webnovel

Kembali Bersekutu

Gino tampak masih berada di mobilnya. Dia memutuskan untuk tak langsung pulang karena dia ingin memastikan rencananya berjalan dengan lancar. Karena mungkin bisa saja keinginannya untuk mendapat panggilan minta tolong dari Luna akan berhasil.

Pria itu terus memantau ponselnya sejak tadi. Berharap untuk segera mendapatkan kabar dari anak buahnya yang bertugas. Tak sabar rasanya untuk bergerak. Untuk bisa memasuki hati perempuan itu secepatnya.

Hingga saat asyik menunggu, ponselnya tiba-tiba bergetar. Gino dengan cepat memeriksanya, berharap anak buahnya atau bahkan Luna yang menelepon. Namun kemudian dia malah mendesah berat. Merasa sangat terganggu karena nama 'Serra' yang terpampang di layar.

"Astaga, apa lagi sih mau orang ini?"

Gino berdecak sebal. Ingin rasanya dia mematikan sambungan itu, namun di saat bersamaan dia sangat mengenal karakter perempuan itu. Dia sangat tahu kalau Serra tak semudah itu diusir. Malah kalau semakin dibikin kesal, dia bisa menjadi lebih keras kepala dan mengganggu.

'Lagipula aku masih berada di bawah ancamannya. Aku harus berhati-hati agar tidak mengacaukan segalanya.'

Hal itulah yang akhirnya membuat Gino mengangkat panggilan itu. Dengan sangat cuek agar Serra tahu kalau dia tak sedang di suasana hati yang bagus untuk mendengarkan celotehan dan omong kosong. Apalagi karena Luna mungkin saja akan kesulitan menghubunginya. Sehingga ini harus berjalan dengan cepat.

"Halo?"

'Tch, kenapa lama sekali? Kamu sibuk meniduri jalang lagi?'

"Shut up." Gino menyela ringan. "Ada apa? Jangan bertele-tele. Aku nggak punya waktu."

'Oke. Aku juga nggak mau mendengarmu lama-lama.' Serra menyela cepat. 'Ini soal Rafael. Jadi… beberapa hari yang lalu aku mengancam Bu Bertha untuk membantuku agar bisa dekat lagi dengan Rafael. Agar dia melanjutkan hubungan pertunangan kami. Awalnya sih dia nggak setuju, sampai… aku berhasil mengancamnya.'

Gino terkekeh kecil. "Bukankah itu memang keahlianmu? Mengancam?"

'Bukan salahku kalau kamu dan Bu Bertha menyimpan banyak kartu rahasia di dalam diri kalian. Aku hanya memanaatkan semua itu.' Serra terkekeh senang. 'Pokoknya dengar dulu yang akan kukatakan. Aku yakin kamu akan menyukainya.'

"Apa lagi memangnya? Ayo segera bilang jangan bertele-etel.

'Awalnya Bu Bertha tak setuju dan akhirnya meninggalkan kafe dengan sama-sama menutup mulut. Tapi barusan aku mendapat kabarnya. Dia mau bekerja sama, tapi asalkan… aku bisa membuat sehingga Luna bisa sepenuhnya dibenci oleh Rafael, agar dia berhenti terus memikirkannya. Bahkan kalau bisa… dia ingin agar Luna meninggalkan kota ini. Karena sepertinya percuma hanya saling menghindar, selama mereka satu kota Rafael mungkin masih tetap terganggu. Aku setuju dengan itu sih. Menurutmu bagaimana?'

Gino langsung menghela napas berat.

"Ya. Aku juga maunya begitu di awal, sebelum kafe itu dibangun. Aku juga ingin membawanya sejauh-jauhnya dari Rafael. Tapi Lunanya yang nggak mau karena dia tak mau meninggalkan keluarganya yang nggak akan mau diajak pindah."

'Kali ini kita harus lebih keras. Kalau dilihat-lihat tali di antara mereka belum sepenuhnya terputus. Walaupun mereka hidup sendiri-sendiri dan mengaku tidak lagi memedulikan satu sama lain, tapi mereka masih saja tetap bertahan dengan kisah cinta mereka yang menyedihkan. Mereka belum sepenuhnya saling melupakan. Sehingga kita perlu benar-benar memutus sambungan di antara mereka, tentu saja dengan rasa benci yang lebih mendalam dari Rafael.'

Sungguh, Gino sebenarnya sudah tak mau melihat ada hubungan apapun di antara Luna dan Rafael lagi. Dia benar-benar ingin mendapatkan cinta pertamanya tanpa harus memikirkan soal mantan sahabatnya itu.

Namun yang dikatakan oleh Serra ada benarnya. Sepertinya dia tak bisa secepat itu bersantai walau telah memisahkan mereka. Dia harus benar-benar memutuskan hubungan mereka sepenuhnya, terutama dari pihak Rafael.

'Oleh sebab itu, kamu mau bergabung kan? Sebaiknya kita bekerja sama untuk menyelesaikan hal ini. Bagaimana? Aku bisa mengandalkanmu, bukan?' Serra bertanya lagi.

Tanpa menunggu lama Gino akhirnya menganggukkan kepala.

"Oke. Tapi memangnya kamu punya rencana?"

'Masih belum sih. Tapi… aku yakin kamu bisa membantuku memikirkannya. Karena aku sangat tahu… betapa liciknya kamu aslinya. Kamu bisa dengan mudah memutarbalikkan keadaan, tapi masih dianggap malaikat oleh Luna. Kamu paling ahli dalam hal manipulasi. Bukankah begitu?'

Senyuman di bibir Gino terangkat. Padahal rasanya dia tak membutuhkannya. Tapi siapa menyangka kalau ternyata dia memang memerlukan beberapa apresiasi kadang-kadang. Karena memang sejak dia memutuskan untuk mengubah hatinya yang awalnya begitu setia untuk mengikuti bisikan terkejam di dalam dirinya, bisa dikatakan banyak hal yang berubah dalam diri Gino. Di mana salah satunya adalah perkara ego.

Gino haus pengakuan dari semua orang – terutama Luna. Secepatnya dia juga semakin terobsesi untuk akhirnya dapat memiliki sang cinta pertama.

"Baiklah. Sekarang kamu tunggu saja kabar dariku. Sejujurnya aku memang punya sebuah rencana terkait Luna, di mana mungkin akan cocok untuk melancarkan keinginanmu itu. Sehingga aku akan melihat keadaannya dulu."

'Benarkah?' Gino seperti dapat melihat seringaian licik Serra saat mengatakan itu. 'Berarti sekarang kita sudah sepakat, bukan? Kita akan bekerja sama lagi untuk memisahkan mereka?'

"Ya. Sepertinya itu ide yang bagus karena sebenarnya aku masih terganggu melihat Luna masih mengingatnya walau mereka sudah lama tak bertemu. Oh ya, bahkan beberapa hari Rafael sempat datang ke kafe ini. Menurutku ini sangat berbahaya. Kita harus benar-benar memisahkan mereka kalau mau hidup tenang. Sehingga… sepertinya memang kita harus bekerja sama lagi untuk mewujudkannya."

'Huh, sungguh? Rafael bahkan sempat ke sana? Ya, ini memang sangat menyebalkan. Kalau kita tidak turun tangan, semua usaha kita untuk menjauhkan mereka akan menjadi percuma. Mereka bisa saja malah berpikir untuk kembali bersama lagi. Sehingga sepertinya kita harus cepat turun tangan sebelum hal itu terjadi.' Serra mendengus sebal. 'Ya sudah. Pokoknya kita sepakat, kan? Kamu juga setuju membantu. Untuk saat ini kamu silakan lakukan apa yang kamu rencanakan. Tapi kamu harus mengabariku rencana kamu, lalu melibatkanku. Karena aku juga mau berpartisipasi agar rencana ini bisa segera terwujud. Agar hubungan memuakkan di antara mereka bisa dihentikan, sehingga kita bisa memiliki mereka berdua untuk diri kita sendiri. Agar kisah cinta pertama mereka akhirnya bisa benar-benar mati.'

"Ya. Tenang saja. Serahkan padaku."

Setelah bicara selama beberapa menit, akhirnya sambungan di antara mereka terputus. Kini menyisakan Gino yang jadi semakin tidak sabaran untuk segera mewujudkan keinginan mereka itu. Untuk memisahkan mereka semua.

Itu sebabnya pria itu kembali menghubungi anak buahnya yang bertugas lagi. Lalu langsung berkata, "Sebaiknya eksekusi malam ini saja. Jangan membuang waktu. Lakukan sesuai yang telah kita bicarakan semalam, jangan sampai gagal."

'Baik, Bos.'

Sambungan itu terputus dengan cepat. Menyisakan Gino yang lebih menyeringai seraya memandang foto Luna yang dia gunakan wallpaper ponselnya.

'Berhentilah membuang waktu, Luna. Sekarang sudah saatnya kamu untuk datang kepadaku.'

***