webnovel

The Lovely One

Starla selalu menjadi gadis baik-baik bagi orang tuanya, sampai di saat teman-temannya mulai memiliki kekasih, ia mulai merasa kesepian dan iri. Starla ingin merasakannya juga, tapi pemuda-pemuda di sekolahnya tidak menaruh suka padanya karena ia dari keluarga terpandang. Ada anak baru di sekolahnya takkan berpengaruh baginya, benar?

Nona_ge · Teenager
Zu wenig Bewertungen
309 Chs

Syok ✨

Mata Starla membulat, tentu ia mengenal Rendy, pemuda itu cukup terkenal sebagai pemain bola voli yang handal, tidak lupa wajahnya yang tampan menjadi nilai plus teman-temannya serta adik kelasnya untuk masuk ke klub bola voli, jika beruntung mereka bisa diajari oleh Rendy. Ia sendiri juga masuk klub bola voli namun, bukan untuk melihat Rendy, murni karena ia memang sejak dulu kecil suka menonton Neneknya bermain bola voli di stadion.

Rendy bagi Starla hanya 'eye candy', ia justru lebih mengagumi gaya bermain Rendy daripada wajah pemuda itu, smash-smash keras yang sulit dibalas oleh anggota lain begitu membuatnya terpesona.

"Kalau benar begitu, hati-hati dengan dia," kata Starla sambil mengedipkan matanya jahil. "Nanti diam-diam dia bisa men-smash hatimu, Luna." godanya.

Pipi Luna lantas merona setelah mendengarnya. "A-aku rasa tidak semudah itu!" meski membantah, ucapannya tidaklah ketus.

"Sungguh?" Starla sama sekali tidak percaya, apalagi wajah Luna bertentangan dengan apa yang dikatakan. "Aku bisa melihat benih-benih cinta di mata hitammu Luna." godanya.

Giliran Luna yang jengkel. "Kau lupa ya aku berkencan dengan Kak Sandy?"

Starla duduk di kursi bagiannya, diikuti Luna di sampingnya, ia tidak membalas justru merenung; mendengar Luna begitu digemari oleh para lelaki di sekolah membuatnya iri, ia begitu ingin merasakan disukai oleh lelaki di sini namun, tidak ada satu pun yang tertarik dengan dirinya, ia sendiri tidak mengerti, ia merasa tidak terlalu jelek, ia selalu bersikap ramah bahkan ia memakai sedikit make up agar terlihat lebih menarik, sayang usahanya gagal juga.

Mungkin memang benar adanya jika kekuatan Ayahnya mempengaruhi penilaian para lelaki di sini, nyali mereka ciut duluan ketika mengetahui ia dari keluarga Annora.

Terkadang Starla ingin menjadi gadis biasa seperti Luna, gadis biasa yang bebas, tidak terkurung dalam sangkar seperti dirinya.

Starla menelan segala perasaan yang berkecamuk di dadanya dengan tersenyum kecil. "Luna, kau hanya berkencan bukan pacaran." katanya. "Jangan menolak dulu, dia orang yang baik di mataku tahu. Kak Rendy mungkin ingin berteman dulu."

Luna berpikir sesaat. "Baiklah," katanya.

Starla mengangguk, dalam hati kecilnya ia sungguh berharap ingin merasakan jatuh cinta itu seperti apa. Dulu ia memang sempat menyukai beberapa lelaki, hanya suka tidak lebih, dan kebanyakan mereka tidak tertarik padanya juga.

Menyedihkan memang mengetahui kenyataan rasa sukanya tidak bisa berkembang menjadi cinta.

Kursi di depannya berbunyi, seorang gadis berambut hitam pendek meletakan tasnya di meja barulah berbalik ke arah Starla dan Luna.

"Pagi, Luna, Starla." sapa gadis itu hangat.

Starla melambaikan tangannya riang. "Pagi juga, Gea," sahutnya.

"Pagi," Luna membalas singkat.

"Kau tahu? Bakalan ada anak baru loh~!" kata Gea semangat empat lima. "Dia lelaki juga."

Starla memutar bola matanya. "Ingat Kak Ferdian, Gea. Ingat." sindirnya.

"Oh!" Gea terkesiap, teringat pemuda yang baru saja resmi menjadi kekasihnya. "Maaf, aku perempuan setia kok." jelasnya singkat. Namun semangatnya muncul lagi. "Tapi saat tahu dia dari Jepang, aku tidak bisa menahan diriku." jelasnya manja. "Aku kan lemah sama lelaki blasteran."

Starla dan Luna memutar bola mata mereka bersamaan.

"Terserah kaulah," kata Starla tidak tertarik sama sekali. "Aku tidak tertarik lagi pula." katanya.