Flashback on
Hari kedua setelah bertemu dengan Zalfa, dia menjadi kepikiran terus dengan wanita itu, Zalfa wanita teraneh yang pernah ditemuinya. Figo jadi penasaran, dan ingin mengenal perempuan itu lebih dalam lagi. Mungkin bisa disebut ini adalah panggilan hati, atau mungkin jasa, ini hanya karena dia tidak ada kerjaan. Entahlah, tapi yang jelas. Dia ingin bertemu dengan Zalfa kembali.
Lelaki itu mendatangi perpustakaan, dia berharap Zalfa ada di sana. Tapi, seluruh penjuru perpustakaan dilihatnya, tidak ada tanda-tanda wanita itu di sini. Figo bahkan salah orang.
Jadi, ada orang yang besarnya sama seperti Zalfa, seperti sedang membaca dengan serius, dia berinisiatif untuk mengambil buku itu, niatnya ingin mengagetkan Zalfa. Tapi, malah sebaliknya. Figo yang terkejut. Karena ternyata orang tersebut adalah orang yang sedang tertidur, mungkin karena takut ketahuan, dia jadi menutupi wajahnya dengan berpura-pura membaca, karena peraturannya adalah, tidak boleh tidur di perpustakaan.
"Kenapa?" tanya orang itu galak. Mungkin mahasiswi itu takut dilaporkan pada petugas perpustakaan.
"Maaf, salah orang," ujar Figo sembari tersenyum. Beruntung orang itu tidak marah, sepertinya orang itu kenal dengan Figo, terlihat jelas, dari matanya yang berbinar.
Figo buru-buru pergi dari sana. Dia mencari Zalfa ke taman belakang, berharap wanita itu mungkin sedang ada di sana. Tapi tidak ada juga. Akhirnya, Figo memenuhi panggilan perutnya yang sudah bersorak sejak tadi.
"Bu, Saya pesan nasi goreng ya," ucap Figo dengan semangat. Dia harus mempunyai banyak tenaga untuk mencari manusia aneh itu.
"Seperti biasa?" tanya ibu kantin itu, biasanya memang suka sok kenal. Supaya pembeli kembali beli di tempatnya. Padahal, Figo baru membelinya beberapa kali saja. Namun, seperti orang yang biasa pesan tiap hari.
"Iya," jawab Figo, tidak lupa. Dia juga membeli es jeruk.
Setelah dirasa cukup, Figo memilih duduk di bangku pojok. Berharap, nanti siapa tahu ada Zalfa, jika dia duduk di pojok kan bisa melihat ke sekelilingnya.
Brak
Suara mangkuk kaca itu berbenturan dengan meja. Sehingga menghasilkan suara yang sedikit nyaring. Figo langsung melihat orang yang berani-beraninya, tidak ada sopan santun duduk di tempat yang ada orangnya. Padahal kantin masih luas. Tapi, dia tidak jadi marah, saat yang dilihatnya adalah Zalfa. Tadi dia mencarinya sampai lapar, tidak ketemu. Kalau tau Zalfa ada di sini dia tidak perlu repot-repot mencarinya. Figo tersenyum kecil, karena takut ketahuan wanita itu.
"Kenapa ngeliatnya begitu? Ada yang salah?" tanya Zalfa, karena Figo melihat ke arahnya dengan aneh.
Bagaimana tidak aneh, Zalfa menaburkan banyak sekali sambal ke dalam mangkuknya. Sepertinya wanita itu makan sambel dibaksoin bukan bakso disambelin. Figo ngeri sekali melihatnya. Dirinya saja sampai sakit perut melihatnya.
"Enggak." Figo menjawabnya dengan cepat. Belum sempat Zalfa mengatakan apapun, pesanan Figo datang.
"Neng Zalfa, tumben gak beli karedok di warung ibu?" tanya ibu kantin itu.
"Besok ya Bu," jawab Zalfa ramah. Kemudian ibu kantin itu pergi.
"Mau?" tanya Zalfa ramah, sebagai manusia yang sudah belajar sosial, dia tau caranya berbasa-basi.
"Enggak." Jawab Figo cepat. Tapi, lelaki itu masih terus melihat ke arah Zalfa yang memakan bakso itu tanpa beban, seakan tidak ada yang salah dengan banyaknya cabai.
"Kalau gak mau, jangan ngeliatin. Bikin gak mood aja." Ketus Zalfa, wanita itu bicara tanpa melihat ke arahnya.
Figo si manusia yang selalu bisa menaklukan hati wanita, merasa sangat terhina. Bagaimana bisa, wanita seperti itu bicara, tapi tidak melihat ke arahnya, bagaimana bisa Zalfa sangat cuek, padahal beberapa orang yang sedang ada di kantin mencuri-curi pandang terhadapnya.
"Kalau mau bakal dikasih emang?" tanya Figo iseng. Sumpah, dia lebih memilih untuk membeli gerobak bakso, dibanding harus memakan milik Zalfa.
Tanpa banyak bicara, Zalfa langsung menukar makanamnya dengan nasi goreng milik Figo yang belum dimakan oleh pemiliknya itu.
Jelas saja lelaki itu kaget, langsung menatap Zalfa yang sedang menatap ke arahnya.
"Kenapa? Takut sendoknya ada virusnya? Nih diganti."
Zalfa menukar sendok miliknya dengan Figo. Lelaki itu kini mengedipkan mata dua kali. Kelakuan aneh Zalfa membuatnya merasa bingung. Kenapa ada manusia seperti Zalfa, kemana saja dia selama ini?
"Ok, makasih." Dengan senyum terpaksa, Figo mencoba untuk memakan makanannya. Dia tidak percaya bahwa dia akan baik-baik saja setelah makan ini, tapi demi gengsi dia akan tetap lakukan.
Suapan pertama, badan Figo langsung panas, dia tetap mencoba biasa aja, kata orang kalau otak kita disugesti bisa melakukannya, pasti bisa.
Enggan terus mengatakan kuat, Figo berusaha untuk menyiapkan sendok berisi baso itu ke dalam mulutnya. Keringat mulai berkucuran, air matanya mulai demo untuk keluar. Dia melihat Zalfa yang sedang anteng memakan nasi goreng kesukaannya.
Figo mencobanya sekali lagi, dia tidak ingin di cap lemah. Dia memakn satu bulat baso kecil tbpa kuah, dan hasilnya. Dia langsung meminum jus jeruknya sampai tandas, tanpa bisa ditahan air matanya sudah mengalir deras.
Zalfa menyudahi memakan nasi goreng itu, lalu menukarnya dengan milik Figo.
"Makanya, jangan suka ngeliatin. Jangan suka ngerasa bahwa orang yang tidak sesuai dengan jalan pikiranmu, lantas Kamu mengira dia adalah orang yang aneh dan bersalah."
"Maaf, Aku hanya kaget saja, sebelumnya tidak pernah melihat orang makan cabainm sebanyak itu."
"Ya ya ya. Lemah."
Nah kan, kata-kata yang paling tidak diinginkan itu keluar dari mulut Zalfa. Hilang sudah rasa percaya dirinya bisa mendekati wanita itu.
"Kamu lebih baik jangan makan itu deh, nanti sakit perut gimana." Figo menahan tangan Zalfa, agar wanita itu tidak menyuapkan bakso itu lagi.
Tiba-tiba Figo membayangkan Zalfa harus keluar masuk kamar mandi, atau parahnya lemas, karena perutnya kesakitan.
"Jangan samakan semua orang kayak Kamu dong!" Zalfa mulai ngegas. Harusnya dari awal dia tidak usah lemah lembut pada orang seperti Figo. Dia belum tau, jika Zalfa sudah marah bagaimana.
"Kata orang, makan baso terus makan-makanan pedas, bisa membuat orang mengeluarkan banyak keringat, dan jerawat akan muncul," ujarnya masih terus berusaha.
Figo berharap kata-katanya bisa membuat Zalfa lebih perduli dengan kesehatannya. Terutama wajah, biasanya seorang wanita akan lebih peduli pada wajahnya.
"Selagi obat jerawat masih dibuat, makan bakso pakai sambel gak akan jadi masalah."
Zalfa merasa Figo terlalu banyak bicara, dia langsung berdiri dan meninggalkan lelaki itu tanpa banyak bicara lagi, tak lupa dia membawa satu bakso besarnya menggunakan tusukan yang ada di meja. Kemudian pergi begitu saja dari hadapan Figo.
Rasa penasarannya pada wanita itu semakin besar, Figo yakin wanita hanya perlu diberi perhatian, kemudian akan luluh dengan sendirinya. Dia yakin, wanita seperti Zalfa mudah untuk dia dapatkan. Namanya juga masih muda, jadi jiwa mudanya masih menggebu-gebu. Figo belum berpikir terlalu jauh, tentang apa itu rasa cinta, dia hanya bermain-main saja. Dia belum tau, bahwa wanita ketika sudah memakai perasaannya untuk sebuah hubungan, dunia yang luas, akan terasa sempit.