Dimas Pramanta adalah orang paling bodoh yang pernah Bagastara temui. Kata bodoh sepertinya tidak cukup untuk menggambarkannya. Dia adalah orang dengan sifat keadilan yang terlalu penuh khayalan. Tidak heran, orang-orang di sekitarnya mencoba memanfaatkannya.
Sifat itu hampir sama dengan Randy. Akan tetapi, Randy memiliki kecerdasan yang lebih baik. Dia tahu bagaimana membedakan omong kosong, kebaikan, dan saat untuk tidak mempercayai orang lain. Bagastara bahkan berani bertaruh, Randy tidak mempercayainya, karena itulah dia memberikan syarat yang lucu itu.
Randy menggunakan dirinya sendiri sebagai sandra agar dia mengikuti permintaannya. Lucu sekali.
Begitu berbeda dengan Dimas. Lihat saja ekspresinya saat melihat rekan-rekannya membawa lelaki malang yang terluka dan menjadikan Bagastara pelakunya. Dimas bahkan memakan mentah-mentah cerita itu tampa bertanya kronologi.
Tangannya segera meraih tombak suci. Matanya menyalang murka.
"Dimana dia?"
Bagastara menahan tawa di balik bayang-bayang.
Dimas bahkan tidak peduli pada tubuhnya. Memang ada potion heal di sebelahnya, tetapi potion bukanlah benda yang memiliki kemampuan menyembuhkan dalam sekejap. Potion memerlukan waktu untuk bereaksi. Selain itu, potion heal dan mana tidak mengembalikan stamina.
Dunia ini tidak menggunakan HP. Semua luka diterima langsung oleh tubuh. Hanya status dari Durabilitas yang bertambah. Bila Dimas tetap bersikap demikian, tak lama lagi dia akan tumbang. Orang selemah lelaki itu pun akan mampu menjatuhkannya.
Lelaki yang menuduhnya itu menyembunyikan senyum kemenangan di balik keributan si gadis yang bersikap lemah. Mereka adalah aktor yang sangat baik. Masing-masing dari mereka menjalankan peran yang sangat lembut. Orang yang dipukul bersikap seolah dirinya berada satu tingkat di bawah Dimas dan satu tingkat di atas lainnya, ketika dia yang paling pendiam lah otak sebenarnya dari rencana kudeta kekanak-kanakan ini.
Pertunjukkannya sangat menarik dan ini pun masih di babak awal.
"Aku melihatnya di area sebelah selatan."
Konyol. Bagastara bahkan berada satu ruangan dengan mereka dan tidak ada yang menyadarinya. Mereka bahkan tidak menyadari orang-orang yang hilang. Atau pun kelompok Lucy yang bergerak di balik bayangan sesuai dengan Astari yang melatih mereka.
Gadis yang menangis itu gemetar. Dia menyentuh kedua tangannya dan bibirnya membiru karena takut. Itu pasti skill Act yang dibicarakan Randy. Kemampuan yang memungkinkan orang mampu menggunakan reaksi alami tubuh manusia. Dalam keadaan normal, orang takkan mampu melakukannya. Akan tetapi, dia melakukannya dengan sempurna.
"Dimas. Aku takut."
Suaranya mencicit kecil. Dia bahkan mulai menangis dan Dimas melangkah mendatanginya lantas merangkul bahu yang gemetar itu. Saat dia memenamkan wajah gadis yang ketakutan itu ke dadanya, ekspresinya murka. Wajahnya memerah bukan karena keterpesonaan lucu melainkan amarah yang membuat warna merah itu bahkan terlihat membiru.
"Aku akan membunuh Bagastara. Aku bersumpah akan membunuh lelaki jahat itu."
Cukup.
Bagastara tidak bisa menahan tawanya lagi. Dia tertawa terbahak-bahak hingga bayangan yang menyembunyikannya tidak lagi berguna.
Bayangan itu bergetar, lambat laun luruh dan menunjukkan dirinya yang bersembunyi di pojok ruangan dari orang-orang sedang mendrama.
Bagastara menyentuh perut. Sebelah tangannya mengusap air mata yang menitik. Dia terlalu banyak tertawa.
"Pertunjukan kalian seru sekali."
Bagastara mengedarkan pandangan pada setidaknya lima puluh orang yang menatapnya kaget. Tidak menyangka dia akan berdiri di dalam sarang mereka tanpa seorang pun yang menyadarinya. Tiga orang yang menjadi pemeran utama dalam drama picisan itu diam membeku.
Hanya Dimas yang semakin marah atas kehadirannya.
"Aku kasihan padamu, Dimas, oh sebentar ... tidak juga." Dia menyentuh dagu sambil berpikir. Suaranya ceria saat melanjutkan, "Aku tidak suka jika ada yang menggunakan namaku untuk melakukan sesuatu. Kau tahu? Seperti seorang pembunuh berantai yang tidak suka bila seseorang menirukannya. Aku sedikit kaku dengan itu. Ah! Pasti karena aku memang manifestasi dari pembunuh berantai."
Dimas mendorong gadis yang menangis itu lembut. Akan tetapi, tangan yang menggenggam tombak menunjukkan otot-otot karena genggamannya yang terlampau erat. Otot lehernya pun terlihat. Matanya menatap Bagastara dengan penuh amarah.
"Penjahat harus dihukum."
Bagastara tersenyum miring.
"Apa itu? Kau bercita-cita menjadi penegak keadilan."
Dagu Dimas terangkat angkuh.
"Aku adalah penegak keadilan."
Lucu sekali.
Dimas melompat ke arahnya dengan tombak yang siap menghujam. Tidak sulit menghindari serangan itu. Bagastara hanya perlu melompat ke bayangannya dan menghilang ke sisi lain ruangan.
Orang-orang menjerit.
Salah satu kelemahan dari orang yang menganggap dunia ini hanyalah fantasi adalah dia tidak memikirkan orang lain. Film hampir tidak pernah menunjukkan efek samping dari sebuah ruangan. Apalagi film superhero.
Sebuah serangan akan melukai siapa saja. Tidak peduli lawan atau pun kawan.
Ironis bagi Dimas yang menganggap dirinya penegak keadilan ketika dia tidak memahami dampak dari serangan yang menghancurkan dari tombaknya. Serangan itu menghujam pilar dan rumah itu mulai bergetar.
Bagastara menjilat bibir. Dia sengaja menunggu di sana. Dia tahu Dimas akan menyerang dengan kekuatan sebesar itu dan menghancurkan markasnya sendiri.
Langit-langit mulai runtuh. Orang-orang berhamburan karena takut. Beberapa yang lebih berani mencoba menyerangnya. Satu di antara mereka berteriak penuh tekad. Orang-orang mulai mengangkat senjata dengan penuh keberanian. Akan tetapi, ketakutan adalah salah satu atributnya.
Semua keberanian itu bohong. Ruangan itu terasa seperti jamuah besar untuknya.
Bagastara tertawa puas.
Slaughter Man adalah skill yang memungkinkannya menggunakan ketakutan sebagai makanan. Dia menyerap ketakutan orang-orang. Ketakutan itu menjadi bahan regenerasi untuknya. Selain itu, ketakutan juga mempercepat pertumbuhan EXPnya.
[Phantom Soul] dan [Phantom Step] bukan skill bawaan. Tidak hanya itu, kedua skill itu sangat mahal. [Phantom Soul] adalah skill pertama saat EXPnya menjadi 2000 sesuai dengan yang diminta oleh dewa yang mendatanginya diam-diam saat dia masuk ke dunia ini. Dewa yang memberinya petunjuk untuk membawa kembali orang yang sudah mati.
'Kumpulkanlah 2000 EXP dan cari skill 'Thing from the Death Land'.'
'Apa yang kau dapatkan dengan memberi tahuku informasi ini?'
Dewa itu hanya melihat dari balik bayangan dengan matanya yang dalam dan tak berujung. Bagastara bisa merasakan kengerian yang tak pernah dia bayangkan selama ini. Entah mengapa, dia merasa orang di balik bayangan yang mengerikan itu menyeringai.
'Aku akan mendapatkan apa yang kumau.'
Bagastara memikirkan perkataannya beberapa hari dan memutuskan untuk tidak peduli. Sejak awal, dia telah memantapkan tekadnya dan kemudian dia mulai perburuannya. Title pertama yang didapatkannya hanyalah [Slaught] kemudian title itu berubah. Title yang awalnya biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang memberinya keuntungan.
Bagastara bertanya-tanya apakah makhluk dalam bayang itu ikut campur, tetapi pertanyaan itu tidak bertahan lama di kepalanya.
Dua ribu EXP pertama memberikan skill [Phantom Soul].
Seribu lima ratus berikutnya memberinya [Phantom Step].
Bagastara sadar bahwa mencari skill sialan itu akan membutuhkan lebih banyak lagi EXP dan dia bahkan tidak bisa menumbuhkan statusnya. Hanya pertumbuhan alami dari pertarungan dan efek skill [Slaughter Man].
Ketika dia kesulitan menghadapi dinding yang tinggi itu, Randy muncul. Dia membawa jawaban yang selama ini dicarinya. Mulanya dia hanya mengira Randy sebagai pelihat, tetapi ternyata dia mampu mengaktifkan skill orang lain. Sayangnya, perlu waktu untuk itu.
Bagastara tersenyum untuk dirinya sendiri saat Dimas menyongsong ke arahnya.
'Tidak masalah,' pikirnya. 'Menunggu adalah keahlianku.'
Sekarang, Bagastara akan menggunakan dua ribu EXPnya yang ketiga.
Suara itu muncul di belakang kepalanya, saat dia berniat membuka skill baru.
'Apa kau percaya bahwa kematian bukan akhir dari sebuah cerita?'
[Death Scythe] obtained.