webnovel

The Reason I Love You

Tsukasa Iwaki dan Hidetoshi Takamiya merupakan dua artis terkenal yang tergabung kedalam grup duo "Hyde & Jackal". Setelah 20 tahun bersama, Tsukasa yang kehilangan sebelah pendengarannya, memutuskan untuk mengundurkan diri dari dunia entertainment, menyebabkan grup duo tersebut bubar. " Dari dulu aku sudah curiga bahwa di dalam grupmu, kaulah sebenarnya sosok Jackal dan Takamiya sosok Hyde, benar bukan?" tuduh Sakura. Pandangan Tsukasa tiba-tiba menggelap, ia tersenyum misterius " Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanyanya. Kemudian ia menundukkan tubuhnya dan berbisik ke telinga Sakura, " Haruskah aku menunjukkan sisi gelap diriku kepadamu, Sakura?" Sekujur tubuh Sakura langsung dibanjiri antisipasi dan rasa takut. Apakah ia sudah salah menilai Tsukasa selama ini? Tsukasa menatap Hidetoshi dengan seksama, ia menyadari adanya perubahan di dalam diri sahabatnya itu. Tersenyum malas, ia menyodorkan segelas teh herbal kepada Hidetoshi. " Minum teh ini dan pulanglah." usirnya. Hidetoshi mendelik kesal, tetapi tetap meminum teh tersebut. " Apa ini? pahit sekali." ujar Hidetoshi sambil memuntahkan teh tersebut. " Seperti itulah hidupmu kalau kau tidak mau jujur kepada dirimu sendiri," kekeh Tsukasa. Kemudian ia meletakkan sebutir permen dihadapan Hidetoshi. " Jangan cengeng, habiskan teh itu dan kemudian makan permen ini. Teh itu bagus untuk staminamu." " Staminaku?" tanya Hidetoshi tidak mengerti. " Ya, dengan semua permasalahan yang kau hadapi, kau membutuhkan stamina ekstra. Terutama kau harus bisa mengontrol hasratmu itu." kedip Tsukasa yang langsung dilempar gelas oleh Hidetoshi. " Hei gelas itu mahal." protes Tsukasa " Kirimkan tagihannya padaku." ujar Hidetoshi tak acuh. Kedua sahabat itu saling menyeringai, sudah lama mereka tidak bercanda seperti ini. Kemudian Tsukasa menjadi serius kembali. " Hidetoshi, berhati-hatilah." ujar Tsukasa mengingatkan. " Aku tahu." balas Hidetoshi Hidetoshi menatap pengantin wanitanya dengan puas. Kini tidak ada lagi yang akan menghalangi jalannya untuk menguasai perusahaan. " Kau dan perusahaan ini adalah milikku."

diandiechan · Allgemein
Zu wenig Bewertungen
4 Chs

Chapter 4

Tsukasa mematikan teleponnya. Untuk sesaat ia tidak bergerak dan hanya berbaring diam menatap langit-langit kamarnya. Pembicaraannya di telepon dengan Hidetoshi tadi memenuhi pikirannya.

Merasa haus, ia memutuskan untuk bangun dan pergi ke dapur. Air minum di kamarnya sudah habis, dan ia lupa untuk memintanya.

Saat turun dari tangga dan berbelok ke dapur, Tsukasa bertabrakan dengan Sakura.

" Aduh !" pekik Sakura.

Refleks, diulurkannya tangannya untuk menahan pinggang Sakura agar tubuhnya tidak terjatuh ke belakang, " Maaf, kau tidak apa-apa?" tanya Tsukasa cemas

Sesaat kedua mata mereka bertemu. Yang satu tampak terkejut, sedangkan yang satunya lagi tampak menyesal. Mereka berdua terus bertatapan hingga Sakura menyadari tangan Tsukasa masih memeluk pinggangnya.

" Maaf." ujar Sakura tersipu sambil mendorong tubuh Tsukasa dengan lembut.

Walau tahu bahwa ia harus segera melepaskan Sakura, saat Sakura mendorong tubuhnya dengan lembut, tubuhnya menolak dan tanpa disadari tangannya justru memeluk Sakura lebih erat.

Sakura tampak terkejut saat Tsukasa mempererat pelukannya. Jantungnya langsung berdebar dengan kencang dan pipinya terasa panas. Ia kembali mendorong tubuh Tsukasa dengan gugup.

Jika Sakura merasa terkejut dengan reaksi Tsukasa, Tsukasa lebih terkejut lagi dengan reaksinya sendiri.

" Dasar bodoh, ini bukan pertama kalinya kau memeluk wanita. Lepaskan tanganmu !" maki Tsukasa dalam hati.

Menyadari kegugupan Sakura, Tsukasa langsung melepaskan tangannya.

" Maaf aku tidak bermaksud untuk kurang ajar " Ujar Tsukasa malu dengan reaksinya tadi.

Sakura tampak tersipu dan ia menunduk menghindari tatapan Tsukasa, " Tidak apa-apa." Bisiknya pelan. Pipinya terlihat sangat merah.

Suasana begitu canggung, hingga Tsukasa menggaruk-garuk belakang lehernya dengan bingung, " Aku benar-benar minta maaf." Ulangnya kembali

Sakura hanya mengangguk pelan sambil tetap menundukkan kepalanya.

Tsukasa terus menatap Sakura seolah-olah ia tidak dapat mengalihkan pandangannya dan menyadari Sakura tengah mengenakan jaket tebal untuk bepergian.

Saat makan malam tadi, Ia tidak melihat Sakura dan hanya melihat Dr. Imamiya dan Bibi Natsuko serta tiga orang pasien lainnya yang menginap di klinik seperti dirinya. Awalnya Ia ingin bertanya kemana Sakura pergi, tetapi karena ia baru bertemu dengan Sakura tadi siang, Tsukasa merasa mungkin pertanyaannya akan terdengar aneh. Maka ia memutuskan untuk diam dan makan malam bersama yang lainnya.

Kini Sakura ada dihadapannya dan Tsukasa tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.

" Apakah kau baru dari luar?" tanya Tsukasa.

" Ya, saya baru pulang dari Rumah Sakit." Jawab Sakura. Ia masih menundukkan kepalanya.

" Rumah Sakit? Apakah kau sakit? Terluka?" tanya Tsukasa cemas. Ia langsung memegang pundak Sakura dan menatap tubuhnya dari atas ke bawah seolah-olah sedang memeriksa di bagian mana tubuh Sakura terluka.

Sakura terkesima melihat kecemasan Tsukasa. Ia menatap Tsukasa sejenak dan kemudian tersenyum. Melihat senyuman itu, Tsukasa menyadari ia sudah bertindak konyol. Tetapi ia tidak bisa menahan kecemasannya mendengar Sakura baru pulang dari Rumah Sakit. Ia sangat khawatir Sakura mungkin saja sakit atau terluka, dan ia tidak mengerti kenapa ia sampai harus merasa khawatir.

" Saya tidak sakit atau terluka, saya baru pulang dari tugas malam." jawab Sakura menenangkan

" Tugas malam?" tanya Tsukasa bingung

Sakura merasa geli melihat kebingungan Tsukasa, " Ya, malam ini jadwal saya bertugas menjaga Rumah Sakit."

Melihat Tsukasa masih tampak terlihat bingung, Sakura kembali menjelaskan, " Saya seorang Dokter, dan malam ini jadwal jaga saya."

" Dokter? Kau seorang Dokter?" tanya Tsukasa terkejut.

Sakura tertawa melihat keterkejutan Tsukasa, " Kenapa? Apakah saya tidak terlihat seperti seorang Dokter?" tanya Sakura merasa geli

" Sama sekali tidak, kau terlihat begitu muda. Aku pikir kau seorang mahasiswi." Jawab Tsukasa jujur

Sakura tampak terhibur, " Apakah seorang Dokter tidak boleh terlihat muda?" ujarnya sambil tersenyum menggoda

Tsukasa menatap Sakura lekat-lekat kemudian tersenyum, pandangan matanya menjadi lebih hangat, " Kau terlihat terlalu muda ... dan terlalu cantik." Pujinya setelah jeda sesaat.

Mendengar pujian Tsukasa, Sakura kembali tersipu. Ia tidak menyangka Tsukasa akan memujinya cantik. Selama ini pasien ayahnya dan pasiennya sendiri di Rumah Sakit kebanyakan sudah berusia lanjut. Mereka sering memujinya cantik, tetapi Sakura merasa hal itu biasa saja karena menganggap pujian itu sebagai pujian dari orang tua kepada anaknya. Tetapi mendengar pujian Tsukasa hari ini membuat Sakura tersipu dan jantungnya berdebar keras. Pujian itu membuat pipinya kembali memerah.

Melihat pipi Sakura memerah, Tsukasa merasa sangat senang. Sudah lama ia tidak merasa seperti ini.

" Apakah tidak ada yang pernah memujimu cantik?" tanya Tsukasa sambil tertawa.

Pipi Sakura menjadi semakin merah. Kedua pipinya terasa sangat panas hingga ia ingin meletakkan sebuah es batu untuk mendinginkannya.

" Kenapa anda ada di dapur? Anda belum tidur?" tanya Sakura mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

Menyadari usaha Sakura untuk mengalihkan pembicaraan, Tsukasa hanya tersenyum.

" Tadi aku sudah tidur, tapi kemudian aku terbangun karena ada yang meneleponku. Mengobrol cukup lama membuatku haus, jadi aku turun ke dapur untuk minum." Ujar Tsukasa menjelaskan.

" Apakah air minum di kamar anda sudah habis? Biar saya isi kembali." Ujar Sakura bergegas menuju tangga.

" Tidak usah, biar saya saja." cegah Tsukasa, tetapi Sakura sudah pergi.

Tsukasa merasa geli. Ia menyadari Sakura menjadikan air minum sebagai alasan untuk meninggalkan dapur.

" Mungkin aku terlalu terburu-buru menyebutnya cantik. Kami baru bertemu tadi siang dan aku sudah tampak seperti serigala tua kelaparan." Pikir Tsukasa mencemooh dirinya sendiri.

Ia tengah mempertimbangkan bagaimana caranya untuk memperbaiki situasi ketika Sakura datang sembari membawa teko keramik kecil ditangannya.

Tsukasa segera mengambil teko keramik tersebut dari tangan Sakura, " Biar aku yang mengisinya sendiri, kau sebaiknya beristirahat. Kau baru pulang dari Rumah Sakit, pasti masih lelah. Aku bisa mengurus keperluanku sendiri, tidak perlu merepotkanmu."

" Tidak apa-apa, ini tidak merepotkan. Biar saya saja Iwaki-san, ini sudah menjadi tugas saya untuk melayani pasien di klinik ini." Ujar Sakura berusaha mengambil kembali teko keramik tersebut.

Tsukasa mengangkat teko tersebut tinggi-tinggi, jauh dari jangkauan Sakura, tetapi gerakannya terhenti ditengah jalan saat ia mendengar Sakura memanggilnya Iwaki-san.

Tidak ada yang salah dengan itu. Mereka baru bertemu hari ini, dan bahkan tadi siang saat Sakura mengukur tekanan darahnya, ia memanggilnya dengan sebutan Iwaki-san. Tapi sekarang rasanya panggilan tersebut terasa aneh ditelinganya. Ia ingin Sakura memanggilnya Tsukasa.

Tsukasa merasa heran dengan pikirannya sendiri. Mereka berdua baru bertemu dan belum saling mengenal satu sama lain. Tetapi ia sudah merasa dekat dengan Sakura.

Ada apa dengan dirinya hari ini? Apakah setelah tiga tahun mengasingkan diri, akhirnya rasa kesepiannya sudah tidak tertahankan lagi dan membuatnya begitu merindukan keakraban seperti ini dengan seorang wanita.

Menggelengkan kepala untuk menjernihkan pikirannya, Tsukasa membuang jauh-jauh pikiran tersebut, "Kau datang kemari untuk mengobati penyakitmu, bukan untuk hal yang lain." caci Tsukasa dalam hati.

Merasa kesal dengan dirinya sendiri, Tsukasa langsung berbalik memunggungi Sakura dan berjalan menuju dispenser. Ia langsung mengisi teko keramik ditangannya dengan air minum.

Sakura merasa bingung melihat Tsukasa tiba-tiba tampak menutup diri, " Ada apa dengannya? Kenapa dia tiba-tiba tampak menghindariku? Apa aku sudah berbuat salah?" tanya Sakura kepada dirinya sendiri.

" Iwaki-san, saya ... "

" Sudah tengah malam, aku akan kembali ke kamarku. Aku permisi dulu." Potong Tsukasa.

Kemudian ia bergegas pergi dari dapur meninggalkan Sakura yang menatapnya dengan bingung.