webnovel

The Three of Us [Indonesia]

Apa jadinya kalau kau terbangun di suatu pagi dan mendapati dirimu berubah dari atas hingga bawah. Aku tekankan: HINGGA BAWAH. Nah, inilah yang terjadi pada Faza. Pagi itu, ia terbangun dan mendapati dirinya sudah memiliki payudara dan... ehem, kelamin baru. Faza memiliki tubuh kakak perempuannya! Sejak itu, ia harus bertahan dari gempuran cinta dan rayuan maut dari lelaki yang selama ini mengincar sang kakak, Farel. Padahal, sumpah mati, Faza super duper benci dengan si playboy Farel. !!!! WARNING KERAS !!!! - banyak konten 21+, mohon bijaksana dan bijaksini, sadar umur kalo blm nyampe 21. - ada BxG (straight), ada juga BxB (gay). - tidak butuh pembaca yg mengangkat SARA atau para pengkotbah suci lainnya. - DLDR (don't like don't read)

Gauche_Diablo · realistisch
Zu wenig Bewertungen
35 Chs

Kegetiran

Farel kagak peduli lagi. ia tetep maju untuk peluk Faza yang dihuni Sarah. Ya ampun, ini beneran beribet, tau gak! "Welcome back, sweetie... ahh... sweet lil bro, maksudku." Dia buru-buru ngeralat sebelum para orangtua di situ bingung.

Di ruangan itu ada Mamanya Farel dan Mamanya Sarah yang udah ada sejak satu jam lalu setelah ditemukannya Faza membuka mata oleh suster perawat.

"Kamu tuh, Sar, hape kamu ke mana? Mama telpon dari tadi kagak diangkat," omel Mama ke anak sulungnya yang masih berdiri bengong.

Ternyata Faza kelupaan bawa hape sewaktu keluar rumah. "Untung aja Mamanya Farel bisa nelpon Farel. Ihh, kamu tuh, Sarah," Beliau pasang wajah manyun.

Farel tidak mempedulikan Tante yang masih ngedumel ke anaknya. Fokus dia lebih ke tubuh Faza yang duduk manis di ranjang. Dia mendekat, menggenggam tangan berinfus yang terasa kurus dan layu.

"Kamu baik-baik aja? Apa ada yang terasa sakit?" Farel gak bisa nebak apakah yang di 'dalam' itu beneran Sarah apa bukan, tapi dia bakal mencoba melakukan pendekatan untuk memastikannya.

Faza tersenyum. I mean... technically... secara bodi, dan itu berarti Sarah yang lagi menggerakkan otot mulut Faza agar mengurai sebuah senyum.

"Lah! Tumben bener Faza kagak cakar-cakaran ama Farel kayak biasanya?" Tetiba mamanya Sarah ngeh dengan keanehan itu.

Farel kikuk sesaat, lalu nyoba ngasih kalimat ngeles yang elit. "Eh... oh... hahah... Tante ini, masa sih kami harus cakar-cakaran terus? Hahah!" Meski tawanya terdengar fals, yang penting dia udah berusaha.

Farel melirik ke Sarah yang masih mematung di sana.

BUGH!

''Aw!''

Faza meringis karena dengan sadis sang Mama menggeplak punggungnya.

''Kamu tuh yah, Sarah. Faza baru bangun, gak mau peluk? Dua minggu, loh!" ucap beliau greget, gemez. Entah sejak kapan anak gadisnya jadi selola ini?

"Ah. Eh, oke." Faza masih kikuk, berjalan mendekat ke arah Sarah—bodinya—kemudian singkirkan tubuh Farel dengan bengis. Kata itu garis bawahi aja dan bayangin sendiri.

Bagaimana ya....

Melihat tubuh sendiri itu rasanya ... Faza susah deskripsiin. Lemah, kurus, wajah kuyu, semacam itulah.

Dengan cepat, Faza menarik kursi dan duduk di depan ... bodinya sendiri, memegang lembut sepasang tangan mungil kurus tersebut kemudian genggam perlahan.

"Dua minggu, ya," ucap Faza, lebih kebergumam. Jika saja, kejadian begini enggak terjadi, entah bagaimana nasibnya. Saat bangun tiba-tiba mendapat kabar kalau Farel dan Sarah jadian ....

Ah, Faza gak tahu musti ngapain. Sejak tadi matanya memanas, tapi airmata ogah turun. Memang sih ada yang mengganjal, tapi apa, coba?

Ia ... ingin ucapkan selamat jadian ke Sarah, mengingat hati Farel cuma untuk gadis manis tersebut. Faza sih bukan siapa-siapa. Dirinya hanya seorang penggerak. Jika Faza bilang iya, itu berarti Farel sudah bebas mau pedekate dengan Sarah. Bahkan sekarang kan sudah status pacaran.

Meski heran juga, yang pacaran itu Faza atau ... tetap Sarah?

Sreeekk!

"Gue kebelet, Farel! Temenin plis!" Faza berkilah, kemudian pergi keluar tanpa hiraukan orang-orang di dalam sana memanggil. Situasi tadi terlalu canggung. Awkward.

Tiba di TKP, Faza narik Farel ke dalam toilet biar enak ngobrolnya.

"Sialan! Kenapa harus bangun sekarang, sih? Farellll!! Help me please!" Ia guncangkan tubuh Farel brutal, bingung.

Bukannya Faza gak mau Sarah bangun, cuma kondisi sekarang belum terlalu pas. Serius!

Paling gak kan tunggu ampe mereka bertukar aja.

Farel yang diseret paksa ke toilet cuma melongo.

Melongo pertama, bukankah toilet pribadi ada di kamar inap tempat bodi Faza di tempatkan?

Melongo kedua, ini toilet cowok, woi!!! Dia bisa kena serangan jantung kalau tetiba ada yang masuk ke dalam dan mendapati ada cewek super cakep seksi di dalam.

Ditambah, Farel gak bisa kasi jawaban apa-apa soal pertanyaan Faza. Lagi-lagi dia speechless. Jadi, biarpun Faza mengguncang tubuhnya ampe semua bulunya rontok ajaib, Farel tetap aja gak bisa jawab.

Itu kan di luar kuasanya, oi!

Karena gak tau kudu gimana, yang bisa dilakuin cuma maju, lalu dekap tubuh Sarah di depannya. Dia tenggelamin muka Sarah ke dadanya.

"Aku juga kaget, bingung. Ampe aku juga ngerasa aneh sendiri. Tapi gimana pun kita kudu hadapi ini, Za. Dan kayaknya juga Sarah udah paham kalau dia bertukar bodi ama kamu," dielusnya sayang rambut tebal bergelombang Sarah.

CEKLEK!

Dua orang cowok masuk ke toilet dan kaget mendapati pemandangan Farel meluk tubuh Sarah. Mereka melotot dan berdecak, lalu masuk ke bilik yang ada di situ. Kagak gunain Urinoir. Mungkin menghargai ada cewek di situ, yang takutnya bakal teriak-teriak gaje kalo dikasi liat tytyd orang lain.

Gak lama dua orang tadi keluar dari bilik dan mandang heran campur remeh ke Farel ama Sarah yang masih dipeluk. "Dasar abg sekarang, seenaknya aja milih tempat mesuman," ucap salah satu dari mereka sebelum mencapai pintu.

Farel tak hiraukan.

"Yok kita balik ke kamar sana lagi. Kita hadepin bareng, deh, oke?" ajak Farel sambil jauhkan dikit wajah Sarah biar bisa dia lihat. Di sudut atinya dia agak bingung kenapa Faza seperti syok mendapati tubuhnya kini sudah sadar dari 'mati suri'?

Kenapa kesannya.... Faza kagak terima?

"Hghhhh~" Faza hela nafas berat dan mengangguk. Sejujurnya, ia sedikit tak rela Sarah malah bangun dari 'tidur panjang'. Faza ... mau habisin sedikit waktu lagi dengan Farel.

"Terus abis ini, gimana? Cewek yang lo taksir sekarang wujudnya cowok, Farel," ketus Faza, malingin muka biar cowok di samping gak lihat rautnya sekarang.

"Kalau misal gak balik-balik, lo bakalan nikah ama gue, gitu? Dan cinta, lo kasih semua ke Sarah?"

Semuanya emang ribet. Ini yang Faza bicarakan adalah 'semisal gak bisa baik ke tubuh masing-masing'. Serius, tahu jawabannya? Farel tahu?

Langkah cowok berbodi kakak perempuannya itu sangat gontai. Entah kenapa kali ini seluruh nyawa berasa tersedot keluar saking lesu keadaan sekarang.

"Fareeeellll...."

Bener-bener sialan! Faza kali ini tak punya ide apapun. Bahkan semua kejahilan pupus seketika. Konflik bathinnya juga makin menggila. Antara bingung dan juga kesal.

Bingung harus menanggapi kejadian ini macam apa dan kesal karena Sarah harus bangun sekarang.

Jangan bilang entar Farel sok-sok perhatikan ke sang kakak dan ia cuma jadi ajang pemuas nafsu?

Owh....

"Gue mau putus aja dari lo, deh!" teriak Faza sudah diambang frustasi seraya buka pintu kamar dimana tubuhnya dirawat.

Faza cemburu.

Dan tepat, dua orang wanita muda hendak keluar mendengar permintaan putus dari Sarah barusan mengernyit.

Apa kedua muda-mudi ini bertengkar? Bathin para ibu kompak.