Zalfa menenteng paper bag, juga membawa infused water. Dia senang sekali, dengan udara segar pagi ini karena hujan semalam. Andai setiap hari seperti ini, mungkin mood mereka akan terus bagus. Zalfa berjalan ke halte bus. Karena tidak ada yang menjemputnya. sesekali Zalfa membenarkan poninya.
Sebuah motor berhenti di pinggir jalan tepat disampingnya, dia menghentikan langkahnya, dan menengokkan wajah ke samping untuk melihat pengendara tersebut.
"Figo!" Teriak Zalfa kegirangan, dia bahkan lupa, bagaimana lelaki itu meninggalkannya dan membuatnya ketakutan sekali berada di halte.
"Ayo naik!" perintah lelaki itu tanpa basa basi, Figo memberikan helmnya. Zalfa baru ingat sesuatu.
"Figo Aku minta maaf, Aku gak sengaja ninggalin helm Kamu semalam. Kamu gak marah kan?" Lihat! Sekarang, Zalfa malah merasa bersalah. Perempuan itu selalu lemah di hadapan Figo. Seharusnya Figo yang berlutut pada Zalfa.
"Marah. Sebagai balasannya, ayo berangkat bersama ke kantor." Dengan nada yang datar, dan ekspresi yang sulit diartikan. Zalfa mengangguk, kemudian mengambil helm dari tangan Figo,
Zalfa memakai helm tersebut, tidak ada aksi memakaikan helm. Zalfa naik ke atas motor yang cukup tinggi itu, jujur saja, Zalfa sebenarnya tidak terlalu suka model motor besar begini. berhubung ini Figo. Zalfa rela pori-pori diterpa angin, sehingga memperlihatkan bagaimana lapangan basket versi mini.
"Jangan kencang-kencang, ini masih terlalu pagi, untuk sampai ke kantor," ujarnya, hanya alasan sebenarnya agar lebih lama bersama Figo. Manusia satu itu, memang ada saja akalnya.
Figo tidak menjawab, lelaki itu, memarkirkan motornya ke sebuah ruko di mana di depannya ada gerobak berwarna merah yang bertuliskan lontong sayur.
"Sarapan dulu," ujar Figo, dengan nada seperti pertanyaan tapi nada memerintah. aneh sekali.
"Ah iya!" Zalfa yang keburu bahagia mana sempat berpikir.
Mereka berjalan ke tempat penjual lontong sayur itu, lumayan cukup mengantri, untung sekali masih kebagian tempat duduk, kebanyakan mereka pesan untuk dibawa pulang. Figo memesan 2 porsi.
"Bang, dua porsi, yang satu jangan pakai bawang goreng. jatah bawang gorengnya berikan pada yang satu porsi."
"siappp!!"
Yap. Figo tidak terlalu suka bawang goreng, sementara Zalfa sangat sangat suka. karena bagi Zalfa, bawang goreng adalah salah satu bumbu yang tidak boleh absen dari makanannya. tak jarang, perempuan itu selalu membeli untuk dimakan iseng.
Zalfa tersenyum. dia melihat Figo yang sedang berdiri menunggu pesanan. Harusnya Figo tidak perlu repot-repot, tapi lelaki itu merasa sangat canggung berada dekat Zalfa. setelah mendapatkan dua porsi makanan. Figo memberikannya satu pada Zalfa.
"Makasih," ucap Zalfa tulus.
"Nanti aja. kalau udah dibayarin."
"Aws...," ujar Zalfa yang merasa bahwa Mangkuk tersebut terlalu panas.
Figo segera berjalan ke abangnya, dan meminta sesuatu.
ternyata Figo meminta piring, untuk alas mangkuk Zalfa.
"Makasih."
"Makanya jangan alay, segini aja panas." ketus Figo.
Zalfa sih bodoamat, yang penting Figo perhatian padanya. dia lebih hikmat melihat Figo makan, ketimbang memakan lontong sayurnya sendiri. lelaki itu sangat fokus, terlihat 2 kali lipat lebih ganteng.
Sarapan bersama Figo? Wajib dia foto, lalu kirim ke Dewan, pikir Zalfa. dia mengeluarkan handphonenya.
Tidak pernah dalam sejarah, Figo mau sarapan berdua. Mungkin semalam Karen kehujann, Figo dapat hidayah, jika begitu, Zalfa akan berdoa agar Figo selalu kehujanan, gak apa-apa sakit, nanti Zalfa yang rawatin.
Zalfa berpura-pura memainkan handphonenya, dia membuka aplikasi kamera, setelah dirasa cukup fokus, dia bersiap memotretnya.
Zalfa panik, dia ketahuan. Karena flash dalam kamera tersebut berbunyi. Setelah menurunkan tangannya dari menutup muka, Figo berkata.
"Lagi?" Zalfa segera menundukkan kepalanya, dia tidak berniat untuk mengoleksi, hanya ingin mengirimkannya pada Dewan, tidak lebih.
Figo merebut handphone Zalfa, tapi ditahan oleh wanita itu.
"Aku gak sempet Foto kamu kok, fotonya blur. Sumpah. Ini mau Aku hapus." paniknya.
Figo menggeleng, dia mengambil paksa handphone Zalfa. Lalu, lelaki itu mendekatkan dirinya ke Zalfa. Dan memotret mereka berdua, dalam bentuk selfie. Ini adalah Foto mereka bersama, setelah sekian tahun dekat. Ini adalah kemauan Figo, bukan Zalfa. Sepertinya, Zalfa memang harus bangun tiap pagi, supaya harinya selalu berkah.
Zalfa percaya, semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedunya. Dia yakin, Figo akan berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi, walaupun sudah banyak dihajar rasa kecewa, Zalfa tetap pada pendiriannya.
Menjadi manusia bodoh dalam mencintai bukan sebuah pilihan untuknya, semua berjalan begitu saja. Zalfa mengibaratkan dirinya adalah objek yang sengaja dijatuhkan di laut yang sangat dalam. Dia ingin tau, seberapa dalamnya dia mencintai hingga tak bisa bernafas. Bodoh kan? Memang.
"Tadi Lu kirim pesan apa? Kok ditarik lagi?" tanya Dewan ketika baru datang dan bertemu Zalfa yang sedang fokus pada komputer.
"Gak sengaja kepencet." Alasannya, karena Dewan berkata seperti itu, memangingatkannya pada kejadian tadi pagi. pipi Zalfa memerah merona.
"Kata Bang Delvis, kalian berangkat bareng?" Dewan masih penasaran.
"Iya, mata hatinya udah kebuka, dia baru sadar gue lebih segalanya dibanding Ervina."
"Mana ada, jauh banget." Dewan memperhatikan Zalfa dari atas ke bawah. Dan terdiam sebentar, mungkin dia sedang membandingkannya dengan Ervina.
"Sirik aja sih, kenapa? Lu cemburu gue deket sama Figo?" tanya Zalfa galak. dia menarik nafas, kemudian membuangnya, dia harus bisa mengatur emosinya jangan sampai Dewan merusak perasaan hatinya yang sedang bahagia.
"Enggak Lah!" Teriak Dewan dengan refleks.
"Ngaku aja, gratis kok," ejek Zalfa.
"Enggak, enak aja, apa untungnya cemburuin Lu, cantik kagak."
Dewan duduk, dia melihat ke arah Figo yang sangat fokus terhadap pekerjaannya. Lelaki itu, bahkan menggunakan handset, mungkin sedang tidak ingin diganggu. Dewan masih mengantuk, sepertinya tidur setengah jam, tidak masalah.
"Dewan bangun!"
"Bentar, janji cuma setengah jam doang."
"Emang tidur dari jam berapa?"
"Setengah delapan."
"Ini udah jam 9 Dewan!"
Dewan bangun, dia menggeliatkan tubuhnya.
"Tumben, hari ini Lu gak keramas ya?"
"Gue mandi kok!"
"Yang nanya mandi siapa? Gue heran aja, biasanya kan Lu selalu klimis tiap hari."
Dewan gelagapan. Di segera mencari cara untuk keluar dari obrolan tersebut. Dia mandi saja, Zalfa cuek sekali, apalagi tidak.
"Dari mana?"
"Kepo. Ini Gue mau balikin jas dan sapu tangan milik Lu, udah bersih dan wangi."
"Makasih."
"Sama-sama,"