Bab selanjutnya telah hadir teman-teman. Semoga kalian suka.
Selamat membaca.
Seperti perintahnya teh Yati, Kardiman tidak kemana-mana. Dia diam di rumahnya bu Tini, karena ingin menunggui Cempaka.
"Bu, bagaimana ibu cocok enggak dengan si Kardiman itu?" Yati mencoba mencari tahu.
"Ibu kapok!... Tidak akan memaksa Cempaka dalam menentukan pasangan hidupnya. Ibu enggak mau, takut nantinya Cempaka yang sakit hati. Apalagi sekarang dia lagi sakit" Bu Tini angkat tangan.
"Bukan begitu bu, aku ingin tahu pendapat ibu bagaimana tentang si Kardiman itu. Kalau aku jodohkan sama Cempaka cocok enggak ya?"
"Kalau ibu terserah anaknya saja, kalau Cempaka suka dan si Kardimannya suka serta tidak punya isteri, ya enggak apa-apa, ibu setuju. Tapi kalau sebaliknya, kamu tahu kan akibatnya?"
"Aku ngerti bu! Tapi... Aku hanya ingin
tahu saja"
"Tapi menurutku bagaimana kalau mereka kita jodohkan saja bu!... Aku yakin kalau Kardiman suka sama Cempaka. Kira tinggal merayu Cempaka saja supaya mau sama Kardiman"
"Ibu tegaskan Yati ya? Jangan memaksa Cempaka! Apalagi sekarang dia lagi sekarang dia dalam keadaan sakit" Bu Tini langsung beranjak dan berlalu meninggalkan Yati dengan rasa kesal di dalam hatinya.
Melihat ibunya seperti yang tidak suka dengan usulannya itu. Yati berlalu menuju ke ruang tamu, menemui Kardiman.
Entah apa yang ada di dalam benaknya Yati. Dia begitu antusias sekali untuk menjodohkan Cempaka dengan Kardiman, pria yang baru di kenalnya.
"Ibu mau bawa Cempaka ke dokter dulu. Ibu takut ada penyakit serius" Bu Tini dan Seruni memapah Cempaka keluar dari kamarnya.
"Aku di sini saja ya bu" Yati nampak sumringah mengetahui ibunya mau membawa Cempaka ke dokter.
"Kardiman sebaiknya ikut ya bu ya" Pinta Yati. Sepertinya ada sesuatu yang direncanakan di dalam benaknya.
"Terserah" Bu Tini dan Cempaka serta Serunipun berangkat di ikuti oleh Kardiman yang sebelumnya mengedipkan mata kepada Yati. Dan Yati membalasnya dengan senyuman penuh misteri.
Tak berapa lama mereka sudah sampai di klinik yang paling dekat dengan tempat tinggalnya.
Setelah menunggu antrian beberapa sa'at, Cempakapun di panggil untuk di periksa.
"Tidak ada penyakit yang serius, dia hanya kecapean saja. Dan harus banyak istirahat. Terutama jangan terlalu banyak pikiran. Selama ini dia merasa jiwanya tertekan" Dokter menerangkan setelah memeriksa keadaannya Cempaka.
"Baik dokter, terimakasih banyak atas penjelasannya. Kalau begitu, kami permisi dulu" Merekapun pergi meninggalkan klinik itu.
"Biar saya yang menebus resepnya bu"
Kardiman menawarkan diri.
"Enggak usah repot-repot" Cempaka melarangnya dengan suara yang lemah.
Dia tidak mau berhutang budi. Apalagi sama orang yang baru di kenalnya.
"Sama sekali saya tidak merasa direpotkan" Dia mengambil sehelai resep dari tangannya bu Tini, kemudian dia pergi menuju ke apotek.
"Seruni, tolong kejar dia! Kau tebus resepnya! Jangan biarkan dia menanamkan kebaikan kepada kita. Ibu takut ada yang tidak baik pada akhirnya nanti" Bu Tini menyerahkan sejumlah uang kepada anak bungsunya.
"Iya bu" Seruni segera bergegas menyusul Kardiman.
Seruni datang di waktu yang tepat! Di sa'at Kardiman tengah mengantri di depan kasir.
"Semuanya jadi seratus enam puluh delapan ribu rupiah pak" Ucap kasir menyebutkan nominal yang harus di bayarnya.
"Ini mbak uangnya" Seruni segera memberikan sejumlah uang yang diminta oleh kasir.
"Ooh" Kasir menatap Seruni sejurus. Seruni menganggukkan kepalanya. Dan Petugas kasir pun menerima sejumlah uang dari tangannya Seruni.
"Ini obatnya, mbak" Seruni menerimanya.
"Ma'af ya mas, kami tidak.bisa menerima kebaikan dari mas. Karena kami belum mengenal mas dengan baik. Kami ucapkan banyak terimakasih atas segala kebaikannya" Ucap Seruni sambil berlalu meninggalkan Kardiman di antara beberapa pasang mata yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
"Ya " Satu kata sebagai ucapan balasan dari Kardiman sambil mengangkat bahunya.
Diapun mengikuti langkahnya Seruni menghampiri Bu Tini dan Cempaka yang tengah menunggu di koridor klinik.
"Sudah bu, ini sisa uangnya" Seruni memberikan sisa uang lebihnya kepada ibunya. Kemudian dia menggandeng Cempaka dan membawanya pergi dari klinik itu.
Kardiman hanya mengikutinya dari belakang. Tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya.
Sejurus kemudian, merekapun tibalah di rumah. Yati dengan senyum lebarnya menyambut kami. Tatapan penuh harap jelas terpancar di dalam sorot matanya.
Kardiman menggelengkan kepalanya perlahan. Pertanda bahwa usahanya nihil tak membuahkan hasil yang diinginkan.
Yati cemberut kecewa.
"Sebaiknya kamu istirahat dulu nak! jangan banyak pikiran" Ucap ibunya.
Cempaka menganggukkan kepalanya, diapun berlalu menuju ke dalam kamarnya.
"Kenapa katanya bu?" Yati penasaran.
" Dia kecapean dan terlalu banyak pikiran. Dia merasa tertekan jiwanya" Bu Tini menyelonjorkan kedua kakinya dan menyenderkan punggungnya di sandaran kursi.
"Minum dulu bu" Seruni menyodorkan secangkir teh hangat kepada ibunya. Dan secangkir lagi buat Kardiman.
Seharian itu Kardiman dan Yati sedikitpun tidak beranjak dari rumahnya bu Tini. dengan setia keduanya menunggui Cempaka.
Dengan istirahat seharian, Cempaka sudah nampak segar kembali.
Diapun keluar dari kamarnya sore itu. Wajahnya sudah cerah kembali, membuat seisi rumah berbahagia.
"Syukurlah... Kau sudah sehat kembali.
Benar kata dokter, kamu.hanya kecapean saja" Bu Tini nampak bahagia.
Melihat itu, Yati dan Kardiman begitu antusias. Sepertinya mereka akan melancarkan sebuah rencananya. Namun, entah apa rencananya.
"Bu... Kenapa orang itu belum pulang juga?" Bisik Cempaka.
"Entahlah, ibu juga tidak tahu. Tidak mungkin kan kalau ibu usir" Sahutnya.
"Syukurlah Cempaka sudah mau keluar kamar. Sekarang sudah tidak lemas dan pusing lagi ya!" Yati mendekat dan duduk di sampingnya.
"Ini kakak bikinkan agar-agar biar segar di tenggorokan. Ayo di cicipi" Ujarnya. Diapun lalu sibuk menempatkan sepotong agar-agar ke atas piring saji.
"Ayo di cicipi!" Dia menyodorkan piring kecil yang berisi sepotong agar-agar kepada Cempaka.
"Terimakasih kak. Jadi merepotkan" Ujar Cempaka.
"Ayolah, jangan di biarkan saja" Yati setengah memaksa.
Akhirnya Cempaka pun mau memakan agar-agar yang di berikan oleh Yati.
"Ayo semuanya!... Kita makan agar-agar
bareng-bareng yu. Kita menemani si Cantik Cempaka" Yati segera sibuk menyiapkan agar-agar itu ke piring saji.
Merekapun nampak akrab menyantap agar-agar yang di buat oleh Yati.
Yati dan Kardiman nampak begitu bahagia, melihat rencananya berhasil sesuai dengan apa yang di harapkan.
Yati dan Kardiman saling tatap dan saling mengedipkan mata penuh arti.
*
Keesokkan harinya, Cempaka tidak masuk kerja. Dia ingin istirahat dulu biar kesehatannya pulih dengan baik.
Woow!... Suatu kesempatan emas ada di depan mata.
Rencana Kardiman dan Yati sudah mendekati keberhasilan.
Tinggal menunggu finishnya saja.
"Tuh kan. Apa ku bilang?" Bisik Yati kepada Kardiman di ruang tamu.
"Teteh memang sip!" Kardiman mengacungkan jempolnya.
Keduanya nampak tertawa bahagia.
Sementara itu Seruni menatapnya dengan tatapan penuh rasa heran dan curiga yang mulai menyembul ke permukaan.
Kardiman dan Yati tidak menyadarinya kalau Seruni sedang memperhatikannya. Namun, Seruni tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya rasa curiga yang bersarang di dalam hatinya.
"Bagaimana keadaanmu sekarang, Cempaka?" Yati duduk di sampingnya.
"Alhamdulillah kak, aku baik-baik saja"
Ucap Cempaka.
"Kalau kakak ingin mengutarakan sesuatu, boleh kan?" Perlahan Yati memulai pembicaraan.
"Ada apa kak?" Cempaka belum faham.
"Tentang... Itu!... Seseorang yang setia sedang menanti jawaban darimu" Ucap Yati lagi penuh semangat.
Sebelah matanya mengedip kepada Kardiman.
Yang di beri kedipan, tersenyum penuh arti.
"Kalau menurut kakak, sudahlah terima saja. Ingat usiamu itu, sudah bukan remaja lagi. Kalau sudah punya suami kamu akan di perhatikan semua kebutuhanmu, apalagi kalau sakit seperti kemarin itu. Beda rasanya lho!... Diperhatikan sama Orangtua dengan di perhatikan sama suami" Yati mulai memasukkan pengaruhnya.
Cempaka diam, tidak segera menjawabnya.
"Kardiman itu kurang apa?... Dia orangnya baik, penyayang dan ganteng juga kan?" Senyum liciknya sudah mulai mengembang.
"Bagaimana nanti saja kak! Aku belum memikirkannya" Sahut Cempaka.
"Adikku, jangan terlalu banyak berpikir!
Sudahlah jangan di tunda-tunda lagi. Kakak yakin dia akan menyayangimu, menjagamu, dia baik untuk kamu"
"Bagaimana tidak?... Dia rela di sini menemani kamu. Kalau dia tidak sayang dan tidak peduli sama kamu, tidak mungkin dia mau diam di sini"
"Iya kak" Sahut Cempaka singkat.
"Berarti.... Kamu mau kan kalau kakak jodohkan dengan Kardiman? Mau kan?"
Yati terus mendesaknya.
Cempaka yang baru saja sembuh dari sakit kepalanya itu. Merasa risih dengan semua masukkan dari kakaknya.
"Iya... Kak" Sahutnya dengan kepala yang terasa mulai sakit kembali.
"Kalau begitu kakak akan menyiapkan segalanya" Yati terlihat sangat bahagia.
Rencananya berhasil.
"Terserah kakak saja " Ucapnya tanpa sadar.
Cempaka merebahkan tubuhnya di kursi yang dia duduki. Kepalanya mulai terasa pusing lagi.
Sedikitpun Yati tidak mempedulikannya.
Yang dia pikirkan hanyalah menjodohkan adiknya dengan pria pilihannya.