Jake Cooper, lelaki tampan bermata hijau sedang memperhatikan seseorang dari balik kemudinya. Dia seorang wanita cantik berambut merah kecokelatan, mirip tembaga. Indah dan berkilau di sepanjang punggungnya. Dia baru saja keluar dari sebuah lobi rumah sakit. Menurut informasi yang didapatnya, wanita cantik itu pemilik rumah sakit anak terkemuka di kotanya.
Lelaki itu menyalakan rokok sambil menatap sang wanita dalam-dalam. Setiap gerak wanita itu sangat menarik perhatiannya. Begitu cantik dan anggun. Sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Dia membuka pintu belakang lalu masuk ke dalamnya. Mobil itu pun pergi membawanya.
Perlahan Jake mengikuti mobil yang membawa wanita itu, menjaga jarak darinya agar tidak terlihat sedang mengikutinya. Perjalanan mereka berhenti di sebuah sekolah. Dia pun ikut memarkir mobilnya agak jauh sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan wanita itu.
Wanita yang Jake ikuti keluar dari mobil, dia berdiri di sisi pintu saat melihat seorang gadis kecil berusia empat tahun berlari ke arahnya. Lelaki itu terus memperhatikan mereka. Pelukan dan ciuman cinta kasih pun terjalin di antara ibu dan anaknya.
Seulas senyuman tipis tersemat di bibir indah Jake, melihat kedekatan mereka membuat perasaannya menghangat. Beberapa saat kemudian mobil yang membawa wanita itu pun pergi lagi dan singgah di sebuah kedai es krim. Ternyata di dalam mobil itu juga ada seorang lelaki yang dikenali diketahui Jake sebagai suami dari wanita itu.
Dia pun menjalankan mobilnya dan pergi. Dia membiarkan keluarga kecil yang bahagia itu bercengkrama di dalam sana. Seulas senyuman tipis penuh makna tersemat di bibirnya.
***
Beberapa hari setelahnya
Jake terdiam di kursinya. Memandangi seorang lelaki di depannya yang menatapnya lekat-lekat penuh intimidasi. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menyembunyikan gejolak kuat di dalam dadanya.
"Apa kau yakin?" Jake memastikan lagi perintah bosnya.
"Iya. Aku sudah mempertimbangkannya masak-masak," jawab lelaki itu melipat tangan di dada.
"Tapi__"
"Lakukan saja!" perintahnya dengan tegas, "apa kau merasa tidak mampu melakukan hal semudah ini? Jika kau merasa tidak mampu, bilang saja. Aku bisa menyuruh orang lain." Dia menggendikan kedua bahunya.
"Tidak, bukan begitu. Hanya saja … jika kita melakukannya pasti akan membuat keributan, dah hal itu sangat berbahaya bagi kita."
"Justru karena hal itu kita harus mengatur rencananya matang-matang." Bos Jake tetap bertahan dengan dengan keinginannya.
"Tapi__ Ah!" Jake mendesah gusar.
"Kau kenapa Jake? Kenapa kau sangat menentang rencanaku?"
"Karena kamu menyuruhku menculik seseorang!" ucap Jake dengan nada tinggi.
"Apa salahnya dengan menculik? Bahkan menghabisi orang saja, kau sudah sering. Kenapa untuk yang satu ini kau keberatan!"
"Tapi dia kan__" Jake mempertahankan argumennya.
"Inilah bisnis, Jake! Kita tidak padang bulu. Kau kenapa jadi melankolis begini?!" serunya memaksa.
"Tapi hal ini akan membuat masalah besar!" Jake lagi-lagi menolak.
"Aku yakin kau bisa mengaturnya. Aku percaya kepadamu." Bos-Jake menepuk punggung lelaki itu.