Bulan semakin tinggi, berada di tengah-tengah langit malam. Keadaan di sekitar sana semakin gelap dengan pohon-pohon berjarak dan tanah bersalju.
Neman melihat sekelilingnya, hutan yang gelap, suasana yang sunyi, membuat Neman merinding. Neman kembali mengarahkan pandangannya kepada Vania yang telah berjalan agak jauh darinya.
Neman takut dengan suasana di sana, ia tak berani berjalan sendirian di tengah hutan salju gelap nan dingin itu. Neman pun berjalan sedikit cepat menghampiri Vania, jejak sepatunya terus menjeplak di tiap kakinya melangkah.
Vania menyadari kalau Neman memilih untuk mengikuti-nya. Mereka berdua berjalan bersebelahan.
"Hey, mata empat," Neman memanggil Vania dengan ucapan tak hormat.
Vania merasa muak dengan Neman, ia mempercepat jalannya.
"Anu, maksud gue, Vania. Nama lu Vania, kan?"
"Apa?" Vania merespon singkat.
"Lu mau ke mana sih ini?"
Vania menjeda sedikit jalannya ketika Neman bertanya kepadanya lagi. "Aku mau pulang."
"Caranya?" tanya Neman.
"Aku telusurin lagi jalan yang aku lalui tadi, aku pengen balik ke arah aku jatuh tadi."
Neman memandang sekeliling tempat itu dengan rasa takut yang disembunyikan. "By the way, lu nggak takut apa, sama suasana di sini?" Neman tak ingin siapapun mengetahui kalau dia sangat takut tentang hal mistis seperti hantu.
"Nggak, kenapa juga harus takut."
"Iya ya, ngapain takut ya," Neman terkekeh kecil.
"Kamu takut ya?"
"Hah? Gue takut? Ya nggak lah." Neman mengucapkan kebohongan itu, dia sangat takut, hanya saja ia berusaha merahasiakannya.
Selagi mereka berdua berjalan, mereka berada dekat dengan goa yang tadi Neman tunjuk untuk menjadi tempat persembunyian. Tiba-tiba terdengar suara decitan aneh yang berasal dari dalam goa itu, Neman merasa sedikit takut.
Beberapa kelelawar keluar dari goa tersebut. Neman yang menyaksikan itu melotot dan meneguk air ludahnya seketika. Dia lega karena suara yang menakutkannya itu adalah suara dari beberapa kelelawar.
Vania memperhatikan ekspresi wajah Neman yang seolah takut, Vania menyeringai kecil ketika melihat itu. Neman tak menyadari kalau Vania menyeringai kepadanya saat dirinya terlihat takut.
Mereka berdua kembali berjalan menuju arah sebelumnya.
Setelah berjalan beberapa lama, Neman kembali membuka obrolan dengan Vania. "Lu ini orangnya pendiam banget ya."
Vania tak menjawab lagi, ia memilih terus berjalan dengan pandangan yang terus menatap ke depan.
"Eh, Vania," sapa Neman, "sorry ya, karena tadi gue ngebentak lu."
Neman bingung akan kejadian yang sebenarnya mengapa dia bisa jatuh ke sini. "Eh, ceritain dong, kenapa kita bisa jatuh ke sini, dan ceritain juga kenapa lu ngelempar gue ke jurang, tapi bilangnya mau nyelamatin gue."
Kekesalan Vania sedikit luluh ketika mendengar Neman meminta maaf kepadanya, namun Vania tetap membencinya atas apa yang ia lakukan di masa lalu.
"Aku gak berniat membunuh kamu meskipun kamu sering bully aku. Aku ngancam kamu tadi itu karena aku ingin kamu berhenti gangguin orang lain," jawab Vania. "Sebelum kita ada di jurang tadi, aku ngeliatin kamu jalan sendirian ke arah jurang, aku panggil gak dijawab, makanya aku tolongin. Saat aku berhasil nolong kamu, kita sudah ada di tepi jurang."
"Ohh gitu, ternyata gue tidur sambil jalan lagi."
Vania memalingkan pandangannya ke arah Neman sembari terus berjalan ke depan dengan tertatih-tatih, "Sebelum ini, emangnya kamu pernah tidur sambil jalan tanpa sadar?"
"Pernah sih, beberapa kali," jawab Neman. "Bahkan, ada yang paling parah."
Vania tertarik dengan cerita Neman. "Parahnya karena apa?"
"Dulu tuh gue pernah tidur sambil jalan, terus, saat sadar gue udah berada di pinggir jalan, ada beberapa orang juga di sana yang nanyain keadaan gue," ucap Neman yang sedang berjalan, sembari memandang ke arah langit-langit untuk mengingat cerita yang ia sebutkan, "kayaknya, gue hampir mati ditabrak oleh truk saat itu."
Vania terkejut mendengar pernyataan Neman, alisnya terangkat ke atas. "Kamu-nya ada cedera gak saat itu?"
"Nggak sih, cuman ya gitu, orang-orang pada cemas sama gue saat itu."
Mereka berdua terus berjalan di bawah terangnya bulan, melewati tanah bersalju dengan pemandangan pohon pinus berjarak.
Tiba-tiba, Vania tertawa kecil ketika mengingat cerita Neman tadi.
Neman heran ketika melihat Vania tertawa tanpa sebab setelah beberapa menit terhening saat berjalan maju. "Lu kenapa? Sakit lu?"
"Maaf, maaf, aku mendengarnya lucu aja saat kamu hampir ditabrak oleh truk-kun, jadi ingat sama anime yang masuk ke dunia isekai setelah ditabrak truk-kun."
"Dih, wibu lu ya," Neman terkekeh senyum. "By the way, emang apa asiknya sih nonton kartun Jepang?"
"Cerita mereka banyak yang asik, coba tonton aja nanti."
Neman penasaran tentang pernyataan Vania sebelumnya, "Emangnya, apa jadinya kalau orang anime kena tabrak sama truk?"
"Mereka bakalan berpindah ke isekai," jelas Vania.
Neman bingung dan heran. "Isekai? Isekai apaan sih?"
"Isekai itu semacam dunia yang berbeda dari dunia kita, latarnya kayak bumi juga, semacam tiruan gitu lah. Terkadang isekai di anime memiliki tempat yang indah. Tokoh anime yang masuk ke isekai biasanya bakal memiliki rupa yang berbeda dari tubuh aslinya, dan kadang ada juga yang masih memiliki tubuh yang sama dan masuk ke dalam isekai."
Neman penasaran dengan cerita Vania, "Maksudnya, abis mati kena tabrak truk, itu tokoh kartun Jepang masuk isekai gitu? Isekai itu akhirat tokoh kartun Jepang maksudnya?"
"Nggak, nggak gitu, bingung jelasinnya, intinya sih, kayak berpindah dunia gitu, tapi masih hidup ..."
Selagi Vania menjelaskan, Neman terus menatap ke depan. Tiba-tiba, Neman menarik tangan Vania dengan paksa, Neman membawa Vania ke balik pohon untuk sembunyi.
"Kenap—"
Neman membekam mulut Vania dengan tangan kirinya. Vania heran akan tingkah laku Neman.
Terdengar hentakan kaki makhluk berkaki empat sedang berlari, berasal dari tiga serigala yang hendak pergi ke arah berlawanan dari tujuan Neman dan Vania.
Neman semakin mengencangkan tangan kirinya ketika serigala semakin mendekat.
Tangan kiri Neman bau, membuat Vania semakin sesak nafas. Vania memegang tangan kiri Neman dengan kedua tangannya, bertujuan untuk melepaskan tangan Neman dari mulutnya.
Neman menatap tajam Vania dengan alis dikerutkan ke bawah, "Shhh." Neman menutup bibirnya sebagian dengan jari telunjuk yang tegak.
Salah satu serigala berhenti, merasa ada yang tak beres dengan area sekitar, mulutnya bergeretak.
'Perihal apa yang dilaksanakan anjing tersebut?' batin Neman bertanya-tanya heran.
Dengan gerak yang perlahan-lahan, serigala itu semakin mendekat ke pohon tempat mereka berdua bersembunyi. Selagi kedua serigala lainnya sudah berlari jauh, hanya dia saja yang berada di sana untuk memeriksa.
Vania melotot takut ketika menyadari bahwa ada serigala sedang mendekat ke arah mereka.
AWUUU!!!
Terdengar suara lolongan serigala yang jaraknya cukup jauh. Tanpa pikir panjang, serigala itu kembali berlari ke arah berlawanan dari tujuan Neman dan Vania.
Setelah serigala itu pergi menjauh, Neman melepaskan tangan kirinya dari bibir Vania dengan perlahan, lalu memeriksa sekitar apakah sudah aman. Setelah memeriksa sekitar dan merasa aman, Neman melanjutkan tujuannya. "Eh, ayo."
Neman berjalan lebih cepat di depan. Vania mengikuti Neman dari belakang dengan kecepatan yang lamban karena kakinya masih terasa sakit.
Waktu telah berlalu, Neman dan Vania sudah berjalan cukup lama, tersesat di tengah hutan yang semakin gelap.
Neman menatap jam yang ada di pergelangan tangan kirinya. Terlihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 07.10 pagi.
Neman bingung akan jarum jam yang tak sesuai dengan keadaan sekitar. Di jam tangannya sedang menunjukkan pagi hari, namun sekitarnya masih gelap gulita layaknya malam hari saat tengah malam.
Neman berhenti berjalan, ia kemudian mengambil HP yang ia simpan di saku celana kanan, ia membandingkan jam HP dan jam tangannya yang memiliki perbedaan waktu 1(satu) menit. "Hah?!" Neman terkejut sesaat melihat layar HP-nya.
"Eh, lu, coba sini," Neman memanggil Vania yang sedang berada di arah belakang, tak mampu menyamai kecepatan jalannya Neman.
Vania mendekat kepada Neman, mengikuti perintahnya.
"Coba liat, di jam ini sudah menunjukkan pukul tujuh, tapi kenapa cahayanya masih gelap?"
Neman memperlihatkan HP-nya kepada Vania dengan keadaan masih dipegang.
Vania ikut memperhatikan jam di layar HP Neman yang menunjukkan jam 07.10 pagi. Seketika Vania berpikir. "Sebelum aku pergi ke hutan dan bertemu kamu, aku cek jam tangan temanku, dan saat itu jam 03.00 tepat."
Setelah melihat jam tangan Neman, Vania tersadar dan mengingat sesuatu. "Setelah ku pikir-pikir, kita terjatuh dan berjalan sampai sini, itu sudah memakan waktu kurang lebih empat jam, seharusnya matahari udah terbit sekarang."
Vania cemas ketika mengetahui hal itu. Tanpa pikir panjang, Vania berjalan kembali menuju ke arah sebelumnya dengan tempo pergerakan yang dipercepat, meskipun kakinya masih sakit sehingga harus berjalan tertatih-tatih.