webnovel

Istana Dunia Nyata

Part 1

"Tunggu apa lagi, ini adalah tugas pertama kamu menjadi asisten pribadi saya, jangan sampai salah!" ucap Andrean lagi memberi peringatan.

"Baik pak, saya mengerti," balas Naya singkat.

"Waktu kamu hanya 2 jam, ingat itu!" Kembali Andrean memberi perintah.

"Apa, 2 jam? ini hukuman atau sedang main kuis," batin Naya kesal.

Melihat Naya yang belum bergerak, kembali Andrean berteriak.

"Waktu kamu dimulai dari sekarang!"

"Dasar bos aneh," gerutu Naya lagi.

Ia pun bergegas keluar dari ruangan itu,

sungguh hari yang sangat menyebalkan sekaligus memalukan bagi Naya.

Ia tak habis pikir, kenapa bisa sampai tertidur, belum lagi dengan air liur yang sempat tumpah dari mulutnya, sungguh membuatnya malu tingkat dewa.

"Dasar bodoh," Naya menutup wajah dengan kedua tangannya ketika mengingat hal itu lagi.

"Gue harus tanya Milea dulu, dia pasti tau alamat rumah pak Andrean," bisiknya dalam hati.

Stefi yang lagi-lagi melihat Naya keluar dari ruangan Andrean, terlihat kesal dan berteriak.

"Dasar cewek genit loh," lagi-lagi Stefi mengumpat, ia heran ada perlu apa Naya keluar masuk ruangan itu.

Terlihat Naya yang tak memperdulikan teriakan Stefi, meski dalam hatinya marah mendengar kata-kata itu, walaupun sebenarnya yang lebih berhak menyandang status wanita genit itu adalah Stefi. Bagi Naya yang terpenting sekarang adalah bisa menemukan alamat rumah Andrean, bos yang sangat menyebalkan itu.

"Mil, please help me?"

Naya terlihat ngos-ngosan, karena tadi ia sempat berlari menuju ruangan Milea. Mengingat ia sekarang sedang berpacu dengan waktu.

"Kenapa lagi sih Nay, abis di kejar hantu lo?"

Tanya Milea saat melihat nafas Naya yang tak beraturan.

"Lo tau alamat rumah pak Andrean di mana?"

Milea seketika mengerutkan keningnya.

"Buat apa lo nyari alamat rumah pak Andrean Nay?"

Milea malah balik bertanya, karena dia sendiri juga tidak tau alamat rumah bosnya itu di mana.

"Udah jangan banyak nanya, lo tau gak?" Kembali Naya bertanya.

"Ya mana gue tau Nay, lagian juga karyawan biasa seperti kita mana boleh tau alamat rumah pak Andrean, karena itu sifatnya pribadi," jawab Milea lagi menjelaskan, mengingat tidak sembarang orang yang boleh tau alamat rumah bosnya itu.

"Mati gue, terus gue harus gimana dong Mil, gue harus cari alamat itu kemana coba?" Naya terlihat frustasi dengan jawaban Milea.

"Emangnya buat apa'an sih Nay?"

Lagi-lagi Milea bertanya hingga membuat Naya kesal.

"Aduh Mil, kenapa lo gak jadi wartawan atau detektif aja sih, nanya mulu kerjanya," protes Naya kesal.

"Lagian lo juga sih, suka ngomong stengah-stengah, kan gue jadi penasaran Nay," balas Milea memberi penjelasan.

"Hehh..." Naya mendengus, kemana ia harus mencari alamat itu sekarang.

"Tinggg, aha gue punya ide," ucap Milea cepat, membuat Naya sedikit bersemangat.

"Apa?" Naya menaikkan sebelah alisnya, berharap Milea memberikan ide yang cemerlang.

"Kenapa gak coba tanya sama pak Riko aja Nay, kan pak Riko udah sering ke rumahnya pak Andrean,"

Jawaban Milea membuat Naya tersenyum.

"Bener juga lo Mil, kenapa gue gak kepikiran dari tadi ya," sahut Naya kembali.

Naya ingat tadi di ruangan, Riko sempat memberi kode padanya, mungkin Riko berniat untuk memberinya alamat itu, pikirnya lagi.

"Ya udah kalo gitu, gue cari pak Riko dulu ya Mil," buru-buru Naya pergi menuju ruangan Andrean lagi, namun langkahnya terhenti, ia teringat akan Andrean yang masih ada di ruangan itu.

"Bisa-bisa gue kena omel lagi sama itu bos," bisiknya pelan.

"Gimana caranya gue ngubungi pak Riko ya, nomor handphonenya juga gue gak punya," gerutu Naya lagi, sambil kembali memperhatikan jam yang tertera pada layar ponselnya.

"Udah 15 menit aja, cepet banget ini waktu, mendingan juga ikut reality show uang kaget, dapat uang meski harus berburu waktu, terus belanja sampai duitnya abis, it's ok lah," lagi-lagi Naya mengoceh sendiri.

"Pasti kamu lagi butuh ini," tiba-tiba Riko datang sambil menyodorkan alamat rumah Andrean.

"Pucuk di cinta ulam pun tiba," bisik Naya dalam hati ketika mendapatkan alamat itu.

"Makasih banyak pak Riko," ucap Naya dengan wajah yang terlihat sumringah.

"Panggil Riko aja, gak usah pakai pak, kita kan sama-sama jadi bawahan di sini," balas Riko yang juga ikut tersenyum.

"Sekali lagi, thank's ya pak, eh maksud saya Riko," Naya terlihat malu-malu.

"Sama-sama, good luck ya!"

Kembali Riko tersenyum memberi semangat untuk Naya, sambil berlalu pergi.

Sedangkan Naya masih berdiri mematung, memandangi punggung Riko yang berlalu pergi.

"Coba aja, pak Andrean sikapnya seperti Riko, udah ganteng, gayanya cool, pasti sudah banyak cewek yang klepek-klepek di buatnya," kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Naya.

Naya pun segera pergi menuju alamat rumah Andrean yang telah di berikan Riko tadi, kurang lebih 30 menit waktu yang di tempuh oleh Naya untuk sampai di sana.

Dengan menggunakan mobil kesayangan miliknya, Naya berhasil tiba tepatnya di kediaman Andrean, ia pastikan lagi alamat yang tertulis di kertas itu sudah benar, karena ia tampak tak percaya saat melihat pintu gerbang yang ukurannya sangat tinggi dan megah itu.

"Di mana tempat mencet belnya ya?"

Naya terlihat bingung, tidak munkin ia berteriak dengan pintu gerbang setinggi itu.

"Ada keperluan apa?"

Terdengar suara orang bertanya, namun tak terlihat wujudnya.

Terlihat Naya mencari dari mana sumber suara itu.

"Hei mbak, ke arah sini,"

Lagi-lagi Naya mencari asal suara itu, namun belum juga ketemu.

"Di sini mbk, di sudut pagar, silahkan bicara lewat sana!" perintah suara itu lagi.

Naya berjalan sedikit, dan kali ini ia berhasil menemukan dari mana suara itu berasal. Ternyata sudah terpasang sebuah kamera di sana, Naya langsung mendongakkan wajahnya pada layar, ini persis seperti yang ada dalam film yang pernah ia tonton, benar-benar canggih, di rumahnya belum ada benda seperti itu pikirnya.

"Saya dari perusahaan pusat, saya di perintah oleh pak Andrean untuk ke sini," Naya berteriak sambil terus fokus pada kamera pintu intercom itu.

"Tolong tunjukkan kartu identitas terlebih dahulu," sahut suara itu lagi.

Naya segera menunjukkan kartu identitasnya, benar di katakan Milea tadi, tak banyak orang yang bisa berkunjung ke sini, batin Naya.

"Silahkan masuk, ketika pintu pagar sudah terbuka!"

ucap suara itu lagi, entah dengan siapa Naya berbicara, karena tak terlihat di layar.

Pagar pun terbuka secara otomatis, seketika Naya di buat takjub dengan penampakan itu, ia pikir tadi akan ada satpam yang membuka pintu, namun nyatanya security yang di maksud tengah berada di pos, ada sekitar 5 orang satpam yang berjaga di sana, 2 di pintu utama, dan 3 lagi berada di pos, Naya pun di persilahkan masuk.

Dengan hati-hati Naya mulai masuk menggunakan mobil miliknya, matanya lagi-lagi di buat takjub dengan halaman rumah yang sangat luas itu, ia mulai mencari di mana tempat untuk parkir. Mobilnya masih terus berjalan, untuk menuju rumah Andrean saja ia harus berkeliling terlebih dahulu. Bisa di bayangkan betapa luasnya halaman rumah itu.

Naya seketika di buat kaget, saat melihat rumah Andrean yang sangat besar itu.

"Oh my god, ini bukan rumah, tapi sebuah istana,!"

Naya berdecak kagum, saat melihat bangunan yang mirip seperti istana itu adalah rumah Andrean.

Rumah itu berdiri sangat megah, benar-benar mewah, bangunannya pun tinggi, sudah bisa di tebak pasti ada lift di dalamnya," ucap Naya lagi.

Mulutnya seketika menganga saat melihat air mancur yang cukup besar terpampang di halaman rumah, terdapat beberapa bangku taman dan juga ornamen berbentuk patung hewan di sana.

"Benar-benar indah, pasti arsiteknya di datangkan langsung dari luar negeri," ucap Naya lagi dengan tak henti-hentinya berdecak kagum, jika di bandingkan dengan rumahnya, sungguh sangat jauh berbeda, mungkin bagaikan langit dan bumi.

"Ini baru luarnya saja, bagaimana dalamnya," Naya kembali berucap.

Tapi, dia harus segera menyelesaikan misi ini, ingat Andrean sedang menunggunya, bukan menunggu Naya tapi menunggu jam tangannya.