"Kapan?"
>Sekarang.<
WHAT..!!
"Tunggu, aku lihat stocknya dulu?" mudah mudahan habis, pikirku.
Jeng jeng jeng ternyata masih ada hiks hiks.
Aku tak mungkin membuat alasan pada ayah, karena saat ini ayah sedang dipanggil untuk membuat beberapa perabotan disana.
"Akan kuantar, tapi akan sampai agak lama." Sambungku
>Terimakasih nak.< sahut ayah tapi tak segera menutup telepon. Ada apa?
"Apa ada yang lain?" tanyaku.
>Oh? Tidak ada. Hanya saja .. ..< ayah menjeda sejenak, aku menunggu dengan sabar >Hati-hati. Ini sudah malam< nada suara ayah kenapa tak biasa?
"Tentu." Aku menutup telepon lalu membungkus pesanan Lilith a.k.a keponakan pak Kades dengan malas.
Aku, Runa dan Linny tak menyukainya. Bukan karena kecantikan dan perilakunya seperti tuan putri, tapi kami lebih cenderung ke penempatan dirinya yang selalu kurang pas dan terkesan mencari perhatian, meskipun aku ada memiliki sifat seperti itu tapi setidaknya aku tidak menjadi anak dibenci sebayanya.
Kami meyakini sikap anggun dan bersahajanya itu topeng. Tapi sekali lagi karena aku pandai memendam isi hati, aku sok lugu tapi versi alami.
Rumah pak kades ada diujung sebelah timur. Satu-satunya rumah paling besar disini sebelum keluarga Ningrat itu pindah kesini. Untuk sampai disana aku harus melewati persawahan dan kebun karet gelap meski ada lampu jalan, tetap saja ini sudah malam.
Aku berjalan dengan gontai malas, pasti nanti ada drama memuakkan yang harus aku tahan.
Huh!!
Kenapa harus semalam ini sih.
Di tengah perjalanan, beberapa langkah masuk kebun karet, aku merasakan udara dingin mendadak berhembus satu arah. Aku berhenti sejenak memandang sekeliling dengan hati cemas.
Bismillah! Tidak ada apa-apa, ayo jalan lagi.
Hm?
Aku hampir keluar dari kebun karet, tapi di ujung jalan sana dibawah lampu jalan, kulihat salah satu tetanggaku berdiri saja tak menggerakkan tubuhnya. Semakin kudekati, perasaanku semakin takut. Aku yakin suara langkahku terdengar olehnya. Dia penjaga keamanan yang ramah dan rajin berkeliling walau hujan sekalipun. tapi kali ini dia membuatku ingin berbalik lari dan pulang.
Tapi si Lilith membuatku harus berbagi jalan dengan pak Security yang aneh ini.
Oh iya, mendadak aku ingat ayah pernah berkata bahwa jika aku menemukan sesuatu yang janggal atau hatiku tak nyaman dengan itu, aku harus waspada dan menganalisis dalam pikiran dan menjaga mimik wajah tetap tenang. Dan itu berguna saat ini.
.
.
Awan membuka sinar bulan separuh menambah jelas raut wajah pak security yang pucat, mulutnya terbuka dan pandangan matanya kosong. Sudah begitu berdiri lagi. Mana ada orang sakit keluyuran dan bersikap seprti zombie begitu.
Hiiy aku merinding dengan pemikiranku sendiri.
Aku menyapanya sekilas, sebenarnya ingin mempercepat langkah tapi harus santai seperti biasa.
"Ancha!!"
GLEK
"Ya?" aku balik badan dengan detak jantung sangat kencang kuda pacuan.
Santai ..
Santai ..
"Kau .. " pak security berbalik badan dengan gerakan aneh, kepala bergerak terlebih dahulu baru kemudian badannya menoleh dengan gerak patah-patah. Ketika mendekat, aku ingin memukul kepalanya lalu berlari, tapi kakiku serasa mati rasa.
"Ada apa?" aku gagal mempertahankan ketenanganku.
"Aku .. tidak akan .. kembali" bahkan suaranya terbata-bata.
"Maaf?"
"Lakukan .. yang terbaik .. untuk .. kami." pak security sangat menakutiku. Garis wajahnya sangat jelas terlihat lebih dalam dari biasanya.
Dia masih berjalan mendekat dengan perlahan. Sekitar 4 langkah didepanku, tiba-tiba dia tertawa seram seperti psyco di TV.
Keringat di leher mengucur di balik hijabku. Pak security mendorongku keras hingga terjengkang. Bersamaan punggungku bersentuhan dengan aspal keras, suara tawa pak security menghilang beserta orangnya.
Aku menggigil karena kengerian yang baru saja terjadi.
#
#
#
Sampai di kediaman keluarga pak Kades a.k.a keluarga Yesikov
Haah? Kuhela nafas kasar dan panjang
Gerbangnya terbuka setengah. Aku masuk ke halaman depan lalu mengetuk pintunya perlahan.
Tok tok tok
Kurang dari 1 menit, adik lelaki pak kades membuka pintu menyambutku.
"Ancha? Ada apa?"
"Aku membawa pesanan permen. (malas sebut nama)"
"Masuklah!!" sahutan suara dari dalam yang tidak ingin aku dengar.
Adik pak kades bergeser memberikan jalan padaku. Tapi ayah dimana ya?
"Aku membawa pesananmu." kumenyodorkan paper bag pada si Lilith yang berdandan ala putri raja dengan gaun pink panjang berenda serta rambutnya yang berpita panjang tak lupa ekspresi lembut dari wajah mulus bak porselen tanpa cela dan bahasa tubuh sangat anggun dengan terpaksa harus kusaksikan.
Lilith berdiri dengan slow motion menerima permen dariku.
HARGH..!!
"Kurasa kalian belum sempat bertemu." Dia menatap seseorang yang duduk di sebelah kananku.
Seorang pria amat tampan berbadan padat, rambutnya sedikit gondrong, rahang tegas, mata tajam, tangannya berotot menyembul dibalik kemeja hitam tebal modis yang digulung separuh hingga siku. Rosario di leher dan antingnya cukup berkilau.
Orang se-rupawan dia mana mungkin tidak jatuh cinta dengan seorang Lilith yang sempurna
Aku hanya menatapnya 5 detik lalu membungkuk sedikit kemudian segera menahan pandanganku. Terlalu tampan tapi hati jedag jedug.
"Namanya Zurie Blanchard tetangga yang baru pindah kesini."
"Selamat malam saya Ancha." Aku membungkuk sejenak dia juga sedikit mengangguk.
"Duduklah, aku akan mengambilkan uang untukmu."
Bukan uang untukku, tapi uang pesanan permen itu!!!! Memangnya aku pengemis!!
"Baiklah." Aku duduk secara diagonal bersikap sesantai mungkin walau dalam hati tak karuan karena peristiwa tadi.
Tak berapa lama, justru pak kades yang muncul dari dalam.
"Maaf membuat anda lama menunggu, tn Blanchard." Ucapnya sambil nyengir.
"Selamat malam." Sapaku sambil berdiri
"Lho.. kamu sedang apa disini?" nada bicaranya seakan tak menyukai kehadiranku.
"Mengantar pesanan permen." Jawabku setengah hati. Aduh, anak itu ambil uang lama sekali.
"Siapa yang pesan?" tanyanya lagi.
"Aku yang memesan." Sahut suara dari dalam. Lilith segera menampakkan diri sambil membawa beberapa lembar uang kertas.
"Oh! Ternyata keponakan manisku yang pesan. Hahahaha" pak Kades tertawa dan aku tak menyukai situasi seperti ini. Serahkan saja uangnya dan aku akan minggat dari sini.
"Maaf tak memberitahu, aku butuh makanan manis untuk menjadi teman membacaku." Jawab Lilith kalem dan aku muak. Siapa juga yang menanyakan hal itu. Karena tak kunjung mmberikan uang pesanan, aku pun membungkuk dengan senyuman untuk berpamitan.
"Selamat malam semoga malam anda bertiga menyenangkan." Tak menunggu 1 detik, aku langsung beringsut keluar rumah keluarga Yesikov secepat mungkin, kudengar Lilith memanggilku dengan suara pelan tentang pembayaran permennya.
Dalam perjalanan aku menggerutu dalam hati dengan bibir manyun. Sudah capek, harus jalan jauh, si Lilith pakai minta antar pesanan pula. Mana tadi ketemu security .. GLEK
Aku langsung bergidik ngeri dan berhenti ditempat karena kembali mengingat kejadian bersama pak Security. Tadi aku kok tidak tanya dimana ayah ya? Kan bisa pulang bersama.
Malam semakin dingin, kukumpulkan keberanianku lalu berjalan cepat.
#
#
#
Keesokan pagi, aku ingin bertanya pada ayah perihal keberadaannya kemarin malam yang tak kutemukan dikediaman Yesikov, serta aku ingin sedikit mencuri informasi tentang pak Security.
"Ayah?" kulihat dia masuk dapur membawa wajah pucat. Kemudian duduk di meja makan dengan loyo. "Kau sakit?" aku bergegas menghampirinya.
"Hanya masuk angin. Tolong buatkan teh panas tanpa gula dan kental." Jawabnya dengan suara parau. Aku mengangguk segera membuat minuman.
"Kemarin malam aku tak bertemu ayah ketika mengantar pesanan permen." Aku menyodorkan teh yang harum lalu duduk didepannya.
"Malam kemarin ayah sedang mencari beberapa bahan dan pulang sangat larut." Ayah menyeruput tehnya perlahan.
"Pulang jam berapa?"
"Mungkin Ayah pulang sekitar jam 1 dini hari atau lebih. Pokoknya larut."
Bohong.
Aku bergadang hingga ada suara adzan subuh. Malam tadi setiap aku menutup mata selalu terbayang wajah pak Security yang tertawa. Ayah sedang menutupi sesuatu.
"Ayah mau sarapan apa?" aku mengalihkan obrolan yang kumulai sendiri.
"Ah!! Ayah diajak makan oleh seorang teman. Jadi jangan memasak terlalu banyak."
"Baiklah." Jawabku singkat lantas berdiri menuju pantry bersiap membuat sarapan. "Ee ayah, apa kau tahu tentang pak Securi .. ty ?" aku menoleh tapi ayah sudah tidak ada ditempat duduknya. Bahkan tak kudengar suara deritan kursi yang tergeser, kepulan asap dari cangkir pun masih ada seolah ayah tersedot ke bumi.
Badanku menggigil entah karena apa. Jadi aku putuskan untuk jogging sebelum membuka toko. Hitung-hitung mengurangi ketegangan dileherku.
Tapi ternyata tidak membantu, sampai jam buka toko pun aku melamun tidak jelas membuat Linny harus berkali-kali menepuk pundakku.
#
#
#
"Tutup lebih awal?" tanya Linny kala membantuku.
"Aku sedikit meriang." Aku duduk meletakkan kepala di meja kasir.
"Kau memang butuh istirahat. Aku saja yang membereskan toko." Tawarnya langsung bertindak tanpa menunggu jawabanku yang sudah pasti ku'iya'kan.
"Kalian sudah mau tutup?"
UH!!
Suara yang sangat ingin kujauhkan dari hidupku. Lilith datang berdua dengan Zurie Blanchard, dia lebih tinggi dari yang kubayangkan. Aku segera berdiri menyambut dengan fake face.
"Kami berencana tutup lebih awal." Linny menjawab dengan memaksakan senyumnya.
"Kenapa?"
Bukan urusanmu.
"Kami harus memeriksa buku keuangan karena ini akhir bulan." Jawabku cepat menghindari pertanyaannya lebih jauh.
"Oh. Sayang sekali padahal aku dan tn Muda Blanchard ingin meihat-lihat toko ini. Aku sedang menunjukkannya seluk beluk desa kita sebagai perkenalan awal." Jelasnya bak pidato menyakiti pendengaranku. Lagipula siapa yang tanya apa yang ia lakukan? Dan lagi, hutang kemarin jangan lupa ya Non.
"Kalau begitu silahkan lihat-lihat. Kami bisa menunggu." Linny mempersilahkan.
"Terimakasih. Maaf mengganggu." Sahut Lilith sambil masuk toko lalu berceloteh pada mas ganteng sesekali tertawa cantik dengan tangan menutup mulut.
Linny dengan enggan berjalan mendekatiku. Airmukanya sudah menjelaskan keadaan hatinya. Capek ya? Sama kok aku juga.
Oh iya, kemarin malam aku tidak mendengar suara si mas ganteng.
"Apa kau akan ke apotek?" tanya Linny agak keras. Pasti bermaksud segera mengusir pasangan 'itu'.
"Obatku masih ada kok, lagipula aku hanya anemia." Aku tidak bisa bersuara keras seprti dia.
"Sebaiknya segera istirahat. Mukamu seperti vampire."
"Jangan khawatir."
"Kami sudah selesai." Lilith menghampiri kami memegang 2 kotak permen cokelat berbentuk hati dengan hiasan warna-warni. "Tolong bungkus yang cantik untuk tn Muda Blanchard."
Duh!
"Tentu." Kuambil permen dari tangan halus Lilith, membungkusnya dengan kertas hitam bercorak emas dan pita merah delima. "Silahkan." Aku menyodorkan bungkusan.
"Nona Ancha."
Eh? Suara mas ganteng ternyata cukup deep. Boleh suka suaranya nggak mas? Suara saja.
"Ya?"
"Anda menerima pembayaran kartu kredit?"
"Ya, kami me .. "
"Kenapa anda yang membayar, saya akan membelinya untuk anda." Lilith menyela ucapanku. Linny sudah menjauh beralasan membereskan barang. Dasar.
"Juga permen yang kemarin" Zurie Blanchard menyodorkan blackcard. Aku segera mengambilnya mencegah Lilith bicara lebih banyak.
Blackcard? Yap benar, ini blackcard. Orang kaya guys.
"Anda terlalu baik padaku tn Muda Blachard. Anda tak harus melakukannya."
"Tidak masalah." Jawab si tuan muda.
"Sudah lunas." Aku menyerahkan blackcard beserta struk belanja. "Lilith, terimakasih sudah mampir. Silahkan datang kembali tn Blanchard."
Kalian berdua cepat pergi sana!
"Kami pasti mampir lagi." sahut Lilith "Mari tn Muda." Ajaknya berjalan duluan keuar toko.
"Panggil aku Zurie."
"Hm?" barusan dia bilang apa?
Mas Zurie berpaling meninggalkan toko, kulihat sekilas dia mendekatkan blackcardnya ke hidung. Hiiy apa dia seorang shopaholic yang menyukai aroma kartu kredit dan uang?
Yaiks.
"Akhirnya .. " Linny menginterupsiku.
"Iya. Akhirnya."
"Akan segera kubereskan ini agar kau bisa cepat istirahat."
"Kita lakukan berdua agar lebih cepat."
"Buku keuangan apanya." Tukas Linny. Kami pun tertawa cekikikan sambil mengorol soal kejadian barusan dengan suara pelan.
_____Bersambung____