webnovel

Dia Arshaka

Koridor lantai dua itu kini senyap dengan puluhan orang yang berkerumun, menyaksikan adegan yang tak jarang terjadi namun tetap menjadi tontonan seru bagi mereka, apalagi di awal awal masuk sekolah seperti sekarang.

Suasana di sana cukup menegangkan, mungkin terbawa raut wajah dingin namun terlihat menyeramkan dari seorang pemuda berkalung hitam dengan bandul Singa mengaum yang terlihat tengah memandang dengan mata tajam.

di depan nya, seorang gadis berkaca mata dengan rambut tergerai sepunggung, tengah menyodorkan sebatang coklat berpita merah yang di hias sedemikian rupa.

bisik bisik terdengar, tanpa tedeng aling aling mengumpati keberanian gadis yang biasa hanya duduk sendiri di kelas atau membaca buku di perpustakaan. entah kerasukan apa gadis itu sampai sampai rela mengantarkan nyawa nya sendiri pada iblis di depan nya.

tak ada yang mengira, jika secepat itu, mereka kembali disuguhkan dengan tindakan heroin sang iblis.

beberapa siswa yang sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya memilih memutar langkah, tak ingin mata mereka ternodai dengan penyiksaan berkedok penolakan dari sang Cassanova. incaran perempuan seluruh kalangan.

ARSHAKA GABRIEL MADAVA WIRAGUNA

Mereka menyebut nya raja Iblis Angkasa, sang Lucifer yang bersembunyi di balik wajah malaikat nya.

Semua orang akan jatuh cinta pada Arshaka dalam sekali lihat, namun bagi seseorang yang sudah mengenal Arshaka akan lebih memilih mundur dari pada harus menjadi korban Arshaka selanjut nya.

Arshaka, Pria yang di kenal dingin, kejam, tak berperasaan, tak pandang bulu baik pria ataupun wanita, otoriter, licik dan segala sebutan yang menyertai sang Lieder The Lion.

"Ngomong" Satu kata yang menjadi awal petaka hari itu.

Beberapa orang bergidik, bahkan ada yang merasa kaki nya tremor, dengan umpatan yang dominan menguasai gadis yang kini mulai mengangkat pandangan.

jangan bilang dia mau ngomong, Shit.. cari mati gak tau diri.

Resti Amelia.

nama gadis itu terlihat dari nametag nya.

Gunjingan dari orang orang di sekeliling tak membuat gadis itu sadar, mungkin lebih tepat nya tak memperdulikan karna dirasa sudah kepalang tanggung.

ia di ambang kematian atau sedang menantang malaikat maut, yang pasti, ia tak memiliki jalan keluar lagi sekarang.

bibirnya terbuka, ingin menghasilkan suara yang hilang entah kemana.

setelah mengatur nafas nya yang terasa mulai sesak, akhirnya bunyi itu kembali yang entah tak bisa ia pastikan bisa menyelamatkan nya atau tidak.

"I-ini cok-lat, buat kakak" ia tak perduli saat suara nya hampir tak terdengar.

harap harap, Arshaka memang tak mendengar dan berlalu begitu saja, menjadikan kejadian saat ini seperti angin lewat yang tak perlu di perdulikan.

Beberapa detik tak ada respon, lelaki itu hanya tersenyum tanpa Ekspresi, hal yang seharusnya bisa membuat mereka bernafas lega malah semakin membuat susana semakin mencekam, tak ada yang bisa menebak bagaiman pola fikir seorang Arshaka Gabriel Madava.

lelaki itu bahkan bisa menebas kepala seseorang dengan bibir yang menyunggingkan senyum menawan.

sampai sebuah pergerakan kecil dari Arshaka membuat semua orang di sana menahan pekikan.

respon yang sama sekali tak pernah mereka fikirkan akan di lakukan oleh seorang Arshaka.

lelaki itu menjulurkan tangan, hendak mengambil coklat batang itu, namun..

Tuk..

Arshaka terlihat tak sengaja menjatuhkan nya, bahkan sebelum makanan berbentuk persegi itu sampai di tangan nya.

Menahan nafas, rata rata para murid yang menonton melakukan hal yang sama.

seharusnya mereka tak melupakan satu hal, jika Arshaka tak mungkin menerima sesuatu dari seseorang dengan begitu mudah nya.

apalagi, hanya seorang gadis cupu lemah yang biasa mereka perintah kesana kemari. mestahil sekali.

mereka tak tau bagaimana jalan fikir Arshaka saat ini, yang pasti mereka yakin jika ini tak akan berujung baik.

memang nya siapa yang tau akal bulus iblis satu itu, terlalu memanipulatif, terlihat memberi maaf namun malah memberi serangan.

"Ambil" satu kata dari Arshaka yang bahkan tak berselang sedetik langsung dengan cepat Resti lakukan.

"ARGGGHHHHH...."

terlalu cepat, hingga tak kalah cepat juga suara teriakan memilukan itu terdengar memenuhi koridor.

Resti fikir, apapun akan Ia lakukan agar bisa terbebas dari Arshaka, ia seakan melupakan siapa yang memulai masalah ini lebih dulu.

beberapa orang yang menonton, bahkan terlihat berlari menjauhi kerumunan dengan pucat pasi.

"ARGHHH.. Sakit--akhh.. sa--sakit"

teriakan itu bersambut bunyi retakan tulang jari yang kini terinjak sepatu futsal putih dari lelaki yang terlihat tak melakukan nya dengan sadar.

namun mereka tau pasti jika itu hanya permainan wajah Arshaka.

jangan heran, karna kalian belum tau bagaimana seorang Arshaka sebenarnya.

lelaki itu bahkan terlihat santai.

sembari memandang kedepan seperti seseorang yang tengah menikmati sunset di sore hari.

"Kak.. Shh.. lepas, Ta--tangan ku patah, AAAA.. kak jangan di tekan hiks.. Sakit"

mengerjapkan maniknya seperti orang yang tak tau apa apa, Arshaka baru menunduk kan pandangan.

senyum tipis nya terlihat, tak mampu mengelak jika masih banyak yang terpesona dengan wajah itu, meskipun dengan jelas mereka tau apa yang tengah lelaki itu lakukan.

"Kak--sakit, jangan di injek, jari ku patah hiks hu.. hu.."

Arshaka mengangguk kan kepala nya sok mengerti, Resti berharap jika anggukan Arshaka kali ini benar benar akan melepaskan nya.

"Jadi--tangan lo keinjek? dan lo nyuruh gue lepasin"

Resti mengangguk antusias, yang malah mengundang umpatan yang masih jelas terdengar.

seketika ucapan Arshaka tadi berputar.

Nyuruh..

Nyuruh..

Resti tau pasti jika Arshaka paling anti dengan suruhan.

sontak ia menggeleng panik, ia tak ingin masuk kedalam pertanyaan jebakan dari Arshaka yang malah membuat nya semakin tersiksa.

Arshaka memicingkan mata, menyedekapkan tangan dengan pandangan yang kini kembali lurus kedepan.

jangan lupakan jika kaki lelaki itu masih berada di tempat yang sama.

"Jadi lo minta gue lepasin apa nggak?"

Resti, ingin menghilang saja rasanya, pertanyaan Arshaka sama sama memiliki resiko, sama saja memilih antara rumah sakit atau kuburan.

"kak.. Tolong lepas-- hiks, jari ku patah" Resti mencoba peruntungan, ia memohon bukan menyuruh kan? fikirnya.

nyatanya senyum sinis Arshaka malah semakin membuat nya diliputi perasaan gelisah.

senyum itu bukan pertanda baik.

namun nyatanya Arshaka benar benar mengangkat kaki nya.

Resti ingin cepat cepat lari setelah ini, ia lebih memilih mengundurkan diri dari sekolah yang sudah menampungnya melalui beasiswa selama dua tahun ini.

bagi nya itu lebih baik dari pada ia harus kehilangan ketenangan nya menjadi korban Arshaka.

ia berdiri, bersiap melakukan rencana nya, namun gerakan cepat mengunci kedua tangan nya tak bisa ia hindari.

salah jika kalian berfikir Arshaka yang melakukan nya.

Jelas bukan, Arshaka tak pernah mengizinkan satu wanita pun menyentuh ujung kuku nya, apalagi seorang Arshaka yang melakukan sentuhan, terlalu mustahil.

Arshaka tersenyum tipis tak sampai mata, ia tau apa yang gadis tak tau malu di depan nya itu fikirkan.

dan Arshaka tak mungkin semudah itu melepaskan mangsa nya.

Imanuel Genandra.

salah satu Anggota inti nya itu dengan sigap melakukan tugas hanya dengan sekali lirikan mata.

Kali ini kerumunan itu bergemuruh, tak sungkan lagi mengumpati gadis yang menurut mereka terlalu tak tau malu.

"Kak.. kenapa aku di giniin, lepas kak, aku tadi cuman di suruh" Alibi Resti mengundang sorakan keras di sekitar nya.

gadis itu bermuka dua, membuat Arshaka semakin bernafsu untuk merobek mulutnya, ah.. atau mencongkel mata nya, atau.. lebih dulu menjambak rambutnya?.

seharusnya gadis itu tau, tak perlu susah susah mencari alasan, bahkan jika itu benar sekalipun, hal itu tetap tak akan bisa membuatnya terlepas dari Arshaka.

dan jika itu salah, berarti sama saja dengan melemparkan diri menjadi bahan percobaan fantasi liar Arshaka.

tentu dalam hal siksa-menyiksa.

berani maju juga berani mati, konsekuensi itu harus nya sudah bisa di hafal di luar kepala.

seringai seram yang hadir membuat sorakan tadi kembali senyap. pasti akan ada lagi yang akan iblis itu lakukan.

"Mata.. atau Rambut"

itu semua terbukti dengan suara penuh ancaman yang kembali terdengar.

tak ada yang berani bersuara kecuali Resti yang memberontak ingin di lepaskan dengan sesenggukan yang terdengar.

hanya dengan suara dingin yang terdengar, gadis itu sudah bisa merasakan nyeri di sekujur tubuhnya.

lemas, bahkan tak mempunyai tenaga lagi untuk berdiri, namun ia di paksa berdiri dengan cekalan kuat dari arah belakang nya, ia bahkan merasa pergelangan nya akan patah sebentar lagi.

"jangan--jangan kak hiks, a--aku aku salah, aku minta maaf, hiks.. tolong lepasin, aku bakal ngelakuin apapun asal kak Shaka lepasin"

Arshaka terlihat memicingkan mata, namun terlihat jelas jika wajah itu tetap tak menampilkan raut kepuasan nya

"apapun?"

"IYA, iya kak apapun aku jan-- AKHHHH.. Sakit"

"Sayang nya, gue gak peduli"

semua menutup mulut melihat Arshaka yang dengan gampang nya mencabut segenggam rambut Resti, ada darah yang keluar dari kulit kepala yang terlihat mengelupas saking keras nya jambakan Arshaka tadi.

Resti hanya bisa berteriak keras, tubuh nya kali ini dengan gampang nya luruh karna cekalan di tangan nya yang terlepas.

tangan nya memegang bagian rambut nya yang gundul, cukup lebar, jadi tak heran jika tangan nya kini penuh dengan darah.

Arshaka di depan nya masih terdiam, ingin melihat respon lebih jauh dari seseorang yang kini meraung--bahkan tak memperdulikan jika saat ini rok nya tersingkap.

siapa yang perduli, mereka semua disana hanya memandang gadis itu dengan Ekspresi jijik yang kentara.

bahkan ada yang menahan mual dan berlari ke toilet terdekat.

Arshaka sendiri yang kini tak berselera melanjutkan tindakan nya tadi, menjulurkan tangan kedepan berniat meminta Handsanityzer dari El yang berada di depan nya.

namun sayang nya, tindakan nya itu malah bersambut baik bagi nya karna manik gelap nya kini menangkap sekaleng Cola dari seseorang tak jauh dari nya.

seringai sinis nya kembali terlihat, hembusan nafas lega yang tadi bersambut saat Arshaka terlihat menyudahi permainan nya, kini kembali pada ketegangan sebelum nya.

Arshaka tak perlu meminta, hanya dengan gerakan mata, pemilik Cola itu dengan tangan bergetar namun terburu buru memberikan nya.

Resti yang sadar akan penyiksaan selanjutnya dengan cepat mengambil tindakan.

"ARGHHHHH... Sakit--stop, Shhh hiks hiks.. SAKIT.. Tolong.."

Namun sayang nya, tindakan nya itu malah membuat jari nya yang lain kembali berada di bawah kuasa sepatu Arshaka, di tambah dengan sesuai rencana, Arshaka menuang Cola itu tepat pada luka di kepala Resti.

Kali ini tak ada pergerakan, karna tubuh yang kini terlihat sangat menjijik kan itu sudah tak sadar kan diri.

Mereka yang melihat terlihat menghembuskan nafas lega, setidak nya itu lebih baik dari pada Arshaka kembali meneruskan siksaan nya.

Namun lagi lagi, kelegaan itu tak bertahan lama saat serangan tiba tiba dari seseorang yang menerobos kerumunan terlihat mendorong Arshaka dan..

Plak

"Kakak keterlaluan"

..