webnovel

Ten. Clan Covington

Suara tembakan terdengar dari segala arah, seolah peperangan kali ini tidak dapat dihindari lagi. Jessi, yang memimpin pertarungan ini, terpaksa meminta rekannya yang lain untuk mundur sebentar. Mereka harus merubah pola serangan, karena musuh sudah mulai membaca pola serangan mereka. "Jangan ada yang menyerang dari arah utara, pindah ke arah tenggara, dan lakukan serangan secara acak!" titah Jessi, melalui earphone yang ia gunakan. "Arah barat, pindah ke arah barat daya, dan arah selatan, tolong pindah ke arah barat laut!" lanjutnya lagi. Dalam hitungan ke–tiga, Jessi akan memerintahkan mereka untuk kembali menyerang, sembari mencari tahu, dari kelompok mana mereka berasal.

Ketua tim 1 yang kini berada di arah Tenggara, mulai melakukan secara acak. Atau dalam kata lain, ia menyerang orang–orang yang berada di luar jalur tenggara. Melihat musuh yang kebingungan harus menembak ke arah mana, membuat senyum di wajahnya mengembang. Yah, mereka berhasil mengecoh para musuh sekarang. "Carol, lemparkan gas air mata itu ke arah Utara!" titah Metta setengah berbisik. Carol tanpa banyak berpikir, langsung menuruti perintah Metta, ia melemparkan gas air matanya ke arah utara, dan berhasil. Mereka berdua beradu tos, untuk merayakan keberhasilan mereka berdua. Namun keduanya tidak sadar, ada tiga orang yang sedang mengincar mereka dari belakang.

"Carol, Metta!" seruan Alvin dari Earphone membuat mereka berbalik ke belakang. Metta yang tidak mau membuang kesempatan, langsung menembakkan peluru ke kaki salah satu dari mereka. Sedangkan dari belakang sana, Alvin sudah bersiap untuk menikam tiga orang ini. Carol tidak diam saja, ia mengendap–endap ke setiap pohon yang ada, dan melepaskan tembakan ketika target berada di jangkauannya. Walaupun sempat kewalahan dengan jumlah musuh yang empat kali lebih banyak dari mereka, tapi pada akhirnya, mereka tetap bisa mengendalikan keadaan. "Carol, diam di tempat, ada orang yang berjalan ke arah mu!" ucap Alvin melalui earphone. Carol berdiam di tempatnya, ia mencari orang itu, dan ...

'Dor!'

Carol menembaknya tanpa banyak berpikir. Tenang, peluru yang mereka gunakan adalah peluru pembius, bukan peluru yang akan merenggut nyawa orang–orang itu. Tapi, itu tergantung situasi yang sedang terjadi. Carol yang sudah merasa aman, kembali melakukan pergerakan. Namun, dugaannya kali ini salah. Satu peluru, kini mendarat tepat di betisnya. Metta yang menyadari hal itu, memberikan kode pada Alvin untuk menolong Carol, dan tanpa menunggu lama, Alvin berlari ke tempat Carol berada sekarang. Ia melakukannya pertolongan pertama pada Carol, dan setelah itu, membantu Carol untuk mencari tempat yang aman untuk sementara. "Terima kasih," ucap Carol, yang hanya di balas anggukan oleh Alvin.

"Tetap di sini, pergi lah ketika aku memberi mu sinyal, Carol." Setelah mengatakan hal itu, Alvin pergi meninggalkan Carol. Ia masih harus berputar mengelilingi arena peperangan ini. Karena Alvin dan Jessi memiliki peran yang sama, yaitu sebagai penyerang utama. Sebelum pergi ke tempat yang lain, Alvin harus memastikan keadaan Jessi, setelah melihat kondisinya baik, mungkin Alvin akan keluar dari peperangan ini, dan melakukan sesuatu pada musuh yang telah tumbang. "Bagaimana keadaan mu, Jessi?" tanya Alvin. Jessi yang masih fokus membidik, hanya membalasnya Alvin dengan gidikkan bahu. Dengan melihat hal itu saja, Alvin sudah yakin jika Jessi tidak dalam keadaan yang buruk. "Aku pergi lagi, jika terjadi sesuatu, katakan saja," ucapnya, kemudian pergi meninggalkan Jessi.

Jessi tidak punya waktu untuk banyak bicara, ia masih harus memutari dermaga ini, untuk mencari musuh yang bersembunyi. "Dari pakaian yang mereka gunakan, ini sama seperti yang orang–orang itu gunakan kemarin. Mungkin, mereka masih dari kelompok yang sama?" batin Jessi. Setelah melihat sekilas pakaian mereka, Jessi kembali berjalan dari banker ke banker, dan melihat apakah ada musuh atau tidak. "Jessi, aku punya satu informasi," ucap Alvin melalui earphone. Jessi yang mendengar hal itu, langsung mencari tempat aman untuk berhenti sejenak, dan menyalakan hologram dari jam tangan yang ia gunakan. Alvin dan Sasha sudah menggeledah salah satu tubuh musuh, dan ia mendapatkan banyak informasi dari orang tersebut.

"Mereka dari clan Covington, dan mereka juga yang hari itu menyerang kita. Dari data yang kami dapat, clan Covington mendapatkan bocoran lokasi tempat tuan Guez berada. Atau dalam kata lain, yang clan Covington incar itu adalah tuan Guez, bukan kau, Jessi." Mendengar penjelasan itu, membuat Jessi menautkan kedua alisnya. Kenapa mereka mengincar Guez? Padahal, Guez tidak pernah menyinggung mereka dalam hal apapun. Atau karena masalah itu? Masalah yang terjadi belasan tahun lalu? Tapi ... bagaimana mereka bisa mendapatkan koneksi Guez dan organisasinya? "Kau yakin itu sudah benar, Alvin, Sasha?" tanya Jessi, yang dianggukki oleh keduanya. "Kirimkan itu pada Cyslin dan Amber sekarang juga, dan kita selesai semua ini sekarang!" titah Jessi.

Semua anggota kembali ke tempat mereka masing–masing, Dan kini mereka melakukan penyerangan secara terang–terangan, agar musuh merasa tersudut kan. Jessi dan rekan–rekannya terus fokus dan menembaki mereka secara serentak, sampai tidak menyadari sesuatu yang lebih berbahaya akan terjadi. "Tidak Cyslin! Kita tidak memiliki waktu untuk menghentikan ledakan bomnya!" teriak Vale yang masih berada di dalam gedung. Yaps. Ketika tim keamanan fokus untuk menyerang, di situ lah musuh mengambil kesempatan. Salah satu dari mereka, berhasil menaruh bom yang skalanlya cukup tinggi, dan waktu ledakannya terlalu singkat untuk bisa dihentikan oleh Cyslin, Vale, dan Amber yang masih berada di markas pusat.

"Vincent, jika kau masih memiliki kesempatan, lari lah sejauh yang kau bisa!" ucap Vale, namun bukannya lari, Vincent dan sekertaris malah terus mengikuti Vale pergi. Ah, sudahlah. "Karena kita sudah menjadi rekan bisnis, tidak sepantasnya saya pergi meninggalkan rekan saya," balas Vincent. Cyslin yang mendengar hal itu hanya memutari bola matanya malas, dramatis sekali pertemanannya duo V ini.

Sekarang, yang bisa dilakukan oleh Vale hanyalah memerintahkan mereka untuk mencari tempat yang aman, dan bisa sedikit melindungi mereka dari ledakan bom yang akan meledak sebentar lagi. Mungkin, mereka bisa menghitung menggunakan jari sekarang? "Cyslin jangan pergi kemanaa—" belum sempat Vale berbicara, ledakan bom itu terlebih dulu memotong ucapanya. Haish, Cyslin yang malang.

Setelah beberapa saat, efek dari ledakannya hilang. Vale mencari keberadaan Cyslin, dan ternyata gadis itu aman dibalik tubuh Vincent yang gagah. Ekhem, pemandangan macam apa ini? Namun, tanpa Vale sadari, tubuhnya juga menutup tubuh Gracie, ia melindungi gadis yang bahkan baru ia kenal beberapa hari lalu. Tadi, saat ledakannya terjadi, tangan Vale secara langsung menarik tubuh Gracie ke arahnya, menutupi tubuhnya agar tidak terkena dampak dari ledakan itu.

"Hey, detak jantung mu terdengar sampai sini loh, tuan Guez."

~~~~~