webnovel

The Lecturer is My Love

Resyara merupakan mahasiswa di sebuah kampus ternama di kota Yogjakarta. Suatu hari, setelah pengenalan kampus selesai, dia terjebak masalah dengan salah satu dosennya. Dosen tersebut terkenal dingin dan bermulut pedas. Akankah dia selamat dari prahara tersebut?

ruelee_shin · Teenager
Zu wenig Bewertungen
4 Chs

Bab 1 Kejadian Tak Terduga

Pagi ini, Resyara tampak tergesa-gesa menuruni anak tangga. Pasalnya gadis itu harus segera sampai di kampus sebelum pukul 07.30, sementara jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.00 dan artinya dia harus sesegera mungkin meninggalkan rumahnya untuk berangkat ke kampus.

Sesampainya di bawah, suasana rumahnya sudah sepi. Tidak terlihat siapa-siapa di sana. Orang tua dan kakaknya sudah memulai aktivitasnya masing-masing tanpa melibatkannya sama sekali. "Duuhh ... bagaimana ini, Mas Dipta sudah berangkat. Aku naik apa kalau begini?" keluhnya dengan kepanikan yang luar biasa. Hingga membuat dirinya hampir terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.

"Noon ... hati-hati," seru Bibi pengurus rumah tangganya seraya tergopoh-gopoh menghampirinya. "Non Ara tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, Bi. Aku baik-baik saja," sahut Resyara sembari tersenyum simpul.

"Non Ara, yakin tidak apa-apa?"

"Iya, Bi. Aku tidak apa-apa," jawabnya sekali lagi menyakinkan perempuan paruh baya tersebut. "Oiya, Bi. Papa, Mama dan Mas Dipta sudah berangkat?"

"Iya, Non. Semuanya sudah berangkat."

"Kenapa tidak ada yang mau menungguku turun dulu?" ucapnya dengan raut wajah sedikit merengut.

"Tadi, Bibi panggil-panggil tidak ada jawaban. Jadi, semuanya berpikiran kalau Non Ara, hari ini kuliah siang."

"Ckk ... ini gara-gara semalam aku tidur larut. Jadi, seperti akibatnya," gerutunya menyalahkan diri sendiri. "Ya sudah kalau begitu, Bi. Aku berangkat dulu. Sudah siang."

Resyara segera saja bergegas dari hadapan Bi Inah untuk menghemat waktu. Gadis itu harus mengejar waktu yang semakin menipis. Namun, seruan yang berasal dari belakang terpaksa menghentikannya.

"Noon ... Non Araa ... tunggu!" teriak Bi Inah dari dalam rumah.

Resyara berhenti sejenak. Kemudian memutar tubuhnya menghadap perempuan paruh baya itu. "Ya, Bi, ada apa?"

"Non, tidak sarapan dulu?"

"Nanti saja, Bi. Aku makan di kantin. Waktunya tidak cukup. Sudah siang soalnya."

"Tapi, Non ..."

"Tidak apa-apa, Bi. Sudah dulu ya?" pamitnya dengan tergesa-gesa. Sedangkan Bi Inah hanya memperhatikannya dari dalam rumah seraya menggeleng-gelengkan kepalanya menyaksikan tingkah anak bungsu dari keluarga Pramanta itu.

Ya, Resyara Prameswari Pramanta adalah anak kedua sekaligus terakhir dari keluarga Pramanta. Dia putri satu-satunya pasangan Wisnu Pramanta dan Reyana Prameswari. Seorang pengusaha ternama asal kota Yogjakarta. Resyara sendiri memiliki seorang kakak laki-laki, dia adalah penerus dari perusahaan Pramanta Group yang saat ini tengah menjabat sebagai wakil direktur di perusahaan tersebut.

Sesampainya di pelataran rumah, Resyara mendapati supir keluarganya, tengah memanaskan mobil milik sang Mama, membuat gadis berusia 18 tahun itu menukikkan kedua alisnya. "Pak Dhe tidak mengantar Papa?" sapa Resyara membuat laki-laki yang biasa dipanggil Pak Dhe itu menolehkan kepala menatap di mana anak tuannya berada.

"Non Ara ... Non Ara mau berangkat ke kampus?" tanyanya melupakan pertanyaan gadis berambut hitam itu.

"Iya, Pak Dhe. Aku mau ke kampus," jawab Resyara. "Terus, ini Pak Dhe kenapa ada di sini? Pak Dhe tidak mengantar Papa?"

"Oh ... saya memang diperintahkan Bapak untuk mengantar Non Ara ke kampus," terang Pak Dhe seraya membukakan pintu untuknya.

Sebenarnya banyak pertanyaan yang ada dalam benaknya, kenapa sang Mama tidak menggunakan mobil itu. Namun, dia urungkan. Di tahannya rasa penasaran yang dia miliki, karena yang ingin dia lakukan saat ini adalah segera masuk mobil dan secepat mungkin sampai ke kampus.

Mobil pun akhirnya melaju meninggalkan pelataran kediaman Pramanta. Perjalanan yang Resyara tempuh pagi ini semoga lancar sehingga dia bisa sampai kampus dalam waktu yang cepat dan dapat mengikuti perkuliahannya tepat waktu.

Gadis bertubuh semampai itu, tengah memejamkan matanya saat sebuah suara menginterupsinya. "Non Ara, bangun kesiangan ya?" tanya supir keluarganya membuat Resyara membukakan matanya kembali. Dia sebenarnya masih mengantuk dan ingin memanfaatkan waktunya beberapa menit untuk memejamkan mata sebentar selama di perjalanan menuju kampusnya. Namun, demi menjaga kesopanan, dia urungkan.

"Iya, Pak Dhe. Aku bangunnya telat. Jadi, kesiangan seperti ini," jawabnya sopan.

"Oo ... begitu. Saya kira Non Ara masuk siang."

"Belum dapat jadwal itu, Pak Dhe. Aku kan, masih semester awal. Mungkin semester depan baru ada kuliah siang," terang Resyara. "Oiya Pak Dhe, kenapa mobil Mama bisa ada di rumah? Mama tadi berangkat dengan siapa? Mas Dipta?"

"Ibu bersama dengan Bapak, Non."

"Mama ke kantor dengan Papa? Bukannya hari ini Papa harus keluar kota?"

"Iya, Non. Seharusnya hari ini Bapak ada agenda keluar kota."

"Berarti Papa harus putar arah, antar Mama dulu. Itu kan, membuang-buang waktu? Belum lagi Papa yang bawa mobilnya sendiri. Pasti capek."

"Iya, Non. Bapak yang membawa mobilnya sendiri."

"Tahu seperti itu kenapa Pak Dhe tidak menolak perintah Papa saja? Papa lebih membutuhkan Pak Dhe sebenarnya. Bukan aku. Aku berangkat bisa menggunakan taksi," protes Resyara tidak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang tuanya. "Lagi pula supirnya Mama ke mana?"

"Mas Kirno, kan sedang pulang kampung, Non. Dia cuti karena ibunya sedang sakit." Akhirnya mengalirlah pembicaraan tersebut sepanjang perjalanan, hingga mobil yang mereka tumpangi memasuki area kampus dan berhenti tepat di depan gedung fakultasnya.

"Matur nuwun, Pak Dhe (terima kasih, Pak Dhe). " Resyara mengucapkan rasa terima kasihnya dan langsung membuka pintu mobil. Namun, saat sebelah kakinya sudah menapak ke tanah, kepalanya dia julurkan kembali ke dalam sambil berucap, "Pak Dhe pulang saja ya, tidak perlu menunggu."

"Tapi, Non ...."

"Nanti aku hubungi Pak Dhe kalau sudah selesai," potong Resyara cepat. Dan bergegas meninggalkan mobil berwarna Silver tersebut tanpa perlu menunggu jawaban dari laki-laki paruh baya tersebut.

***

Perasaan Resyara sudah tidak enak saat gadis itu melangkahkan kakinya ke dalam gedung fakultas. Loby fakultas dan lorong-lorong kelas juga nampak sepi. Semuanya berada di dalam kelas tengah memulai kegiatan perkuliahan. Dengan langkah kaki yang dipercepat, Resyara berusaha mencapai ruang kelasnya sebelum sang dosen datang. Diliriknya pergelangan tangan sebelah kiri yang tersemat jam tangan berwarna gold itu. Pukul 07.28, jarum jam tersebut bertengger kokoh.

"Masih ada waktu dua menit lagi. Semoga dosennya belum datang," harap Resyara bercampur dengan perasaan cemas. Kini gadis tersebut, berada di depan pintu kelasnya. Perasaannya tak menentu. Bahkan ketakutannya meningkat dua kali lipat. Bagaimana jika dosen pengampunya sudah ada di dalam? Apakah dirinya masih bisa mengikuti kelas hari ini?

Membuang jauh-jauh pikiran tersebut, dan dengan memberanikan diri Resyara bersiap untuk membuka gagang pintu itu. Namun, sesuatu yang lain muncul di luar dugaannya begitu saja, membuatnya terperangah. Tangannya terhempas karena dorongan seseorang yang datang tiba-tiba, dan dengan sedikit sentakan, pintu itu terbuka lebar. Di sana, tepat arah pukul enam, seorang laki-laki menatap Resyara lurus dengan tatapan elangnya. Sementara seseorang yang membuka pintu dengan arogan tadi sudah melenggang masuk tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.

"Tamat sudah riwayatku," gumam Resyara seraya menunduk lalu berjalan perlahan menghampiri sosok tersebut.