Tiga minggu kemudian, keadaan menjadi normal kembali. Tak ada kasak-kusuk dan desas-desus apapun. Bahkan Yuuto mulai kuliah kembali dengan aman. Hanya sesekali orang menyinggung soal kebangkitannya, untuk kemudian tidak peduli lagi dengan jawaban Yuuto. Dari sekian banyak teman kampus, hanya Irene yang tampak paling gembira melihat Yuuto hidup kembali. Bahkan di rumah Irene, ia mengadakan syukuran kecil-kecilan. Yang di panggil teman-teman kampusnya yang cewek-cewek saja. Irene tidak malu-malu lagi mengaku di depan teman-teman perempuannya.
"Bahwa aku sebenarnya mencintai Yuuto! Bukan memusuhinya! Kalian semua harus mencatat pernyataan ini...!"
"Telen tuh ludah!" celutuk Nana. "Makanya jangan jelek-jelekin orang, nggak tahunya dianya sendiri yang demen!"
Apa kata Irene kepada Yuuto, pada waktu mereka jumpa di kantin belakang kampus?
"Baru sekarang aku merasa doa ku terkabul secara nyata!"
"Doa apa?" pancing Yuuto.
"Aku berdoa supaya kamu hidup lagi. Dan, nyatanya.... seperti mimpi saja." Gadis berwajah mungil itu tersenyum malu sambil mengaduk-aduk es teler.
"Kenapa kamu berdoa supaya aku hidup lagi? Bukankah kamu pernah menyumpahi ku supaya motorku nyusruk ke selokan?"
"Cuma nyusruk aja yang ku inginkan, bukan mati!"
Yuuto sempat tertawa. Irene memang pintar bicara. Mahasiswi komunikasi massa ini memang suka ceplas-ceplos, termasuk bawel juga, kocak dan centil. Tapi, bibirnya yang tipis dan mungil itulah yang membuat ia tampak cantik, manis jika sedang bicara nyerocos.
"Kamu tahu, kenapa aku menyumpahi kamu supaya nyungsep ke comberan?"
"Nggak tahu! Yang begituan aku nggak pernah mau tahu" jawab Yuuto menggoda.
"Karena aku ingin supaya otak mu di cuci dengan air comberan. Otak mu terlalu bening, hati mu terlalu buta. Siapa tahu kalau di cuci dengan air comberan, kamu bisa melek dan bisa melihat ada rindu di seberang mata mu."
"Wow...! Puitis sekali diplomasi mu." Yuuto tertawa cengar-cengir.
"Aku serius." Irene menampakkan kesungguhannya. "Kamu nggak tahu kan, kalau selama ini aku selalu memperhatikan kamu?"
"Nggak tahu. Soalnya, aku nggak pernah memperhatikan siapa-siapa. Artinya, nggak peduli siapa pun orangnya yang ada di sekililing ku, dia mau memperhatikan aku atau tidak, itu urusan dia." jawab Yuuto.
"Dan kamu nggak tahu kalau ada cewek yang naksir kamu?" pancing Irene.
"Nggak tahu. Sebab ku rasa aku nggak pantas di taksir cewek. Aku yakin, nggak ada cewek kampus ini yang naksir aku!" jawab Yuuto pura-pura tidak tahu.
"Nah, itulah kebodohan mu! Makanya jangan mikirin obyekan foto keliling terus, ngintip tustel melulu, sekali-kali dong ngintip kanan-kiri mu." Irene bersungut-sungut. Lucu jika begitu. Yuuto hanya tersenyum menahan tawa.
"Memangnya apa ada cewek yang naksir aku, Ir?" pancing Yuuto.
"Ada saja!" Irene menjawab seenaknya, bermuka acuh tak acuh.
"Siapa cewek itu, Ir?" pancing Yuuto lagi.
"Nggak jauh!" jawabnya lagi sambil makan kue pisang.
"Kamu kenal dengannya?" tanya Yuuto.
"Kenal!" jawab Irene.
"Aku kenal dengannya?" tanya Yuuto.
"Kenal!" jawab Irene.
"Kalau begitu, aku tahu nama cewek itu."
"Siapa?" Irene mencibir.
"Namanya Irene." Ucap Yuuto sambil memandangi wajah yang mungil itu.
"Hmm..., " Irene makin mencibir. Bibirnya menggemaskan kalau sedang mencibir. Ia berlagak cuek. Menghabiskan kue pisangnya.
"Apa tebakan ku salah!?" pancing Yuuto.
"Kalau salah, mau apa? Kalau benar, mau apa juga?" pancing Irene.
"Kalau salah, aku pergi sekarang juga. Mungkin cewek yang naksir aku ada di ruang lain."
"Kalau benar?" pancing Irene lagi.
"Kalau benar, aku cium dia!" ucap Yuuto serius.
"Cium aja kalau berani!" ucap Irene memancing kejantanan Yuuto.
Yuuto pun memberanikan dirinya. Ia nekat saja tidak peduli ada banyak orang di sekelilingnya. Ia cuek saja dan mencium pipi Irene sekilas dengan cepat. Muka Irene sampai merah padam. Malu sekali. Ia mendelik girang.
"Edan lu! Banyak orang, Bego!"
Yuuto melangkah pergi sambil cengar-cengir. Irene tersipu-sipu. Salah tingkah karena dicibiri cewek-cewek lain yang ada di sekitarnya. Malahan, ketika pemilik kantin memperhatikan dengan sikap tidak senang, Irene bingung sendiri. Lalu, ia pun ikut-ikutan pergi setelah meletakkan uang 30 ribu di meja sebagai pembayaran es teler dan sebagainya.
"Yu, tunggu sebentar!" seruan ini bukan dari mulut Irene, tapi berasal dari Yoona. Dia adalah satu-satunya cewek kampus itu yang menjadi finalis dalam pemilihan cover girl di sebuah majalah. Wajahnya mirip Isabella Roselline. Cuma sayang, Yoona kurang supel, cenderung angkuh akibat lebih sering tampak dengan serius dari pada santai.
Yuuto berhenti dan memberikan senyum ramah kepada Yoona. Di belakang Yoona, tampak Irene melangkah dengan tergesa-gesa. Agaknya ia kurang suka Yuuto menanggapi sapaan Yoona itu.
"Yu, kamu masih aktif memotret?" tanya Yoona.
"Hmm... selama ini, aku belum mengawali lagi. Kenapa?" tanya Yuuto heran.
"Omku membutuhkan seorang photographer. Kalau kamu berminat, datanglah ke rumah ku. Hmm... terus terang, dua hari yang lalu aku pernah membicarakan tentang kamu kepada om ku. Ia punya minat juga untuk berkenalan dengan mu. Kapan kamu ada waktu?"
"Nanti dulu. Om mu bilang usahanya apa sih?" tanya Yuuto.
"Advertising." jawab Yoona singkat.
"Hmm... ya, ya... " Yuuto manggut-manggut.
"Cukup maju kok. Kliennya cukup banyak. Ia juga ada rencana mau bikin production house segala. Kalau bisa, manfaatkan kesempatan ini, Yu."
"Oke deh. Ntar malam, gimana? Bisa nemuin Om mu?" ucap Yuuto.
"Aku harus telepon dia dulu. Ntar kalau bisa, kujemput ke rumah mu, ya?"
"Siiip...!" Yuuto angkat jempol, saat itu Irene sampai dan Yoona pun pergi. Sikap Irene memandang Yoona bernada cemburu. Bahkan pertanyaannya pun sedikit aneh.
"Kencan di mana?" tanya Irene.
"Di rumah om nya." jawab Yuuto, lalu mereka melangkah bersama. "Omnya butuh seorang photographer, aku mau coba ngelamar kesana."
"Ngelamar Yoona?" Pancing Irene yang ingin melihat reaksi Yuuto.
"Ngelamar kerjaan itu, bego! Curiga aja lu sih!" gerutu Yuuto.
Wajar kalau Irene menaruh curiga, sebab Yoona bukan cewek yang penuh jerawat. Wajah Yoona halus dan mulus. Sedangkan wajah Irene ada jerawatnya satu, di pipi kanan. Trus Yuuto juga bukan cowok yang bopeng. Ia sangat tampan dan menarik. Rambutnya yang berduri panjang itu memberikan inovatif disisi dan belakang kepala sehingga menciptakan tampilan yang menarik, membuat ia mirip dengan aktor Tiongkok yang banyak penggemarnya itu, Lu Han.
Irenr menyukai tipe cowok sedikit slebor itu. Bajunya tidak pernah rapi. Komprang-komprang, sesuai dengan tinggi badannya yang mencapai 178 cm itu. Hidungnya mancung, matanya tajam, alis matanya hitam dan jelas, tapi tidak lebar. Badannya tegap, tidak terlalu kurus. Kulitnya putih. Menurut Irene, Yuuto itu sangat tampan dan menawan.
Bukan hanya Irene sebenarnya yang berpendapat demikian. Yuki pun berpenilaian demikian.
***
Bersambung…