webnovel

Siapa Yang Kalian Curigai?

Mayat Genta di dorong ke sebuah laci besi seukuran tubuh manusia bertuliskan 'tempat pembuangan mayat' yang entah menuju kemana. Iya, yang sudah kalah dalam permainan akan di buang kesana.

Nares sempat menawarkan ide gila, yaitu masuk ke dalam. Siapa tahu ujung 'tempat pembuangan mayat' itu adalah jalan keluarnya. Tentu saja di tolak mentah-mentah, kan tidak ada yang tahu apa yang ada di dalam sana.

"Siapa yang mau bareng gue?" Tanya Nares menawarkan diri.

Gendra mengangkat tangan kanannya. Yetfa yang tadinya ingin ikut memilih mengurungkan niatnya, dia masih trauma pergi bersama Gendra, karena baginya Gendra masuk ke kandidat impostor.

"Oke, ayo," kata Nares senang seraya merangkul Gendra dan membawanya pergi.

"Tama, ada yang mau gue omongin sama lo," ucap Evan dengan tatapan tajamnya, Tama mengangguk takut-takut dan segera pergi menyusul Evan.

Aksa melirik ke kanan dan ke kirinya, dimana ada Acio dan Asahi saling berkontak mata. Sepertinya ada yang di sembunyikan oleh kedua manusia di sampingnya itu.

"Gue gak mau tau, pokoknya setelah ini dia yang di vote!" Perintah Galaksi seraya menunjuk Acio, lalu pergi keluar sendirian.

Yetfa menatapnya sendu, kehilangan sahabat memang sangat menyakitkan.

"Kalian bertiga mau ikut saya atau gimana?" Tanya Aksa menawarkan.

"Gue sendiri aja," kata Acio tak bergairah.

Melihat Acio pergi dengan lesu seperti itu, Asahi jadi kasihan. Sejujurnya dia ingin ikut, tapi ada yang harus ia lakukan sekarang.

"Gue duluan," pamit Asahi, sebelum berlari kecil meninggalkan ruangan.

Tersisa Aksa dan Yetfa di sana, diam-diaman canggung namun belum beranjak dari sana. Suasana terasa berbeda, entah kenapa Yetfa jadi takut berdua saja di sini.

"K-kak, gue pergi dulu ya," pamit Yetfa terbata-bata.

Aksa mengangguk singkat, membiarkan Yetfa pergi sambil berlari. Kelihatan jelas Yetfa takut padanya, mungkin di pikiran orang itu, dia akan membunuhnya.

Aksa menyibak rambut birunya, lalu geleng-geleng kepala. "Pasti setelah ini mereka gak percaya satu sama lain, mereka bakal kepecah, dan impostor gampang jalanin tugasnya."

•••

"Apa yang lo lakuin bareng Galaksi dan Bara di medbay sebelumnya?"

"G-gak lakuin apa-apa kok, cuma ngecek aja."

Evan berdecih sinis sambil bersedekap dada. "Tadi gue ke medbay, disana ada cairan kimia dari laboratory dan hampir kena kabel listrik. Gue bilang gini karena gue liat kalian bertiga kesana."

"Task apa yang lo kerjain di sana?" Tanya Tama keluar dari topik.

"Scan." Jawab Evan di sertai senyum miringnya. "Scan satu-satunya cara untuk buktiin siapa impostornya. Tapi sayang, sejauh ini baru gue yang dapet task itu."

Ohohoho, Evan pikir Tama akan percaya? Sebelum melihat langsung, dia tidak akan percaya siapapun kecuali sepupunya alias si koala.

"Gue tau lo percaya banget sama Nares," ucap Evan seolah-olah membaca pikiran Tama.

"Jelas gue percaya, dia sepupu gue!" Balas Tama kesal.

"Lo lupa? Di game ini, semua orang mencurigakan, lo gak bakal tau siapa yang berniat bunuh lo. Kecuali... lo memang tau, sih."

Badan Tama menegang.

"Oh, apa jangan-jangan... lo sendiri impostornya?" Tebak Evan pura-pura terkejut.

Dan itu membuat kedua tangan Tama gemetaran.

•••

Menurut Nares, permainan yang sedang ia dan yang lain mainkan sangat aneh dan mencurigakan.

Pertama, bagaimana mereka bisa dikumpulkan di tempat ini? Kedua, siapa yang membawa mereka? Ketiga, kenapa mereka yang menjadi pesertanya? Keempat, mereka ada di mana?

Sejujurnya, dia bingung kenapa hanya dia yang bisa berpikir jernih selain Yetfa dan Asahi di sini. Padahal biasanya dia pecicilan, receh, bercanda terus, dan cerewet. Mungkin karena situasi dan kondisi yang membuatnya seperti itu.

"Gen, task lo apa?"

Gendra mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, sebuah flashdisk. "Task gue download file. Lo sendiri?"

"Yah, gue ke laboratory nih. Pisah dong kita..."

"Bareng aja."

"Download file lama loh."

Gendra mengernyit, "Tau darimana?"

"Tadi di awal game gue liat Yoshi download file sendiri," jawab Nares sambil menguap. "Duh, ngantuk banget."

"Lo... liat Yoshi?"

"Iya."

"Sama siapa?"

"Berdua sama Tama."

Gendra mengangguk saja, memilih menjalankan task-nya. Nares memperhatikan dari belakang, ngintip sedikit lah, dia penasaran.

Data demi data mulai terunduh, tulisannya terlihat abstrak di layar hologram, agak sulit di baca, sepertinya efek pencahayaan.

Nares memperhatikan sekitar sembari menunggu Gendra selesai, dia menguap untuk yang ke sekian kalinya. Suhu udara lumayan dingin, waktunya pas sekali untuk tidur.

"Ayo, Res."

Nares tersentak, mengisyaratkan Gendra untuk diam. "Stt, lo dengerin baik-baik."

[Duk duk duk]

Ada suara dari bawah lantai yang mereka pijak, seperti suara langkah kaki orang berlari. Suaranya perlahan menghilang, apakah itu... impostornya?

"Kita harus cari ventilasi terdekat," ucap Nares berapi-api kemudian berlari kencang.

Gendra mendengus. "[Ojo di tinggal to..]"

Dengan kesal dia mengejar Nares yang mulai menjauh. Heran, hobi tidur tapi larinya kencang sekali. Awalnya terkejar, tapi ada suara dari lorong kanan yang dia lewati.

Gendra berhenti, memilih berbalik dan mengendap-endap untuk melihat, biarkan saja Nares sendiri. Ada suara [buk] kencang, seperti ada yang terbentur.

Gendra menatap petanya, lokasi terkini berada di dekat electrical. Duh, electrical, kan... tempat berbahaya.

Ah, itu urusan belakangan. Gendra terlalu penasaran dengan suara tawa seseorang dari sana.

Langkah kakinya berhenti beberapa jarak dari sana, betapa terkejutnya dia melihat... seseorang sedang menusuk-nusuk dada orang lain dengan pisau.

Merasa ada yang melihat aksinya, orang itu menoleh ke belakang. Seringaian terukir di sudut bibirnya, mengangkat pisaunya.

"Stt, jaga sikap ya," ancamnya dengan seringaian semakin lebar.

Keheningan menyelimuti mereka, sebelum akhirnya, alarm berbunyi, di susul pengumuman berikutnya.

TET... TET.. TET...

"Evano Reinaldo [dead]"