webnovel

Tidak Asing

"Intinya aku tetap tidak ingin, biarkan Shuai saja yang melanjutkan hidupnya sebagai seorang Pendekar. Aku hanya ingin hidup seperti ini, menanam dan berburu untuk makan. Hidup tanpa perlu terikat dengan aturan dunia Kultivasi, tanpa perlu mengkhawatirkan peperangan yang bisa terjadi kapan saja." ucap Jiruo dengan tatapan tegas lalu dia berjalan meninggalkan sang ayah yang hanya bisa menatapnya dengan tatapan nanar.

"Ayah hanya tidak ingin kau menyesal Ruo'er, kau memiliki adik yang harus kau lindungi." gumamnya pelan seraya menundukkan kepala.

....

Xiao Shuai berjalan menyusuri hutan dengan menggendong sebuah keranjang anyaman. Dia mengambil ranting-ranting pohon yang tampak kering untuk dijadikan Kayu bakar nantinya.

"Huft! Lelahnya." katakanlah dia begitu berlebihan, merasa lelah hanya karena berjalan yang bahkan tidak menggunakan banyak energi.

Cukup lama berjalan dengan sesekali menghela nafas lelah, Xiao Shuai merasa haus dan sangat membutuhkan air. Namun persediaan air yang dibawanya sudah habis, elemennya memang air tapi dia memilih mengikuti suara gemericik air yang terdengar dekat.

Mungkin sudah waktunya membuang rasa malas. Kira-kira itulah yang berada di pikirannya saat ini. Dia sedikit kesal dengan ucapan Jiruo yang tadi.

***

Cukup lama Xiao Shuai berjalan mengikuti suara gemericik air yang di dengarnya. Namun dia tak kunjung menemukan sungai yang dicarinya, Xiao Shuai menyesal telah ingin menghentikan rasa malas.

Seharusnya dia menggunakan elemen airnya saja tadi. Tapi belum sempat banyak menggerutu, dia akhirnya melihat sungai tersebut berada di depan mata.

Dia melangkahkan kaki mendekati sungai itu, namun langkahnya terhenti saat melihat sesuatu yang terlihat seperti manusia, tampak tergeletak tak sadarkan diri dengan beberapa luka di tubuhnya.

"Ada orang lain di hutan ini?" Xiao Shuai cukup terkejut dengan kenyataan ini, dia jelas tahu kalau hutan ini jarang di lalui orang-orang karena rumor yang berada di belakangnya.

Namun tanpa banyak berpikir, Xiao Shuai menghampiri seseorang itu dan kembali terkejut saat sadar itu adalah seorang gadis. Dia menelisik gadis itu dengan tatapan serius, pandangannya terhenti pada pergelangan tangan gadis itu.

"Lian?" gumamnya membaca ukiran nama di gelang giok itu. Kemudian dia menghela nafas, tak tega rasanya meninggalkan gadis itu di sini. Nama juga ragu untuk di bawa ke rumah, takut ayah dan kakaknya akan marah.

"Sepertinya mereka tidak akan marah." Xiao Shuai yang masih berusia 13 tahun itu mencoba meyakinkan dirinya sendiri, kemudian mulai berusaha membawa gadis itu dari depan. Lalu berjalan pulang menuju rumahnya dengan sedikit kesulitan.

***

"Kau sudah pulang Shu-eh? Siapa yang kau bawa itu Xiao Shuai?!" ayah dari Xiao Shuai dan Xiao Yewan yang bernama Xiao Yewan itu ketika melihat putra bungsunya pulang dengan menggendong seseorang.

"Aku menemukannya di dekat sungai, sepertinya dia terluka." ucap Xiao Shuai menatap luka di perut seseorang yang berada dalam gendongannya itu.

"Lukanya terlihat tidak parah, letakkan dia di kamar! Ayah akan mengobatinya." ucap Yewan yang segera di laksanakan oleh Xiao Shuai.

Shuai sendiri tidak menanyakan keberadaan kakaknya, karena dia yakin kakaknya berada di halaman belakang rumah. Membakar daun yang tak ada habisnya, itu pasti.

***

"Oh kau sudah kembali?" pertanyaan yang terdengar seperti pernyataan itu dilayangkan dari Jiruo yang baru saja memasuki rumah dan mendapati keberadaan Xiao Shuai yang sedang duduk membaca gulungan.

"Seperti yang kau lihat." balas Xiao Shuai tanpa mengalihkan fokusnya sedikitpun, hal ini membuat Jiruo mendengus.

"Dimana ayah?" tanya Jiruo seraya mengerakkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

"Di kamarku." ucap Xiao Shuai menatap Jiruo sekilas sebelum akhirnya kembali fokus dengan bacaannya.

Tanpa mengatakan apapun lagi Jiruo pergi memasuki kamar Xiao Shuai karena memiliki urusan dengan ayahnya.

***

Cklek

Dia masuk dan terkejut saat melihat ada orang asing yang terbaring di peraduan adiknya. Terlebih lagi orang asing itu adalah seorang gadis, ini membuat rasa penasarannya meningkat.

Seolah lupa dengan hal yang ingin ia bicarakan dengan ayahnya, lupa dengan perdebatan mereka tadi karena hal yang masih tidak berubah.

"Ayah? Siapa dia? Kenapa berada di sini?"

Tentu saja Yewan tidak terkejut dengan keberadaan Jiruo di sana. Dia sudah merasakan aura keberadaan putranya, dia juga tidak terkejut dengan pertanyaan Jiruo itu.

Jadi dia menghela nafas kemudian berbalik menatap putra sulungnya lekat.

***

Setelah diceritakan semuanya oleh Yewan, Jiruo terdiam duduk bersama adiknya yang masih dalam posisi yang sama.

"Kau kenapa?" tanya Shuai heran dengan kakaknya yang sedari tadi diam.

"Gadis tadi," ucap Jiruo menjeda ucapannya, menatap sang adik lalu melanjutkan.

"Wajahnya tidak asing."

Mendengar itu Shuai mengernyitkan dahinya, seingatnya Jiruo sudah lama sekali tidak keluar hutan. Dimana Jiruo melihat sosok yang mirip dengan gadis yang ditolongnya itu?

"Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat, tapi entahlah..." ucap Jiruo pelan seraya menundukkan pandangan, berusaha mengingat. Namun nihil, dia seperti benar-benar lupa.

"Kau yakin kak?" tanya Shuai dengan sebelah alis terangkat, hal ini membuat Jiruo mengangguk mantap.

"Iya! Wajahnya begitu mirip dengan seseorang, sayangnya aku tidak ingat."

"Mungkin dia adalah salah satu temanmu dulu, atau hanya sekedar mirip saja." ucap Shuai santai namun membuat Jiruo berpikir keras.

Teman? Teman yang mana? Rasanya dia tidak memiliki teman perempuan. Ah? Apa teman yang itu? Jiruo terus bertanya-tanya dalam pikirannya.

Namun satu nama yang kembali menghampiri kepalanya. Bahkan setelah dia menepis berkali-kali pikiran itu, namun nama ini tidak mau pergi.

Kau kah itu?

***

Yewan, Jiruo, dan Shuai duduk di ruang tengah yang dijadikan sebagai ruang keluarga. Ketiganya tampak memasang wajah serius meskipun dua saudara Xiao merasa heran dengan ayah mereka yang mengumpulkan mereka di sini.

"Luka benturan di kepalanya begitu parah meski lukanya mengering, Ayah tidak tahu bagaimana bisa kering secepat itu. Karena di lihat dari energinya, dia baru saja terluka. Akibat benturan itu, ayah rasa dia akan kehilangan sebagian atau bahkan seluruh ingatannya. Kasus seperti ini pernah terjadi di Kerajaan Huo." ucap Yewan seraya menghela nafas, hal ini membuat dua saudara Xiao mengernyitkan dahi mereka kompak.

"Apa itu artinya dia akan tinggal bersama kita?" tanya Jiruo, sementara Shuai hanya diam memperhatikan.

"Lebih tepatnya dia akan menjadi adik kalian."

"Apa?!" Jiruo sangat terkejut, begitupun dengan Shuai. Hanya saja Shuai kini menatap kakaknya dengan senyum lebar.

"Terlebih dia perempuan, ayah tidak akan kesepian lagi jika kalian berdua keluar hutan nantinya." ucap Yewan membuat Jiruo terdiam, tidak banyak merespon.

"Bukankah dengan begini aku akan merasakan rasanya menjadi Kakak? Ini akan sangat menarik!" ucap Shuai dengan begitu semangat. Sejak dulu dia ingin memiliki adik, namun sang ibu telah berpulang sejak dia kecil dulu.

TBC

Bogor 12 Juni 2022

Dukung author selalu!

Lira_Nurrcreators' thoughts