webnovel

The Cold Girl

Kecelakaan yang terjadi pada usia 12 tahun membuat Ara kehilangan ingatannya pada seseorang yang penting dalam kehidupannya. Ditahun yang sama dia merasakan perubahan pada keluarganya, terutama orang tuanya. Ara merasa diabaikan, diacuhkan dan dibiarkan oleh orang tuanya. Perubahan itu yang membuat dia menjadi gadis yang dingin dengan tatapan yang tajam dan raut muka yang kejam. "Larilah yang jauh, tapi perlu kau ingat seekor singa tak akan melepaskan mangsanya begitu saja." - Ara R Xavierra-

Ariani98_ · Teenager
Zu wenig Bewertungen
1 Chs

Ara Refri Xavierra

Diawali dengan lemparan belati yang memecahkan gelas yang tak bersalah disalah satu sudut cafe.

Beginilah kehidupanku, gelap dan dingin.

Aku Ara Refri Xavierra.

Putri tunggal dari Antonio Xavi Fernandez dan Viera Luciana.

Pemilik Xavier Group, perusahaan terbesar di indonesia.

Aku pernah mengalami kecelakaan hingga membuatku kehilangan ingatanku pada seseorang di usia 12 tahun.

Aku ingat dengan kedua orang tuaku dan orang di sekitarku.

Namun aku merasa melupakan seseorang yang penting dalam kehidupanku.

Saat aku berusaha mengingat masa laluku.

Namun semakin aku memaksa mengingatnya yang ada aku merasa pusing yang luar biasa.

Dan sejak kejadian itu, aku merasa orang tuaku mengabaikanku.

Mereka mulai mengacuhkanku dengan selalu pergi ke luar kota bahkan tak jarang mereka juga pergi ke luar negri berbulan-bulan lamanya dengan alasan ada urusan dengan perusahaannya.

Sejak saat itu aku berubah pribadi yang dingin dan tak tersentuh.

Orang tuaku selalu sibuk dengan urusan perusahaannya yang tak pernah tau tentang kepribadian yang kumiliki.

Mereka menganggap sifat yang kumiliki merupakan turunan dari papaku.

Faktanya merekalah yang membuat diriku seperti ini.

Aku tak pernah tinggal serumah dengan orang tuaku.

Aku lebih memilih tinggal di Mansion Sky House yang resmi menjadi milikku atau kadang tinggal di apartement. Aku sangat jarang menginjakkan kakiku ke kediaman orang tuaku.

Beginilah keadaan keluarga yang kumiliki sekarang ini, tak pernah mau tau satu sama lain seakan hidup dalam dunianya masing-masing.

Kadang aku ingin keluarga yang harmonis seperti dulu, namun semuanya hanyalah impian saja.

Aku lulusan dari SMA Negeri Persada Jakarta dan melanjutkan di Oxford University. 

4 tahun lamanya aku menempuh pendidikan di universitas dengan mengambil jurusan Manajemen Bisnis sampai mendapat gelar sarjana.

Dengan bekal ilmu yang kumiliki aku pulang ke Indonesia namun bukan rumah tempat tujuanku.

Melainkan Mansion Sky House.

Kepulanganku tanpa diketahui oleh orang tuaku. Toh kalau pun aku memberitahukan kepada orang tuaku pastinya mereka akan beralasan sibuk dengan urusan perusahaannya sehingga tak bisa menjemputku di bandara.

Saat ini aku berada di cafe dekat bandara. 

Aku duduk di salah satu meja kosong dan memesan coffee americano.

Mataku melihat seorang gadis yang menangis karena ditampar oleh seorang laki-laki yang kupikir dia adalah kekasihnya.

Aku terus menatapnya namun ketika tangan laki-laki itu hendak akan memukul gadis tersebut aku merogoh saku celana jeans-ku dan mengambil belati yang kuselipkan disana.

Aku langsung melemparkan belati itu dan tepat mengenai gelas yang berada ditengah-tengah kedua orang itu.

Belati itu berakhir menancap di daftar menu yang dipasang seperti pamflet terbuat dari kayu

Praanggg...

"Sial siapa yang berani melempar belati ini. Mau mati, hah" kata laki-laki itu sambil mengambil belati yang menancap itu.

Seluruh pengunjung cafe pun diam, namun tatapan mereka mengarah padaku.

Dengan santainya aku tak menanggapi mereka sambil menyeruput coffee americano seakan-akan bukan aku pelakunya.

Laki-laki itu berjalan menghampiriku sambil menahan emosinya.

"Lo yang ngelempar belati ini?" Tanyanya dengan emosi.

"Ya" jawabku singkat dan dingin.

"Berani-beraninya lo ngelempar belati ini. Lo mau mati, hah"

Aku pun langsung berdiri.

"Cihhh, ancaman lo gak ada pengaruhnya ke gue. Seorang laki-laki yang berani memukul wanita itu namanya banci" kataku dingin dengan menampilkan smirk.

Wajahnya memerah menahan amarahnya. Dia melayangkan bogemannya namun dengan sigap aku tangkis dan memelintir tangannya hingga ke belakang.

Dia mengaduh kesakitan ketika aku makin keras memelintirnya.

Aku pun melepaskannya dengan mendorongnya kedepan hingga dia terjerembab di lantai.

"Hormatilah kaum hawa, karena tanpanya kaum adam gak ada apa-apanya" kataku sambil berjalan menuju tempat pembayaran.

Aku mengeluarkan uang sebesar 2 juta dan menyerahkah pada kasir.

"Anggap ini sebagai ganti rugi" kataku.

"Tapi mbak, ini gak perlu. Kami-"

"Tak ada penolakan" kataku dingin yang memotong perkataannya.

Setelah itu aku pun keluar meninggalkan cafe itu. Seseorang mencekal tanganku.

Aku menoleh kearahnya. Ternyata dia adalah gadis yang ditampar tadi.

"Makasih ya, Kamu udah nolongin aku ta-"

Aku langsung melepaskan cekalannya dan memotong perkataannya.

"Gak usah sok akrab" kataku datar.

Gadis itu diam dan menunduk kebawah.

Aku pun tak memperdulikannya dan langsung menuju mobil yang menjemputku.

Ketika di dalam mobil ponselku bergetar dan kulihat ada panggilan masuk dari "Mama".

Aku malas mengangkatnya dan langsung me-reject nya.

Namun beberapa detik kemudian hpku bergetar lagi dan masih dengan panggilan masuk yang sama yaitu mama.

Dengan berat hati aku pun mengangkatnya

"Hmmmb"

"Ara, kata Pak Joko kamu sudah pulang dari Inggris. Maaf mama gak bisa jemput kamu sayang. Soalnya tadi ada rapat penting yang gak bisa dibatalkan"

"Kay, no problem. Udahkan, Ara tutup telfonnya"

"Tunggu nak, Kamu pulang kerumah kan ? Mama kangen sama kamu"

"Nggak, Ara pulang ke Mansion Sky House. Udah ya ma, Ara capek"

Aku langsung mematikan sambungan telfonnya.

"Kangen ? Bullshit" batinku

Aku terus memikirkan keluargaku. 

Bohong jika aku tak merindukan mama dan papa. 

Aku cuma tak tahan ketika mereka lebih mementingkan pekerjaannya ketimbang diriku. Bahkan waktu kelulusanku waktu SMP dan SMA mereka tak pernah datang padahal aku telah berusaha keras mendapatkan nilai tertinggi agar membanggakan mereka berdua dan hasilnya memang nilaiku yang paling tinggi.

Papa hanya menyuruh sekeretarisnya untuk datang dihari kelulusanku dan membawa sebuket bunga untukku sebagai ucapan selamat.

Anak mana yang tak sakit hati jika masih punya orang tua lengkap tapi yang datang di hari kelulusanmu adalah orang lain yang tak lain orang itu adalah suruhan orang tuamu ?

Aku lebih suka sendiri dan irit dalam bicara. Sampai aku memilih tinggal di mansion dengan alasan ingin mandiri, padahal aslinya aku hanya ingin sedikit menjauh dari orang tuaku.

Awalnya memang tak diperbolehkan namun aku terus memaksa dan akhirnya diperbolehkan bahkan mansion itu dialihkan menjadi milikku.

"Maaf Non, kita udah sampai" kata Pak Joko supir pribadiku

Lamunanku buyar karena suara Pak Joko yang mengatakan sudah sampai.

Aku mengangguk dan keluar dari mobil.

"Buka bagasinya" kataku

"Biar saya saja yang membawa koper Non Ara kedalam"

"Gak perlu, buka sekarang" kataku datar

"Baik non kalau begitu"

Setelah aku mengambil koperku, aku berjalan memasuki mansion dan disambut beberapa maid yang ada disini. Aku mengabaikan sambutan mereka dan langsung menuju kamarku.

Ketika aku baru selesai membersihkan diri dan akan merebahkan badanku pintu kamarku diketuk.

"Maaf Non, tuan sedang disini. Beliau menunggu non di ruang tengah"

"Bilang Ara lagi capek, mau istirahat"

Maid itu pun pergi dan aku kembali merebahkan tubuhku.

Baru beberapa menit aku akan memejamkan mata pintu kamarku kembali diketuk.

"Sudah kubilang aku capek, jangan ganggu" teriakku.

"Beginikah caramu menyambut papamu, Ara?"

TO BE CONTINUE...