Dua hari ini Ayyara sudah mengurung dirinya dikamar, dan sama sekali tidak menginjakkan kakinya keluar kamar.
"Ara!" panggil Ibunya Ayyara sambil mengetok pintu kamar Ayyara dengan satu tangan memegang nampan berisi makanan.
Sudah berulang kali Ibunya memanggil, namun pintu kamarnya belum juga terbuka. "Buka pintunya Ra!" bujuk Ibunya Ayyara.
"Kamu jangan kayak gini Ra, selesaikan baik baik sama Rafka." ujar Ibunya memberi nasehat.
Lagi dan lagi, tidak ada sautan dari dalam kamar Ayyara. Namun Ibunya masih belum menyerah dan masih membujuk Ayyara untuk keluar dari kamar.
"Ra! Tiara udah sadar, kamu belum minta maaf kan sama dia? ayo kita ke rumah sakit, kamu minta maaf ya sama dia."
"Udah dua hari loh kamu nggak keluar kamar, kamu juga belum ada makan." ujar Ibunya dengan nada khawatir.
"Kalau memang kamu belum siap buat ketemu Tiara, seenggaknya kamu keluar buat makan."
"Yaudah kalau kamu nggak mau keluar, tapi kamu harus makan makanan yang mama taruh di meja depan kamar kamu ya. Mama harus ke rumah sakit." ujar Ibunya pasrah dan langsung menaruh nampan yang berisi makanan di meja depan kamar Ayyara.
"Huft, yaudah kalau gitu mama pergi dulu ya. Jaga rumah baik baik."
Setelah berkata seperti itu, ibunya langsung memutar balik tubuhnya dan pergi menuju ke rumah sakit.
****
"Ayyara masih belum mau keluar kamarnya ya tante?" tanya Givano saat Ibunya Ayyara baru saja keluar dari rumah.
"Eh? iya, terus dia juga nggak kasih respon sama sekali, tante khawatir. Tapi, tante harus urus rumah sakit." ujar Ibunya Ayyara.
"Ehm, Givano boleh bujuk dia nggak tante? skripsinya juga belum ada dikerjain dia dari satu minggu yang lalu." ujar Givano untuk membantu agar Ayyara keluar dari kamarnya.
"Boleh boleh, makasih ya No. Sama jangan lupa buat suruh dia makan ya, makanannya ada di meja depan pintu kamarnya."
"Iya tante sama sama, kalau gitu Givano langsung masuk ya tante." Sebelum masuk Givano meminta izin terlebih dahulu.
"Iya langsung masuk aja, tante juga mau langsung ke rumah sakit. Maaf ya Givano kalau tante ngerepotin."
"Nggak ngerepotin kok tante, Givano mau masuk dulu ya tante." ujar Givano sebelum masuk ke rumah Ayyara.
Dan Ibunya Ayyara juga langsung masuk kedalam mobil, dan meninggalkan perkarangan rumahnya menuju rumah sakit.
****
"Ibunya Ayyara ya?" tanya seseorang pada Ibunya Ayyara saat Ibunya baru saja masuk kedalam rumah sakit.
Ibunya Ayyara langsung menghentikan langkahnya dan menatap orang tersebut.
"Iya, kenapa ya Mbak?"
"Saya Ibunya Rafka."
Pengakuan dari orang tersebut membuat Ibunya Ayyara terdiam sejenak, dan langsung menyorot mata Ibunya Rafka dan berkata.
"Lalu?"
"Saya mau bertemu sama Ayyara, kira kira dia ada dimana ya?"
"Di rumah." jawab Ibunya Ayyara singkat dan dengan nada sedikit sinis.
Sinis? tentu saja karena ia tidak suka dengan Ibunya Rafka yang sudah menghasut anaknya untuk berbuat hal yang tidak baik. Dan setelah perbuatan itu sudah dilakukan. Lihatlah, Ibunya Rafka seperti orang yang tidak ikut campur dalam masalah.
Ibunya Rafka yang melihat ekspresi Ibunya Ayyara yang seperti tidak suka pada dirinya, lantas hanya menjawab. "Oh yausudah terimakasih ya jeng."
'Jeng? sejak kapan dia menjadi teman ku?' ujar Ibunya Ayyara dalam hati, dan langsung meninggalkan Ibunya Rafka tanpa membalas perkataanya lagi.
****
Sudah hampir satu jam Givano membujuk Ayyara agar keluar dari kamar, namun sama seperti Ibunya Ayyara. Ia sama sekali tidak memberi respon sedikitpun.
"Ra, kalau lo nggak mau keluar bilang, biar makanannya bisa buat gue makan. Kan kasian nanti mubadzir." ujar Givano yang sedari tadi menatap makanan yang terletak dimeja depan kamar Ayyara.
"Gue makan aja ya Ra? Gue laper, belum makan." ujar Givano langsung memakan makanan yang sebenarnya untuk Ayyara.
"Bodo amat lah, anu penting beuteung kuring pinuh." ujar Givano disela sela makannya.
(bodo amat lah, yang penting perut saya kenyang).
Setelah menghabiskan makanan tersebut Givano turun ke arah dapur dan langsung mencuci piring bekas makanan tadi.
Setelah mencuci piring, Givano kembali mengetuk pintu kamar Ayyara dan membujuk Ayyara untuk keluar kamar.
"Ra! Makanannya udah gue makan, makasih ya Ra. Sekarang girilan lo yang makan, tapi makanannya udah habis. Beli Ice cream aja yuk Ra, lo kan suka Ice cream."
"Ara, ayok keluar Ra."
"Ra!"
Givano yang khawatir karena sama sekali tidak diberi respon sedikitpun berniat untuk mendobrak pintu kamar Ayyara. Namun terhenti saat ia mendengar suara Ayyara.
"Pintunya nggak usah didobrak!" ujar Ayyara dari dalam kamarnya.
"Nanti rusak, lo ganti." ujar Ayyara.
"Ra? lo kok tau gue mau dobrak? tunggu, kok lo bisa ngomong, eh maksudnya kan tadi lo sama sekali nggak nyaut pas gue suruh keluar, kalau gitu mending dari tadi gue dobrak pintunya." ujar Givano mendekatkan dirinya pada pintu kamar Ayyara yang masih tertutup.
"Buka dong Ra pintunya."
Ayyara kembali tidak bersuara saat Givano mengoceh tadi, dan itu membuat Givano merasa kesal.
"Ra, ngomong lagi napa. Gue ada ice cream nih, lo mau nggak?" ujar Givano berbohong untuk menarik perhatian Ayyara agar keluar dari kamar.
"Lo mending pulang, gue capek dengar lo ngoceh dari tadi!" saut Ayyara.
"Ck, seenggaknya lo keluar buat makan Ra." ujar Givano kembali membujuk.
"Makan lo bilang? Makanan gue udah lo makan ya No!" ujar Ayyara.
"Ya sorry, habisnya sih lo nggak nyaut nyaut. Terus gue kan butuh energi buat bujuk lo lagi, jadi yaudah gue makan." ujar Givano membela dirinya.
"Iya-iya. Sekarang mending lo pulang aja sana, gue lagi mau menyendiri." sambung Ayyara.
"Cih sok menyendiri lo, yaudah lah gue pulang. Oh iya besok lo harus udah keluar dari kamar, jangan lupa sama skripsi lo. Seharusnya minggu depan lo udah bisa sidang, karena udah ngga ada lagi yang mau di revisi. Tapi karena skripsi lo belum selesai, kemungkinan bulan depan lo sidangnya plus wisuda." ujar Givano menjelaskan dari luar.
"Iya." jawab Ayyara singkat.
"Makasih makanan nya, gue pulang."
Setelah mengatakan hal tersebut Givano benar-benar langsung pulang kerumahnya.
****
"Alhamdulillah dapat makan gratis, walaupun harus ngoceh ngoceh dulu tadi." ujar Givano saat tiba dikamarnya.
"Oh iya, Tinggal satu masalah lagi. Ibunya Rafka harus ngaku kalau dia yang udah buat rencana itu." ujar Givano bermonolog.
****
Diary Ayyara.
21, September
Sudah dua hari aku mengurung diri.
Perkataan Rafka yang ia bilang bahwa ia membenci diriku, itu selalu membuat ku kepikiran.
Aku memang jahat, tapi Ibunya Rafka lebih jahat. Dia yang udah menghasut ku, dan dengan bodohnya aku terima.
Sekarang ini aku hanya ingin menyendiri terlebih dahulu, untuk menenangkan pikiran ku.