webnovel

Tere Liye ( untuk kamu )

pipipimanimo · realistisch
Zu wenig Bewertungen
11 Chs

BAB IV

Di tempat lain di kota Paris.

11.20 Am.

Leon duduk di kursi kebesarannya dan tengah focus memerhatikan layer macbook di hadapannya. Interior ruang kantornya terlihat minimalis dan mewah, dengan cat abu-abu yang berpadu dengan warna hitam. Ruangan yang selalu di hindari oleh para pegawainya karena begitu mengintimidasi. Ruangan yang cukup luas, terdapat meja bas di sisi pojok kanan tidak jauh dari sana terdapat pintu menuju ruang pribadi miliknya. Terdapat pula satu set sofa untuk menerima tamu, dan kaca jendela besar anti peluru yang memberikan pemandangan Menara Eifel dan kota Paris.

Tanpa Leon sadari waktu bergerak sangat cepat dan sudah memasuki jam makan siang. Biasanya ia lebih memilih untuk makan siang di dalam ruangannya, berhubung setelah jam makan siang ia akan meeting di luar kantor, jadi ia memutuskan untuk makan siang hitung-hitung untuk mengganti suasana.

" Felix siapkan Mobil ku." Ucap Leon saat panggilan intercom yang menghubungkan ruangnnya dengan ruangan Felix.

" Apa Anda akan keluar sir?"

" Aku ingin makan siang di luar."

" Perlu saya temani?"

" Tidak, kita bertemu di Cromwell Inc."

" Baik tuan."

Sambungan intercom Leon terputus, ia beranjak dari kursi kebesarannya. Sejenak ia menatap keluar jendela besar yang ada di ruangnnya. Memperlihatkan pemandangan kota paris dan Menara Eifel yang menjulang tinggi. Hanya terdapat beberapa gedung perkantoran yang memiliki tinggi di atas rata-rata gedung yang ada, salah satunya milik Heaton Inc. ini.

Ponsel keluaran terbaru Apple yang berada di atas meja berdering Panjang menandakan seorang melakukan panggilan. Leon berjalan mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya.

" Ya, mom." Ucap Leon lembut.

" Kau tidak lupa dengan titipan ku kan?" suara lebut mommynya terdengar dari sebrang sana.

" Tentu tidak mom, mommy sudah mengingatkan ku 15 kali sampai saat ini." Sungguh Leon sangat penasaran dari isi paper bag yang dititipkan mommynya kepadanya. " Aku sangat penasaran dengan apa isi titipan mommy itu."

" Kau tidak boleh membukanya son." Ucap Chatrina memperingati anak tunggalnya itu. " Kau sudah makan siang?" tanya Chatrina ia sangat tau anaknya itu sangat suka bekerja sama seperti suaminya dan terkadang anaknya itu lupa untuk makan jika tidak ada yang mengingatkan.

" Aku akan makan siang di luar. Jika tidak ada lagi yang mommy ingin sampaikan aku tutup teleponnya."

" Baiklah, jangan lupa lusa kau harus kembali ke sekolah. Tidak ada toleransi lagi aku tidak mau Justin menghubungi daddy mu kembali." Chatrina cukup jengkel dengan anak semata wayangnya itu Justin sahabat suaminya itu bertanya karena ia mendapat laporan bahwa Leon tidak hadir di sekolah tanpa keterangan dan Chatrina sangat tau apa alas an anaknya itu.

Sekolah tahun ajaran baru sudah dimulai hari ini sebenarnya, akan tapi karena hari ini dan besok ada meeting penting yang tidak dapat di wakilkan oleh orang lain atau orang kepercayaannya, maka Leon mau tidak mau ia tidak ke sekolah.

" Baik Mom. Bye sampaikan salam ku untuk daddy."

" Nanti akan mom sampaikan, Bye son. Kami menyayangimu."

" Aku juga menyayangi kalian." Panggilan diputus. Leon bergegas mengambil jas yang ia gantung di dekat mejanya. Ia memasukkan ponselnya ke saku celananya.

Ia berjalan keluar ruangannya lalu melangkah menuju lift untuk turun ke lobi. Sesampainya di lobi belum terlalu ramai, waktu baru menunjukkan pukul 11.30. Karyawan maupun petugas kebersihan yang berpapasan dengannya menyapanya dengan sedikit membungkuk, dan tidak mendapatkan reaksi apapun dari atasan mereka. Mengangguk ataupun tersenyum tipis saja jarang. Leon dikenal sangat tegas dan dingin, terlebih menyangkut tentang pekerjaan. Ia tidak akan memandang usia ataupun jabatan jika ada yang melakukan kesalahan karena ia tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun ia termasuk orang yang sangat perfeksionis jika menyangkut pekerjaan.

Saat hampir sampai di pintu lobby ternyata hujan kembali turun membasahi kota Paris, membuat udara menjadi dingin. Mobil McLaren P1 sudah terparkir di luar lobi kantor dengan Felix yang berada disisi pintu pengemudi, lalu ia membuka pintu mobil saat Leon sudah melewati pintu lobby. Jangan tanyakan seberapa banyak mobil sport yang ia miliki.

" Ada lagi yang anda perlukan tuan?" tanya Felix saat Leon sudah duduk dengan nyaman di kursi pengemudi ia juga menyerahkan coat untuk di genakan tuannya itu.

" Aku belum membawa barang yang mom titipkan, jadi jangan lupa untuk membawanya nanti." Ucap Leon setelah ia menerima coat dari Felix dan menaruhnya di kursi penumpang sebelah bersamaan dengan jasnya.

" Yes, Sir." Setelahnya Felix menutup pintu mobil dan mobil yang Leon tumpangi melaju meninggalkan gedung.

" Hai Silver." Leon tampak berbicara sendiri.

Sebuah suara laki-laki muncul di dalam mobil. " Selamat siang Mr. Heaton." Silver adalah kecerdasan buatan yang Leon ciptakan sendiri ia menjadi asisten virtual yang tersambung keseluruh perangkat dan asset miliknya.

" Sambungkan ke Caspian." Perintah Leon tanpa menjawab asisten virtualnya itu.

" Calling Mr. Caspian Blanc." Panggilan telepon tersambung Leon mengambil Earphone yang berada disisi kanannya.

Tak lama panggilan di angkat.

" Caspian disini." Jawab orang di sebrang sana.

" Kau dimana?" tanya Leon tanpa basa-basi.

" Aku? Ada apa aku tidak yakin kau hanya ingin bertanya aku dimana." Tanya orang di sebrang dengan nada mengejeknya.

Oke lawan bicara Leon di sebrang sana mulai membuatnya kesal. Ia tidak akan menghubungi sahabatnya hanya untuk berbasa-basi. " Kau tidak di Paris!"

" Wah,, sejak kapan kau menjadi paranormal?"

Caspian willbert Blanc memiliki sifat yang berbanding terbalik dengan Leon dan entah bagaimana mereka dapat berteman. Ia begitu ramah dan mudah bergaul tidak seperti dirinya.

" Kapan kau kembali?" sungguh jika sahabatnya itu berada di depannya saat ini sudah pasti ia akan mendapatkan pukulan darinya.

" Mungkin kami akan kembali sekitar satu sampai dua minggu lagi. Selama itu jangan merindukanku. Hahaha."

Sudah dapat Leon pastikan jika saat ini Caspian sedang tertawa dengan puas. Dan Leon mengerutkan keningnya mendengar kata kami. " El, Bersama mu?"

" Kau pikir sendiri saja jawabannya, aku harus pergi." Dengan tanpa berperasaan panggilan di matikan sepihak oleh Caspian dan itu membuat Leon menggeram kesal dengan kelakuan salah satu sahabatnya itu.

Leon menghela nafas panjang, sepertinya ia harus menambah izin sekolahnya sampai dua orang itu kembali. Karena hanya mereka berdua teman yang Leon miliki, Ia sangat sulit berteman dengan orang lain meski ada beberapa tapi ia tidak begitu akrab dengan mereka, itu juga Caspian yang mengenalkan padanya. Dan bagaimana ia bisa bertemu dengan dua sahabatnya itu karena orang tua mereka yang bersahabat dan juga menjadi rekan bisnis, mereka bertemu ketika mereka berumur lima tahun.

Leon melajukan mobilnya ke salah satu hotel mewah Heaton Hotels salah satu property yang ia miliki. Mobil Leon berhenti tepat di depan pintu masuk hotel, dengan sigap petugas valet menghampirinya untuk memarkirkan mobil Leon di parkir VIP.

" Bonjour Mr. Heaton." Sapa petugas keamanan dan menunduk memberi hormat kepada bos mereka.

Leon hanya mengangguk singkat, lalu memasuki lobi hotel terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa menghampirinya. Ada sekiranya 5 orang yang menghampirinya dengan wajah tegang dan keringat yang bercucuran akibat berlari. Keadaan lobi hotel sedikit ramai, terlebih salah satu restoran terkenal berada disini. Beberapa pengujung yang melihat dan mengenalinya berdecak kagum ada beberapa yang mencoba mengambil gambarnya dan akan mereka sebar ke social media masing-masing. Akan sangat langka bertemu dengan Leon secara langsung. Dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman.

" Bonjour Mr. Heaton." Sapa salah satu pria paruh baya yang tadi berlari menghampirinya bernama Domanic Haris. Di belakang Domanic terdapat dua perempuan dengan pakaian yang ketat dan terbilang seksi untuk ukuran pakaian formal. Lalu dua pria lain yang lebih muda dari Domanic ikut menyapa Leon, mereka juga memakai setelan jas rapih seperti Domanic.

" A…da keperluan apa anda datang kemari Mr. Heaton ?" tanya Domanic dengan sedikit gugup dan keringat dingin mulai mengalir di dahinya.

" Apa aku tidak boleh berkunjung ke hotel ku sendiri? " tanya Leon dengan nada datarnya. Domanic hanya terdiam membisu tidak berani menjawab

Leon mulai berjalan menuju restoran yang berada di lantai satu dengan menaiki tangga, karena memang restorannya berada di lantai satu dan lobi berada di GF. Fasilitas yang terdapat di hotel bintang tujuh miliknya itu sangatlah lengkap. Mulai dari Gym, swimming pool, spa, bar, club malam dan kasino, meski tidak besar seperti miliknya di Las Vegas.

Setelah sampai di restoran, staf restoran sudah berdiri rapih menyambutnya mereka serempak menunduk hormat kepadanya meski dapat di katakana restorannya saat ini dalam keadaan ramai. " Bonjour Mr. Heaton." Sapa Oliver Fierro kepala koki favorit mommynya, umurnya baru 35 tahun namun ia sudah di percaya menjadi kepala koki dan juga di percaya Leon untuk mengurus cabang hotel miliknya ini.

" Oliver siapkan makanan ku." Perintah Leon tanpa basa basi masih dengan nada datarnya.

" Baik sir." Oliver menunduk lalu undur diri dari hadapan Leon bersama staff restoran lainnya.

Leon memilih duduk di salah satu kursi dekat jendela kaca besar dengan pemandangan Menara Eifel dan Sungai Seinne. Meja yang selalu terdapat tulisan reserve, meja yang khusus untuk dirinya ataupun orang tertentu yang dekat dengannya. " Kalian bisa pergi aku ingin makan siang tanpa gangguan."

Mereka berlima saling pandang mendengar ucapan bos mereka, karena memang Leon sering melakukan pemeriksaan mendadak di seluruh asset yang ia miliki. Tujuannya agar tidak ada yang bisa bermain di belakangnya dan ia mengetahui performa para pegawainya. Meski seperti itu masih ada saja yang mencoba menghianatinya dan sudah pasti ia tidak akan tinggal diam.

" Ba.. ik Mr. Heaton, selamat menikmati makan siang anda." Dengan langkah seribu mereka meninggalkan Leon, setelah sebelumnya mereka menunduk hormat. Leon mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, ia mulai memeriksa email masuk yang berisi laporan dari seluruh perusahaan yang dimiliki oleh keluarganya.

Jika kalian bertanya mengapa Leon tidak cepat menyelesaikan pendidikannya lebih cepat, meski Leon memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Ia ingin tumbuh seperti anak-anak normal pada umumnya. Ia juga suka pergi ke club dan beberapa kali balapan liar di jalanan. Ia tidak ingin cepat-cepat menanggung beban yang sangat berat di pundaknya. Cukup seperti ini saja, mengurus salah satu anak cabang perusahaan sambil sesekali ia bermain-main dengan teman-temannya. Sebelum ia menjadi CEO Heaton Corp. dan mengambil tanggung jawab yang lebih besar.

***

20/09/30