webnovel

Newton

Senja telah terkikis oleh gelapnya malam. Cahaya Sang Surya kini berubah menjadi pantulan untuk Sang Rembulan yang dengan setia menemani bumi dengan segala kondisinya.

Hari ini Langit Kota Solo menampakkan iringan Colombus dalam gelapnya malam. Dalam tenang sebuah kampus yang sudah ditinggalkan mahasiswanya dari aktiFiyas belajar berganti dengan aktiFiyas tak biasa. Beberapa orang terlihat bergerombol. Mereka terlihat serius. Tapi kali ini mereka tidak membawa buku mereka berkutat dengan pekerjaan yang menguras Fisik.

Sebuah tenda besar menaungi panggung yang cukup indah. Mereka menyulap lapangan parker menjadi arena utama untuk pertunjukan dan pertemuan. Di sisi kanan tenda utama brdiri tenda yang lebih kecil dengan deretan stand – stand. Mereka semua sibuk dengan tanggung jawab masing – masing.

Semantara di sebuah ruangan di gedung tersebut tepatnya Di Gedung B Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam dua orang pria sedang berbicara serius.

"Bapak saya mohon". Pinta seorang pria muda berusia pertengahan 20 tahunan kepada pria awal 40 tahun dihadapanya. Terlihat ruangan itu adalah milih sang pria dewasa. Di pintu ruangan tersebut tergantung papan nama Indra Sarwono, S.Si, M.Sc, Phd.

"Saya bisa bantu kamu tapi tidak banyak. Saya tidak mau kehilangan dia. Dia terlalu berharga untuk saya. Saya harap kamu tidak mempermainkan dia lagi. Karena apa yang terjadi dulu sudah cukup membuatnya terguncang. Kamu pergi tanpa ada penjelasan. Kamu tau itu?" Jawab Indra kepada pria dihadapannya.

"Iya pak saya paham. Maafkan saya."Ucap pria itu dengan wajah menyesal. "Saya tidak pernah berniat untuk meninggalkannnya. Saya juga menyesal atas apa yang terjadi. Karena itu saya ingin memperbaikinya. Dan saya ingin tau apakah dia masih mencintai saya." Tambah pria itu.

"Cinta? Saya rasa tidak."Sanggah Indra.

"Kamu ingat saya bilang kalau saya pernah bertemu dengan kekasihnya." Jelas pak indra.

"Tapi Fiya tidak memperkenalkan dia sebagai kekasih kan pak? Jadi masih belum pasti sebelum saya tau sendiri." Pria itu berusaha menyangkal kenyataan yang disampaikan.

"Ya sudah terserah kamu. Memang sudah sifat kamu tidak mudah menyerah. Sama seperti waktu kamu masih jadi mahasiswa." Kata Indra tak mau berdebat.

Terlihat senyuman lebar di wajah pria tersebut. Setelah berpamitan pria muda itu menuju kelompok - kelompok yang tersebar di berbagai spot di lingkungan FMIPA.

Senyum masih tersungging di bibir pria itu. Berlembar kembar kertas kini ada di tanggan pria tersebut. Dengan tegas dan lugas ia memberikan komando untuk orang orang tersebut. Dia adalah Erlangga Aditya Putra alumni Fisika angatan 2011, dalam acara ini dia bertugas sebagai koordinator lapangan. Jadi dia memastikan semuanya persiapan berjalan dengan baik. Dalam kesibukannya sesekali Erlangga tersenyum membayangkan apa yang dia bicarakan dengan pak indra terjadi.

Angin bertiup semakin dingin. Erlangga melirik jam di tanggan kananya. 01.00,

"sebentar lagi." Batin Erlangga. Ternyata sudah malam hanya beberapa orang saja yang masih beraktiFiyas. Selebihnya sudah berlayar dipulau kapuk dengan keadaan yang seadanya di sebuah ruangan kelas.

*******

Suasana dingin kita surabaya juga mulai menusuk. Sepasang muda mudi tadi masih saja bercengkrama. Sebuah stasiun terbesar di Kota Surabaya menjadi saksi cinta mereka.

" Udah mas pulang aja gak papa keretaku sudah mau datang." Kata Fiya pada lelaki yang baru saja menjadi kekasihnya saat perjalanan ke Stasiun.

Ya setelah apa yang terjadi tadi Fiya dan Arman berjanji untuk saling setia.

"Gak ah. Aku mau ikut aja". Kata Arman sambil memamerkan dua lembar tiket yang bertuliskan namanya dan Fiya.

" Maksudnya." Tanya Fiya bingung.

" Aku ikut sayang, kan aku udah bilang tadi."Kata Arman disambut dengan wajah bingung Fiya.

"Sayang kok jadi lemot sich. Aku juga mau naik kereta. Aku mau ke jogja. Setelah reuni aku mau memperkenalkan kamu sama orang tuaku." Jelas Arman sambil mencubit pipih kekasihnya gemas.

Fiya masih tidak habis fikir. Kejutan apa ini?

"Mau kan saya." Tanya Arman membuat Fiya kaget. Fiya hanya tersenyum dan mengganguk.

" Kirain bercanda" jawab Fiya sambil berjalan mendahului.

Udara di dalam Stasiun semakin malam semakin dingin. Tangan mereka tertaut tak terpisahkan. Tepat pukul 11:00 kereta yang mereka tunggu tiba. Dengan mata yang berat mereka menaiki kereta. Suara detum mesin bagaikan musik indah yang mengiringi kisah cinta mereka. Senyum manja Fiya dan senyum menjaga Arman menyuguhkan mereka adalah sejoli yang dimabuk cinta.

Mereka memejamkan mata berharap bertemu di dalam mimpi untuk melepas rindu. Rindu? Mereka bahkan bersampingan.

Temaram lampu mengiringi laju kereta mengantarkan Arman dan Fiya menuju tempat penuh kenangan bagi Fiya. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Wajah – wajah letih terpampang disetiap sudut kereta. Banyak dari mereka telah terlelap menikmati mimpi dan melepaskan lelah. Mata Fiya sangat berat dan ingin terpejam tetapi otaknya tidak mengijinkan. Fiya memandang sosok pria disampingnya arman. Jelas nampak lelah diwajahnya tetapi senyum tetap tersungging di sana. Arman menggenggam tangan Fiya. Hal ini biasa bagi mereka tetapi kali ini berbeda mereka berkomitmen sekarang.

Puji - pujian terdengar mengiringi deru langkah kereta mereka. Senandung pujian untuk Sang Maha Kuasa berganti dengan Suara Adzan yang berkumandang. Fiya terbangun. Dilihatnya laki laki yang ada disampinya. Ia tersenyum. Ini dia lelakinya, yang akan menjaganya, minggu depan ia akan bertemu dengan calon mertuanya. Fiya tersenyum malu - malu. Fiya menjalankan sholat dengan keadaan seadanya. Setelah solat Fiya memandang lagit dibalik jendela gerbong kereta api sejenak. Lalu ia memandang lagi lelaki di sampingnya. Arman memergoki Fiya yang memandangi wajahnya. Arman tersenyum melihat wajah gadisnya yang salah tingkah. Wajah Fiya memerah.

" Kenapa aku ganteng ya sayang."Ledek Arman membuat Fiya semakin salah tingkah. Mereka tétawa sepanjang sisa pejalanan.

Jebres Jebres Jebres.

Fiya tersentak dan diam seketika. Ingatanya melompat seperti lompatan elektron yang memercikkan energi kembali ke masalalunya tetang pria yang mengajarinya naik kereta. Fiya yang saat itu masih phopia ketinggian sangat takut ketika kereta melewati jembatan lalu pria itu akan menggenggam tangannya dan menutup matanya sampai kereta selesai melewati jembatan. Tapi saat ini tidak ada yang menggegam tanganya.

"Kenapa sayang?." Tanya Arman bingung.

"Gak papa mas."Jawab Fiya sekenanya.

"Sudah masuk solo mas. Aku kok grogi ya."Tambah Fiya melihat raut tidak puas pada Arman mendengar jawabannya tadi.

"Yuk siap-siap turun." Jawab Arman sambil menurunkan koper Fiya

"Maaf ya aku gak bisa menemani ke kampusnya. Ati –ati ya." Tambah Arman

" Santai aja mas aku kan sudah pernah hidup di kota ini. Aku sudah hafal." Jawab Fiya santai

"Oke. Aku percaya. Tapi jangan clbk ya." Ledek Arman sambil mempererat genggaman tangannya.

" Hati – hati ya. Kalo ada apa –apa kabarin. Aku jemput." Ucap Arman sambil lepaskan kepergian sang kekasih.

" Siap Bos.." Jawab Fiya dengan berlagak hormat pada komandannya.

Laju kereta melambat. Suara decit roda roda kereta memperbesar gesekan membuat suasana pagi yang tenang menjadi sedikit terusik. Lalu lalang orang naik dan turun kereta sedikit menyemarakkan Stasiun Balapan pagi itu. Lambaian tangan tanda perpisahan mengiringi laju kereta yang Sekarang membawa Arman menuju Jogja dan meninggalkan Fiya di peron Stasiun.

Fiya memandang kereta yang membawa sang kekasih makin lama makin kecil dan menghilang.

Dilayangkan pandangan ke sekeliling stasiun. Tempat yang 5 tahun lalu sering ia datangi. Beberapa bayangan masa lalu mengusik. Fiya bergegas membersihkan diri.

Saat itu pukul 05.00 pagi ia dari stasiun Fiya berjalan menuju perempatan jalan. Masih gelap. Disana ada sebuah toko cakwe yang sudah sangat legendaris dan favorit Fiya juga. Dengan sekantong cakwe favoritnya Fiya bergegas menuju hotel yang sudah ke booking. Dalam perjalanan ke hotel Fiya benar bebar menikmati jalanan Solo karena itulah Fiya memilih becak sebagai tunggangannya. Cuaca solo yang sejuk, nyaman dan tenang. Inilah yang dirindukan Fiya. Senyum orang orang kepadanya saat mereka bertemu mata tanpa perduli kasta. Nyamanya solo kota yang membuat Fiya jatuh hati. Bapak becah yang sudah sedikit sepuh itu dengan ramah dan hati hati membawa Fiya ke hotel yang sudah ia pilih. Sejenak Fiya melamun menerima bias - bias kenangan yang mulai menghantui lagi.

"Sampun mbak." Suara bapak becak membuyarkan lamunan Fiya.

"Oh nggeh pak." Fiya turun saat bapak becak sudah memasukkan kopernya ke dalam hotel.

Fiya tersenyum. Inilah Solo Ramah.

Fiya memberikan selembar uang ratusan ribu ke bapak itu.

" Mbak kulo mboten onten wangsule." Ucap bapak becak mengatakan dia tidak ada kembalian untuk uang Fiya.

" Sampun pak mboten usah niku kagem bapak.matur sembah nuwun." Kata Fiya sambil berlalu meninggalkan bapak becak.

"Suwun mbak. Suwun mbak." Kata bapak itu sambil memandangi Fiya yang sudah jauh.

Dikota ini Fiya belajar betapa baiknya semua orang. 7 tahun yang lalu saat Fiya pertama kali ke solo sebagai mahasiswa baru yang hanya berbekal uang seadanya dan tersesat saat turun dari bus dan seorang tukang becak mengantarnya ke kos yang berjarak lumayan jauh dari tempatnya tersesat. Tukang becak tersebut tidak mau diberi ongkos dan tidak mau menyebutkan namanya. Dia saat itu hanya berkata bahwa Fiya seperti anaknya dan bapak itu percaya jika dia baik orang juga akan baik kepada anaknya.

Seperti yang pernah dikatakan Newton bahwa hidup ini adalah aksi sama dengan.

Dear Reader

Thank You sudah membaca.

Feel Free untuk kritik dan saran y.

Jangan Lupa Bintangnya

Thank You

JustCallMeTocreators' thoughts