webnovel

Terjebak Pernikahan Rahasia

Adult Romance (18+) Clarissa Aulia Fransiska, aktris papan atas yang telah merintis karirnya selama tiga belas tahun. Karir yang ia bangun dengan kerja keras itu jatuh dalam semalam karena skandal perselingkuhan yang melibatkan dirinya. Di saat Clarissa mulai bangkit dari keterpurukan, ia malah terjebak dalam pernikahan rahasia. Bagai keluar dari mulut singa lalu masuk lubang buaya. Sebelum Clarissa bisa memulihkan kehidupannya, ia malah terlibat dalam kehidupan Abian Arsenio, Direktur Utama perusahaan Moza. Clarissa menyebutnya ‘Seorang Iblis Berwajah Malaikat. Lelaki itu selalu tersenyum kepada siapapun. Sedangkan kepada Clarissa, tidak sungkan-sungkan ia tunjukkan wajah aslinya. Sosok Abian yang lain dengan Abian yang menjadi bagian dari masa lalu Clarissa. Setelah Clarissa menjalani kebersamaan dengan Abian dalam pernikahan rahasia ini, ia menemukan sesuatu, yaitu ingatan Abian yang tak pernah melepaskan masa lalu itu. “Hanya karena kita menikah, jangan harap kamu bisa bertingkah sebagai istriku. Pernikahan ini hanya jalanku untuk mengikatmu. Karena aku tidak mau melepaskan uangku begitu saja untuk perempuan sepertimu!” -Abian Arsenio- -oOo-

Citraakuaku · Urban
Zu wenig Bewertungen
6 Chs

7. Tempat Asing

"Aku … aku tidak tahan terus direndahkan orang-orang."

"Masalahmu pasti terasa berat sekali. Clarissa yang malang." Renata bisa memahami seolah ia juga mengalami.

Clarissa langsung mengeratkan genggamannya pada tangan Clarissa. Simpati yang berhasil ia hidupkan pada hati Renata menghidupkan keberaniannya untuk meminta. "Jadi, Ren, tolong bantu aku!"

"Bantu apa? Kalau untuk membantumu kembali ke dunia hiburan, maaf sekali, Clarissa, aku tidak bisa membantumu." Renata menghela napas dalam-dalam. Kemudian mengembuskannya. Terasa berat seberat kenyataan hidup Clarissa. "Kamu sendiri tahu dengan baik kalau di dunia hiburan ini, tidak ada siapapun yang berpihak padamu. Sedangkan di pihak lawanmu, mereka sudah berlomba-lomba memasukkan namamu ke dalam daftar hitam."

Clarissa bergeleng cepat. Tentu saja ia tahu dengan baik semua itu. Jika tidak, ia tidak mungkin berakhir di rumah reyot ini dan kesepian. Bahkan, jika ada satu saja sutradara yang mau menerimanya untuk membintangi film garapan mereka, itu sama saja dengan menaruh bom di sana. Keberadaannya adalah jaminan kerugian.

"Berikan aku pekerjaan. Apa pun itu. Asal aku bisa menjadi kaya dalam waktu singkat," Clarissa menjelaskan permintaannya.

Renata tampak lebih terkejut setelah mendengar permintaan Clarissa. Setelah beberapa saat, ia pun melepaskan genggaman Clarissa pada tangannya.

"Aku bisa membantumu jika hanya memberikanmu pekerjaan dan apa pun itu. Tapi, kalimat terakhirmu membuatku merasa terbebani. Memangnya ada pekerjaan yang bisa membuat orang kaya dalam waktu singkat? Bahkan, kamu sendiri, setelah menjadi artis papan atas pun, kamu masih butuh waktu lama untuk membeli apartemenmu sendiri. Kalau pun ada pekerjaan seperti itu, maka seluruh orang di dunia akan menjadi kaya."

"Ternyata memang tidak ada." Clarissa merasa begitu putus asa. Air mukanya menjadi sayu. Bola matanya mulai memantulkan serpihan kaca. "Kegilaan apa yang kupikirkan ini?" Clarissa merutuki diri sendiri.

Meski merasa sedih, Clarissa masih bisa menahan tangisannya. Isak pun tak bersuara. Hanya keheningan berkuasa.

Tiba-tiba Renata menarik tangan Clarissa dan menggenggamnya setinggi dada. "Kalau aku bisa memberikanmu pekerjaan dengan gaji besar hanya dalam waktu singkat, apa kamu sungguh akan melakukannya meski apa pun itu?"

Kepala Clarissa langsung terangkat. Raut sedih yang sempat memenuhi wajahnya langsung terusir. Tatapannya berhasil menangkap harapan yang terpantul dalam mata Renata. Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Clarissa pun menganggukkan kepala dengan antusias. "Tentu saja. Aku akan melakukannya apa pun itu."

"Tapi, kamu harus menjaga rahasia ini dari siapapun." Renata masih tampak ragu-ragu. "Karena aku sudah terlanjur menceburkan diri dalam pekerjaan ini."

Clarissa mengulangi anggukannya tanpa menyempatkan waktu untuk berpikir. Ia setuju tanpa peduli pada pekerjaan apa yang akan menjerat hidupnya setelah ini. Baginya, cukup untuk memercayai harapan pada mata Renata.

-oOo-

"Habiskan baksomu dulu. Aku akan menjemputmu setelah itu," ujar Renata, berpamitan sebelum pergi meninggalkan Clarissa. Ia memberikan Clarissa waktu selama tiga hari untuk mengemasi barang-barangnya. Padahal, itu terlalu lama. Clarissa bisa melakukannya dalam satu jam. Dan ia harus menghabiskan 71 jam sisanya dengan berangan-angan, pekerjaan hebat apa yang akan Renata berikan kepadanya.

Clarissa tidak mau kalau kepergiannya mengundang ketertarikan orang-orang di sekitarnya. Bagaimanapun, ia masih seorang artis setahun yang lalu. Setiap langkahnya yang terlihat tidak akan lepas dari sorot kamera. Ia tidak mau terus dibicarakan lalu ditertawakan. Ia pun keluar dari rumah pada sore hari, saat semua orang sudah berkumpul di dalam rumah dan menutup pintu masing-masing. Kemudian menyusuri jalan raya sepanjang malam. Membutuhkan waktu sampai dua belas jam menuju Surabaya. Keduanya bahkan harus memesan makanan di tengah perjalanan. Clarissa terus merengek karena ia belum sarapan. Ia bahkan belum makan semenjak kemarin. Dan ia tidak mau makan sendirian. Sehingga Renata terpaksa menghentikan perjalanan selama beberapa waktu.

Perjalanan mereka berhenti di sebuah tempat parkir mobil inap. Renata pun memberikan masker hitam dan topi hitam kepada Clarissa. "Kenakan," katanya.

Seketika Clarissa merasa tidak tenang. "Ta-tapi untuk apa?" Ia merasa seperti buronan saja.

"Apa kamu sungguh mau dikenal oleh publik lebih buruk lagi?"

Langsung saja Clarissa menggelengkan kepala. Entah, hal buruk apa yang sebenarnya mau ditunjukkan Renata kepadanya. Ia pun mengambil kedua benda di tangan Renata dan segera mengenakannya. Setelah dirinya tampak tidak dikenali, Clarissa pun keluar dan berjalan beriringan di belakang Renata.

Tampak langit telah memutih. Hari telah pagi dan jalan mulai dihangatkan laju kendaraan dan langkah pejalan kaki. Di jalan raya ini, semua tampak ramai. Banyak orang yang berlalu lalang menuju pasar yang sepertinya berada tidak jauh dari sini. Keramaian itu barulah lenyap setelah langkah Clarissa memasuki gapura perkampungan.

Perkampungan itu terasa sangat sepi. Padahal, rumah-rumah berjajaran dan terlihat berpenghuni. Pada umumnya, perkampungan sesesak ini akan ramai dengan orang-orang yang pergi ke pasar atau berolahraga. Sedangkan di sini, jangankan ada orang yang keluar, pintu dan kelambu saja belum terbuka.

Clarissa semakin merasa tidak nyaman. Ada banyak kejanggalan yang memenuhi kepalanya dengan pertanyaan. Ia pun mempercepat langkahnya untuk menghadang Renata.

"Ada apa?" tanya Renata keheranan. Jika topi hitamnya dibuka, kerutan pada dahinya pasti terlihat.

"Kamu membawaku kemari bukan untuk menjual ginjalku, kan?"

Clarissa tidak berpikir kalau praduganya adalah salah. Mana ada perkampungan rapat sesepi ini jika bukan markas rahasia?

Renata memutar bola matanya. Dugaan Clarissa terdengar membosankan. Seperti orang yang tidak berpikir dan tidak memiliki sisi kreatif.

"Kalau aku memaksamu menjual ginjalmu, kamu memang akan mendapatkan uang banyak dalam waktu cepat. Tapi hanya sampai di situ. Setelah itu, kamu tidak akan mendapatkan uang lagi. Lalu bagaimana kamu bisa mempertahankan kekayaanmu?"

"Jadi, kamu akan membawaku ke mana?"

"Menemui Nyonya Kitty."

"Nyonya Kitty?" Clarissa merasa asing dengan nama itu.

Renata menganggukkan kepala. "Iya. Nyonya Kitty adalah pemimpin perkampungan kaya dan orang yang akan membantumu mendapatkan kekayaan dalam waktu cepat."

"A-apa dia sejenis dukun?"

"Temuilah dia. Barulah cari tahu sendiri. Apa orang secantik Nyonya Kitty pantas disebut dukun?"

Clarissa bernapas lega. Ia tidak menemukan kejanggalan lain pada penjelasan Renata. Renata pun menyingkirkan Clarissa ke samping untuk membuka jalan. Sedangkan Clarissa kembali mengikuti dari belakang.

Meski sempat mengembuskan napas lega, perasaan Clarissa tidak membaik dengan mudah. Setelah perjalanan mereka berjarak agak jauh, masih belum seorang pun yang mereka temui.

Clarissa menoleh ke kanan kiri. Memeriksa rumah-rumah yang tampaknya tidak berhantu. Kemudian menoleh kepada Renata dan bertanya, "Apa semua rumah di sini memang tidak berpenghuni?"

"Semua rumah di sini berpenghuni. Hanya saja, mereka masih tertidur."

"Jam segini?" Clarissa menaikkan perhatiannya menuju langit yang terlihat begitu cerah. Bahkan, mentari sudah memutih bersih.

"Tentu saja," jawab Renata, seolah itu memang sesuatu yang biasa. "Orang-orang yang tinggal di sekitar sini biasanya baru tidur saat dini hari. Mungkin mereka baru tidur satu, dua, atau tiga jam yang lalu, atau bahkan beberapa menit lalu."

"Memangnya, apa yang sudah mereka lakukan sepanjang malam?"

"Melampiaskan gairah."

-oOo-