webnovel

The Guardians : Seeker

Untuk pertama kalinya Bumi mengalami pergolakan pertamanya. Bermula dari peristiwa hujan meteor, satu demi satu bencana mulai berdatangan membawa manusia ke sebuah kenyataan pahit. Ketika manusia beranggapan semuanya sudah berakhir mereka datang bergerombol layaknya lebah memusnahkan setiap manusia yang mereka temui. Entah untuk menjawab doa manusia, satu demi satu manusia membangkitkan sebuah kemampuan. Berbekal kemampuan baru yang ada manusia melawan balik mengambil setiap kesempatan untuk bertahan hidup. Apakah ini akhir dari malapetaka mereka atau awal dari mimpi buruk, tidak ada yang tahu.

Dre_Am · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
18 Chs

Freak

Melihat ekspresi mereka sedikit tercerahkan, Eira menatap mayat monster di depannya dan tiba-tiba bertanya. "Menurut kalian seberapa kuat monster ini. Jika kalian dihadapkan lagi dengannya, apakah kalian bisa membunuhnya."

An, Abir, Bahr, dan Tempo menggelengkan kepalanya. Mereka tidak berani memikirkan bahwa mereka akan berhadapan dengan monster ini. Karena mereka tahu, tidak akan ada peluang untuk bertahan hidup jika mereka menghadapi monster ini saat mereka masih di tingkat ini.

Audrey yang berdiri di samping tiba-tiba tersenyum tipis dengan jawaban mereka. "Kalian tidak bisa mengalahkannya karena ada perbedaan tahap dengan monster ini. Monster ini berada di tahap puncak, hanya ada celah satu tahap dan monster ini akan mencapai fase Evolusi."

"Apa yang Anda maksud dengan tahap."

"Seperti yang pernah aku katakan, Tahap adalah tingkatan kekuatan kalian ketika diukur, ada beberapa tahap dalam sebuah fase." Eira merenung sejenak mendengar pertanyaan itu. "Ketika kalian mengalami Terbangun, kalian akan mendapatkan kemampuan baru dan kekuatan fisik kalian akan meningkat beberapa kali lipat, itulah yang kami sebut tahap awal. Pada saat itu, kalian mulai bisa melawan monster yang terlemah bahkan dalam keadaan seimbang."

"Di tahap tengah, kalian sudah bisa menggunakan kemampuan kalian sesuka kalian, meskipun ada batasan dalam penggunaan kemampuan dan di tahap ini kalian juga memiliki pemahaman tentang kemampuan kalian. Di tahap puncak, kalian akan memiliki peningkatan kekuatan kalian, apakah itu durasi penggunaan kemampuan kalian atau bisa juga peningkatan kemampuan yang kalian miliki."

Eira menatap mereka dan berkata. "Apakah sekarang kalian mengerti. Kalian tidak bisa mengalahkan monster ini karena monster ini berada di tahap puncak.

"Sedangkan kalian." Melirik mereka, Eira melanjutkan dengan pelan. "Kupikir kalian masih di tahap tengah."

Membiarkan mereka mencerna apa yang dia katakan, Eira menjauh dan duduk di samping Audrey yang sejak awal termenung dengan pikirannya sendiri. "Apa yang kamu pikirkan."

"Aku berpikir bagaimana cara meningkatkan kekuatan mereka." Audrey melihat mereka berempat dengan kekhawatiran di matanya. Dia sudah menganggap mereka berempat sebagai keluarganya, tidak mungkin dia akan pergi meninggalkan mereka tanpa persiapan apapun.

"Kita masih memiliki waktu." Eira menatap langit dalam diam, tidak mungkin untuk mengatakan apa yang dia pikirkan dari ekspresi wajahnya. "Kita akan melatih mereka sampai mereka bisa berdiri sendiri tanpa bantuan kita."

"Kamu tidak terlihat khawatir." Audrey meliriknya dengan santai sambil mengelus binatang di bahunya.

"Memangnya kenapa, itu tidak seperti kekhawatiran bisa menyelesaikan semua masalah." Eira tersenyum menghina terhadap perkataan Audrey, tapi di kedalaman matanya samar-samar terlihat api kesedihan, api itu redup tapi masih memancarkan cahayanya seolah itu adalah bara yang sulit untuk dipadamkan bagaimanapun caranya.

"Hmph, teruslah berpura-pura." Audrey mencibir pada Eira, dia juga tidak repot-repot untuk menyembunyikannya.

Eira menjawabnya dengan datar. "Terserah kamu."

"Cih. Kamu pasti akan menyesalinya." Dengan seberapa seringnya dia bertengkar dengannya, Audrey secara bertahap mulai mengerti tentang perilakunya. Meskipun dia tidak bisa mengetahui semua pikirannya semudah membalikan telapak tangannya, tapi dia masih bisa menebak satu atau dua hal yang sedang dia pikirkan.

"Oh. Jadi apa yang kalian inginkan." An, Abir, Bahr dan Tempo berjalan mendekati mereka berdua, berbeda dengan sebelumnya tatapan mata mereka sekarang dipenuhi resolusi. Sebelumnya mereka masih bisa bersantai meskipun menghadapi bahaya yang mengancam nyawa, karena mereka yakin mereka akan selamat. Sekarang mereka tahu bahwa di atas langit masih ada langit, jangankan menghadapi monster di Evolusi pertama yang selisihnya sangat besar, monster yang berbeda satu tahap pun mereka tidak akan selamat.

"Kekuatan!" Mereka berempat berteriak serempak.

"Jadi kalian ingin kekuatan." Mengangguk lembut sebagai tanggapan, Audrey menatap mereka dengan intens, kemudian seringai perlahan merayap di wajahnya yang menyebabkan mereka berempat merinding hampir goyah dengan apa yang akan terjadi. "Baiklah, kalau begitu aku akan mengajarimu cara mendapatkannya."

Suara tegukan terdengar bersamaan, mereka berempat tidak bisa membayangkan neraka apa yang akan mereka lewati. Mengeluarkan seluruh keberaniannya, Bahr akhirnya bisa membuka mulutnya mencoba menjauh dari topik ini. "Ngomong-ngomong, di tahap apa kalian berada?"

Saling melirik satu sama lain, Audrey dan Eira berkata bersamaan. "Setengah langkah dari Kebangkitan pertama."

"Setengah langkah?"

"Kamu bisa katakan itu berada di atas tahap puncak tapi masih di bawah fase Kebangkitan." Bermain-main dengan binatang kecil itu, Audrey tersenyum menjelaskan.

"Yah, kalian juga akan mengalaminya jadi kupikir mempelajarinya sekarang juga ada gunanya." Eira mengerutkan kening berpikir sejenak dan menjelaskan. "Untuk maju ke fase Kebangkitan, kalian harus mempelajari lebih dalam kemampuan yang kalian miliki. Dan ketika kalian sudah mencapai batas kemampuan kalian, di situlah kalian akan mencapai tahap setengah langkah."

"Tahap setengah langkah ini bisa dikatakan tahap inisiasi, sebuah peralihan dari kemampuan yang kalian miliki. Jika di tahap sebelumnya kalian hanya mengenal permukaan kemampuan kalian, maka di tahap setengah langkah kalian akan mempelajari sifat dari kemampuan yang kalian miliki."

"Sifat?" Semakin mereka mendengarnya, semakin bingung mereka dengan apa yang dikatakan Eira.

"Ya sifat." Mengangkat tangannya, sebuah es tiba-tiba muncul di atas telapak tangan Eira. Es itu berbentuk heksagonal dan berputar-putar di tangannya. "Seperti yang kalian tahu kemampuan milikku adalah es. Dan es pada umumnya terbentuk dari air dan suhu yang rendah yaitu dingin. Jadi sifat es yang aku temukan adalah dingin."

"Selain itu, es juga memiliki kepadatan yang berbeda dari air, kamu harus mengerahkan beberapa kekuatan untuk menghancurkan es." Eira menggenggam es di telapak tangannya dengan erat, menghadapkan tangannya ke bawah es itu berubah menjadi butiran debu. "Jadi sifat es kedua yang kutemukan adalah keras."

Memposisikan kacamatanya, Abir bertanya dengan pemahaman di wajahnya. "Jadi sifat yang kamu maksud adalah keadaan bagaimana kemampuan ini ada. Maksudku cara kerja dari kemampuan yang telah diperoleh."

"Seperti es yang kamu contohkan, es terbentuk karena suhu yang rendah yang menyebabkan air mulai memadat dari keadaan semula, dalam keadaan itu struktur kristal kemudian muncul dari struktur molekul yang awalnya tidak teratur. Lalu struktur kristal tersebut kemudian menyusun menjadi struktur yang lebih sempurna sehingga menyebabkan es semakin menguat."

"Kamu bisa menganggapnya seperti it..." Eira mengangguk pelan sebagai jawaban tapi sebelum dia selesai, Abir tiba-tiba memotong kata-katanya.

"Tunggu, ini aneh. Bagaimana esmu bisa menjadi sekuat tadi?" Abir tertegun ketika dia menyadari bahwa es Eira sangat kuat hingga dapat menghentikan proyektil. "Senyawa yang menyusun es berbeda dengan logam jadi tidak mungkin bisa menahan proyektil, kecuali es itu sebesar gunung maka ada kesempatan untuk menahannya. Tapi es yang kamu ciptakan tadi hanya sebesar pintu dan setebal empat inci... "

"Tunggu!" Abir mengelus dagunya, dia menunduk dan bergumam seolah-olah sedang kesurupan. "Memang ada kemungkinan es bisa menjadi sekuat logam. Aku pernah mendengar bahwa ketika es berada di tekanan dan suhu tertentu mereka bisa menjadi sekuat logam tapi itu hanya teori. Jika itu hanya sekeras granit maka itu mungkin, lalu pernyataannya bagaimana kamu bisa bertahan disuhu itu.... kemudian... lalu..."

Menggelengkan kepala tak berdaya, Audrey tiba-tiba berdiri dan mendekati Abir. Dia kemudian memposisikan tangannya dan menampar bagian belakang kepalanya dengan keras menyebabkan dia tersungkur. "Sudahkah kamu selesai."

"Ah iya, aku sudah selesai." Abir berdiri dan menggosok bagian belakang kepalanya, dia tersenyum malu karena dia barusan lepas kendali.

"Jika kalian lebih paham dengan apa yang dikatakan Abir, silahkan gunakan istilah itu." Eira sedikit terhibur dengan ekspresi bodoh di wajah An, Bahr dan Tempo ketika mereka mendengarkan Abir berbicara. "Lagipula itu hanya penamaan, ada yang menggunakan istilah konsep, hukum, atau aturan bahkan niat. Terlebih lagi, pemahaman setiap orang berbeda-beda, kamu tidak harus meniru apa yang dilakukan orang lain. Dan kemampuan kalian hanya tergantung pada pemahaman kalian."

Bahr dengan ekspresi bingungnya menyikut Tempo. "Apakah kamu mengerti?"

"Tidak." Tempo dengan bodoh menjawabnya, wajahnya tampak linglung seolah otaknya sedang kelebihan beban karena memproses informasi yang baru dia terima.

"Mmm." Berbeda dengan keduanya, An hanya mengangguk, tidak diketahui apakah dia mengerti atau hanya berpura-pura. "Jadi sifat apa yang sedang kamu pahami sekarang?"

Eira menjawabnya dengan datar. "Suhu dan elastisitas."

"Mustahil." Bahkan sebelum An, Bahr dan Tempo menanggapinya, Abir berteriak tidak percaya. "Bagaimana mungkin es memiliki sifat elastis!"

"Sejak kapan aku mengatakan kalian hanya bisa mempelajari sifat dari kemampuan kalian." Seolah dia adalah seorang guru Eira menjawabnya dengan perlahan tanpa ketidaksabaran.

"Tapi itu tidak masuk akal." Abir berteriak seakan dia tidak mau menyerah.

"Kamu pikir kemampuan yang kalian miliki itu masuk akal." Tidak tahan dengan teriakan itu Audrey mencibir. "Dunia ini sudah tidak memiliki akal sehat, lalu mengapa kita harus memiliki akal sehat."

"Tapi..tapi..." Abir bergumam pelan tidak yakin.

"Lalu bagaimana denganmu?"

"Rahasia." Audrey hanya tersenyum misterius terhadap pertanyaan Tempo.

"Bagaimana dengan Bos." Bahr tiba-tiba bertanya. "Di Tahap apa dia sekarang?"

Audrey dan Eira tiba-tiba terdiam mendengar pertanyaan itu, Audrey kemudian menjawab dengan sedikit kaku. "Dia itu aneh. Seorang monster."

"Maksudmu?"

"Dia belum mengalami Terbangun."

"Hah!?"

...

Jauh ke arah barat laut dekat dengan pantai di utara, terdapat beberapa orang yang saling berhadapan. Suasana di antara mereka sangat mencekam, seolah pertempuran besar telah terjadi. Tapi situasi itu tampak tidak tepat karena bagaimana pun juga, empat orang yang sedang berhadapan dengan satu orang namun anehnya bukan satu orang itu yang terpojok melainkan keempatnya lah yang terpojok.