Keduanya saling pandang. Hera tidak tau harus menjawab apa. King berpikir keras hendak menjawab apa, lalu ia ingat satu hal.
"Mi, apa mami sudah mulai pikun ya?" ujarnya kepada nyonya Yesi.
"Maksud kamu apa King?" tanya maminya.
"Papi, apa papi ingat sesuatu?" ujarnya kepada tuan Roland.
Keduanya serentak menggelengkan kepala.
"Jelaskan King, jangan bikin penasaran deh!" seru Sang Mami.
King pun menjelaskan disaat sebelum omanya meninggal, ia pernah berpesan jika kelak King menikah, harus menggunakan cincin pernikahan mereka. Itulah yang menjadi alasannya tidak membeli cincin pernikahan.
"Sial..! kok gue bisa lupa beli cincin! untung saja gue masih ingat pesan mendiang Oma dulu, kalau tidak bisa berabe semua," gumamnya dalam hati.
Pengawal Juyan juga seperti terkena serangan jantung saat nyonya Yesi menanyakan tentang cincin pernikahan.
"Untung saja tuan muda dapat menjawab dengan baik," gumamnya sambil mengelus-elus dadanya.
Nyonya Yesi tak kuasa membendung air matanya mendengar perkataan King yang masih mengingat pesan mendiang omanya. Ia langsung berdiri dan menghampiri anak satu-satunya itu dan menghambur dalam pelukannya.
"Apaan sih mami," ujarnya risih karena Hera tersenyum melihat tingkah ibu mertuanya itu.
"Ya sudah mi, segera ambil cincin itu," namun nyonya Yesi berkata,
"Jangan malam ini pi, mami punya ide, besok kita ziarah ke makam opa dan oma, di depan makam mereka, kalian saling menyematkan cincin, jadi untuk itu malam ini, kalian menginap disini."
King hendak membantah perkataan Sang Mami namun tuan Roland langsung berkata, "tidak boleh ada penolakan! kalian menginap disini malam ini, kamu tidak keberatan kan Hera?"
"Tidak pi" ujarnya gugup, namun jawabannya tersebut sontak membuat King menatapnya dengan tajam.
"Ya sudah, mari kita makan dulu, hidangan sudah tersedia di meja makan," ujar tuan Roland.
Di meja makan, dengan inisiatifnya sendiri, Hera melayani suaminya, menyendokkan nasi dan memberikan beberapa lauk di atas piring King. Ia juga melayani kedua mertuanya sama halnya seperti yang ia lakukan kepada suaminya. King melihat semua yang dilakukan Hera, diam-diam ia mulai memuji Hera yang sigap.
Demikian halnya dengan kedua orang tua king, mereka merasakan kehangatan saat Hera melayani mereka di meja makan. Setelah ia merasa semua telah terlayani dengan baik, ia lalu menyendokkan nasi ke dalam piringnya.
"Hera, kamu yang banyak makannya ya sayang, biar kamu bisa mengimbangi tenaga suamimu yang pastinya sangat besar," ujar nyonya Yesi.
Mendengar perkataan maminya itu, King yang sedang asyik makan seketika keselek, lalu buru-buru Hera menyodorkan segelas air yang langsung diminum olehnya dan kemudian menepuk-nepuk punggung suaminya.
"Mas.., kamu nggak apa-apa?" ujarnya lembut.
Mendengar Hera memanggilnya mas, membawa kesejukan tersendiri di dalam hatinya.
"Mami apa-apaan sih ngomongnya, lihat nih aku jadi keselek," seru King kesal.
"Lah, memang yang mami katakan benar kan pi?" nyonya Yesi meminta suaminya membelanya.
"Sudah-sudah, mari kita lanjutkan makannya," sela tuan Roland menengahi.
Mereka melanjutkan makan malam dalam diam. Setelah selesai makan, nyonya Yesi menyerahkan sebuah paper bag kepada Hera yang berisikan baju ganti untuknya.
"Oh ya princess, kamu ikut sama mas mu yah, tadi mami sudah menyuruh pelayan untuk membersihkan kamar kalian, semoga kalian menikmati malam yang panjang ya malam ini..," seru nyonya Yesi menggoda Hera, dan dibalas dengan tatapan tajam King kepada maminya itu.
King segera melangkah menuju lantai atas diikuti oleh Hera dengan menggunakan lift khusus yang ada di rumahnya yang terhubung langsung ke kamarnya.
Hera terus mengikuti King, namun saat lift berhenti tepat di depan kamar King, ia ragu untuk keluar.
"Hei, ngapain lo disitu, keluar! atau lo mau tidur di dalam lift?" King kembali membentak Hera.
"Ma..maaf tuan," lalu ia segera keluar dari lift dan kembali mengikuti King masuk ke dalam kamar.
King mengedarkan pandangannya, sepertinya ada yang berbeda dengan kamarnya saat ini.
"Shit! mami..!" ujarnya tertahan. Ternyata nyonya Yesi sudah memindahkan sofa yang ada di kamar King tanpa sepengetahuannya.
Hera takut dengan sikap King yang selalu marah-marah namun ia tidak dapat berbuat apa-apa.
King membuka lemarinya dan meraih handuk untuk mandi. Sementara Hera masih tetap berdiri karena tidak ada tempat untuk duduk di kamar King selain di kasur.
King berlalu dari hadapan Hera tanpa mengatakan satu kata pun.
Hera merasakan kakinya letih karena suaminya yang terlalu lama mandi. Ia pun duduk di sisi kasur dan menunggu suaminya selesai mandi.
Ia kembali mengaktifkan ponselnya, ada beberapa panggilan tak terjawab dari Ewan berkali-kali. Ia pun menghubungi Ewan, ternyata tadi ayahnya ingin berbicara dengannya. Namun saat ini ayahnya sudah tidur.
"Maaf ya Wan, tadi ponsel kakak mati."
"Iya kak, nggak apa-apa, besok saya akan menghubungi kakak lagi," ujarnya dari seberang sana.
King selesai mandi, seiring dengan berakhirnya Hera menelpon adiknya. King sempat melihat istrinya itu sedang menelpon seseorang, seketika ia penasaran "dengan siapa ia terus intens menelpon?" tanyanya dalam hati.
Ia melangkah ke dalam kamar dengan bertelanjang dada dan hanya memakai handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya.
"Ma..maaf tuan muda, saya sudah duduk di kasur tuan," ujarnya sambil menundukkan kepala karena melihat King yang bertelanjang dada. Lalu ia merapikan sisi kasur yang ia duduki tadi
"Cih..!" cibirnya. King melewati Hera yang berdiri menunduk sambil meremas paper bag yang ada di genggamannya. Ia kembali membuka lemarinya dan melempar selembar handuk tepat mengenai tubuh Hera.
"Sana lo mandi."
"Ba..baik tuan," lalu Hera masuk ke dalam kamar mandi dan tidak lupa menguncinya.
"Tuan! tuan! emang gue tuan tanah apa? tadi aja di depan papi and mami, sok-sok-an manggil gue, mas King!" gerutu King kesal saat Hera sudah masuk ke dalam kamar mandi. Kemudian ia kembali sadar.
"Hei, ada apa denganku? Kenapa aku malah memikirkan wanita itu?" ujarnya kepada dirinya sendiri.
Hera melucuti semua pakaiannya dan mulai mandi. Setelah mandi ia merasakan tubuhnya kembali segar. Lalu ia meraih paper bag dari ibu mertuanya.
Alangkah terkejutnya Hera saat membuka paper bag itu, ternyata isinya lingerie berwarna merah maroon lengkap dengan underwearnya.
Hera mulai gelisah dengan isi paper bag itu, ia ingin kembali memakai dress yang ia pakai sebelumnya namun dress tersebut sudah terasa lengket dan tidak enak untuk di pakai tidur.
Mau tidak mau, karena ia tidak memiliki pakaian lagi, ia terpaksa memakai lingerie itu.
King yang sedang sibuk dengan ipad nya, tiba-tiba sadar jika dari tadi Hera belum keluar dari kamar mandi, ia melirik jam di dinding hampir satu jam ia di dalam kamar mandi.
Sementara itu, Hera berkali-kali mengintip apakah King sudah tidur atau belum, namun ternyata King masih sibuk dengan ipad nya.
"Hei!, ngapain lo di dalam? keluar lo!"