu mencium keningnya "Tidurlah."
Setelah mama pergi, meskipun lampu telah dimatikan, Dinda tetap tidak bisa tidur. Ia masih mengingat kejadian sebelumnya Jihan jatuh dari tangga. Tatapan Bara yang dingin padanya. Dinda tahu dirinya akan berpisah dengan Bara tetapi ia tidak ingin perpisahannya berakhir dengan kejadian yang menyakitkan seperti ini.