webnovel

Para Sekutu

"Kenapa sih kamu terus cari gara-gara begini? Apa kamu sudah kehilangan akal sehat sepenuhnya?"

Baru saja Gino menutup pintu ruangannya, dia langsung mengatakan itu. Melirik Serra yang kini dengan santai menduduki salah satu sofa di sana.

Wanita itu tampak mendengus. Sama sekali tak terintimidasi oleh teguran sang pria. "Aku ingin melampiaskan sakit hatiku. Karena semua kekacauan yang terjadi ini, semunya karena salah perempuan itu. Dialah yang menjauhkan Rafael dariku."

"Serra—"

"Rafael terus mengabaikan segala usahaku, Gino. Dia benar-benar memutus hubungan denganku. Aku nggak bisa terima semua ini. Aku nggak mau kehilangan dia."

Gino mendesah lelah.

Sebenarnya walau telah memprediksi kalau Rafael akhirnya akan memutuskan tali hubungannya dengan Serra karena prilaku perempuan ini, dia pikir tidak akan segampang ini. Rafael nyatanya tengah berada di dalam masa yang terpuruk karena pengkhianatan yang dilakukan oleh Cinta dan dirinya. Hatinya pasti sedang hampa sekarang, sehingga seharusnya Serra mampu untuk mengobatinya.

Melakukan persekutuan dadakan dengan Serra, Gino sudah membuat beberapa skenario yang harusnya bisa mengembalikan reputasi Serra di mata Rafael. Dia telah menjadikan Serra korban, sementara Luna adalah pelaku sebagai salah satu triknya untuk memisahkan kedua orang itu. Berharap semua bisa berjalan sesuai kehendaknya – Luna bisa bersamanya, sementara Serra bisa memiliki Rafael.

Namun ternyata pria itu memiliki komitmen yang berbeda. Alih-alih berusaha memberi kesempatan kedua untuk sang tunangan, Rafael malah memutuskan untuk melepaskannya. Ingatannya kini kembali dan dia sepertinya sudah ingat kalau dari awal dia sama sekali tak menyukai Serra. Sehingga tak mengejutkan kalau akhirnya ditinggalkan apalagi setelah Serra melakukan perbuatan salah yang memang cukup besar.

'Namun sekarang wanita sinting ini malah terus saja mengganggu kami. Dia terus berusaha membalaskan sakit hatinya pada Luna, serta mendesakku untuk membantunya. Karena walau bagaimanapun kartu matiku ada padanya.' Gino mengerang frustrasi di dalam hati. 'Sial. Aku seharunya tidak melibatkan diri dengannya dari awal. Karena seperti menemukan jalan pintas saat dia bisa menjadi alibi atas apa yang aku lakukan, aku dengan mudah menjadikannya sekutu. Padahal itu hanya menjadi masalah baru pada akhirnya.'

"Kamu harus membantuku, Gino. Kamu harus bisa membuat Rafael kembali padaku. Kamu harus bisa membuatku memilikinya lagi," kata Serra kembali menuntut padanya.

"Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu? Kamu sudah lihat keadaannya, kan? Aku dan Rafael saat ini sudah tak saling berkomunikasi, di mana bahkan dia sangat membenciku. Dia tidak akan mendengarkanku lagi sekarang. Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu."

"Aku nggak pernah tahu. Pokoknya kamu harus membantuku. Karena kalau tidak… aku akan bocorkan semua perbuatanmu pada Rafael dan Luna. Aku akan ceritakan pada mereka siapa kamu yang sebenarnya."

Inilah masalahnya.

Inilah hal yang paling mengikat kakinya belakangan ini.

Gino pada akhirnya harus bisa meladeni Serra dengan kepala dingin. Dia harus menemukan solusi untuk membuat wanita ini tidak sampai melakukan semua itu. Dia harus tetap menjaga keamanan rahasianya.

"Kamu ingat yang kukatakan sebelumnya, bukan? Rafael saat ini dalam keadaan yang bingung. Dia mungkin terlihat lebih kuat dan arogan demi menutupi kemarahan di hatinya, namun justru dia berada dalam kondisi paling rapuh saat ini. Sehingga kurasa kamu hanya perlu menemukan cara yang lebih baik untuk menuju hatinya. Kamu harus bisa menyelinap dalam keadaan itu, di mana tentu saja bukan dengan metode biasa yang kamu ini."

"Metode apa maksudnya?"

"Menjadi pengganggu. Berhentilah terus menelepon dan mengusiknya, karena itu nggak ada gunanya. Malah itu akan semakin membuatnya risih."

"Lalu kalau bukan begitu apa lagi yang harus kulakukan. Aku benar-benar diabaikan sekarang, kamu paham? Hal itu membuatku merasa sangat desperate. Tapi kalau tidak terus menghubunginya, justru bukankah aku disebut menyerah? Dia akan semakin jauh dariku. Tidak, aku nggak mau."

Gino terdiam sejenak dan berpikir.

"Pokoknya untuk sekarang sepertinya kamu harus membiarkannya dulu. Kamu menjauh dulu darinya, karena kurasa kamu pun pasti lelah dengan semua ini. Nanti aku akan coba memikirkan cara untuk langkah selanjutnya. Aku akan memikirkan kelemahan Rafael, sehingga kamu bisa memilikinya."

"Oke. Berapa lama waktu yang harus kulakukan untuk melakukan semua itu?"

"Hm… kasih aku waktu dua minggu."

"Benar ya, Gino? Untuk sekarang aku akan mengikutinya. Aku akan diam dan berhenti mengganggu Rafael selama dua minggu ini. Tapi nanti, aku akan menemuimu lagi. Aku akan menagih rencana yang kamu janjikan ini, sehingga aku bisa kembali dekat dengannya."

***

"Serra masih saja mengganggumu?"

Walau sedikit ragu untuk bertanya karena tak ingin merusak suasana hati putranya, Bertha – Ibu dari Rafael – melontarkan pertanyaan itu. Dengan was-was dan hati-hati melirik wajah sang CEO muda.

Rafael tampak tak banyak bereaksi. Pria itu hanya menghela napas dalam, seraya menyesap kopi hangat di tangannya.

"Mama sendiri nggak menyangka dia akan bersikap aneh dan menyebalkan seperti itu. Padahal selama ini dia selalu terlihat anggun, sehingga itu sebabnya Mama suka padanya dan ingin menjodohkan kalian. Tapi semakin ke sini… dia jadi aneh…."

"Dia juga tidak akan seperti itu kalau saja Mama tidak berpikiran gila seperti itu. Bagaimana bisa Mama punya ide aneh seperti itu? Mendatangkan mantan pacarku ke rumah ini untuk menyamar sebagai asisten pribadiku? Dia pasti tidak akan menyukainya."

Sungguh mengejutkan karena Rafael membela Serra. Namun tentu saja poin ucapannya masuk akal. Karena memang itulah titik permasalahannya, yang akhirnya membuat Serra jadi menggila begini.

"Mama nggak punya pilihan lain, Raf. Mama putus asa dengan keadaan kamu yang tak ingat apa-apa. Sehingga saat Gino mengusulkan untuk meminta bantuan pada cinta pertama kamu, Mama iyakan saja, karena itu sesuai dengan ucapan Dokter kamu juga. Mama nggak tahu… kalau ternyata dia punya agenda tersendiri di balik usulannya itu."

Gino. Luna.

Dua nama itu memang seperti jarum kini. Setiap mendengar keduanya, ulu hati Rafael merasa tidak baik-baik saja. Perasaan terkhianati begitu dalam.

"Tapi sudahlah. Jangan kamu pikirkan. Kita menyangkanya atau tidak, Mama juga mulai ilfeel pada Serra. Mama mulai tidak menyukai sikapnya itu. Sehingga kalau memang kamu nggak nyaman terhadapnya, kamu nggak perlu memaksakan diri. Karena kita sudah nggak punya urusan lain terhadapnya apalagi karena kini kamu sudah pulih sepenuhnya."

Itulah yang Bertha rasakan. Walau sempat begitu sangat menyukai Serra dan tergiur kerja sama dengan rangkaian hotel yang dimiliki keluarganya, namun keadaan juga membuka matanya. Kalau Serra memang kadang terlalu berbahaya. Kalau Serra bukan calon menantu yang dia inginkan untuk putranya.

Jadi begini sudah bagus. Ini sempurna bagi Bertha yang merupakan dalang awal dari semua kekacauan ini. Rafael sudah mendapatkan ingatannya kembali, serta melepaskan diri dari dua wanita yang tak diinginkannya itu. Baik Luna maupun Serra, dua-duanya kini sudah meninggalkan putranya. Sehingga dia yakin Rafael berada dalam tahapan hidup yang lebih baik daripada sebelumnya.

***