"Zalfa gimana keadaannya?" tanya mereka berdua dengan amat sangat kompak. lupa, bahwa beberapa menit yang lalu berantem habis-habisan, bahkan luka dan darahnya sekalipun belum juga kering.
"Apa urusan kalian tanya begitu? kalau saya bilang yang sejujurnya, kalian akan percaya?" pertanyaan sekaligus tantangan untuk mereka berdua, maksudnya katakan yang sebenarnya itu apa? mereka berdua bertanya-tanya.
"Bang, jangan bercanda. kenapa? Zalfa kenapa?" tanya Dewan yang mulai mendekat ke arah Delvis. sejujurnya, Kaki Dewan sudah lemas sekali, andai dia bisa berjalan tanpa harus memijakkan kakinya, pasti tidak akan sesakit ini. kemungkinan besar kaki Dewan terkilir.
Demi Zalfa, dua harus tetap sehat. berbeda dengan Dewan yang begitu ingin tahu, Figo justru tidak ingin mendengar, jika apa yang terjadi adalah sebuah hal yang menyakitkan, dia memilih untuk tidak tau, dia takut merasa bersalah.
"Bang! Jawab!" teriak Dewan yang sudah tidak sabaran. sementara Figo berjalan hendak pergi dari atap ini.
"Zalfa," ujar Delvis menggantung. dia ingin tau, seberapa kuat Figo menahan egonya sendiri, ternyata tidak sekuat itu. sesaat setelah mendengarkan nama Zalfa keluar dari bibir Delvis. Figo menghentikan langkah kakinya. seperti ingin tahu kelanjutan dari ucapan Delvis selanjutnya.
"Bang!" Dewan kesal sendiri melihat Delvis yang menggantungkan ucapan seperti itu.
"Tidak perlu tau, toh kalian lebih senang berkelahi, silahkan dilanjutkan. saya permisi." Delvis bukan ingin mempermainkan mereka, tapi sebagai seorang yang dituakan Delvis harus bisa membuka mata hati mereka, bahwa ini tidak benar.
lelaki memang biasa berkelahi, tapi lelaki dewasa sudah tidak main otot untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Mereka harus bisa mengasah otaknya dengan baik. jika sudah berkelahi begini malah buat repot, padahal masalah mereka juga tidak terselesaikan.
Delvis berjalan meninggalkan mereka berdua, andai saja, jalannya tidak dijegat oleh kaki Figo. Sebenarnya bisa saja Delvis menginjaknya, atau apapun yang bisa menyingkirkan kaki itu untuk tidak menghalanginya. Namun bukan Delvis namanya jika begitu mudah terpancing emosi.
Delvis menatap wajah Figo, lebam di wajah Figo sepertinya tidak akan sembuh cepat, bisa lebih dari tiga hari, jika dilihat seberapa dalam sobeknya. mungkin bisa sampai 7 atau 10 hari. sangat buang-buang tenaga untuk mengobatinya.
"Kamu tidak perlu khawatir, kamu kan tidak suka padanya."
skak mat Delvis. lelaki itu sepertinya selalu tahu kelemahan seorang Figo.
Figo pergi meninggalkan mereka berdua lebih dulu. Dia tidak bisa membantah ucapan Delvis. Namun, rada ingin tahunya juga sama besarnya.
"Bang," tegur Dewan. setidaknya, dia tidak dipihak yang salah. Dia yang membantu Zalfa, bukan sombong. Tapi hanya mengingatkan.
"Zalfa gak apa-apa. Imunnya saja yang turun." Delvis menarik satu bangku untuk duduk, sejak kapan tempat ini begitu menarik untuk istirahat sejenak.
sementara Dewan, lelaki itu duduk di pinggiran.
"Kayaknya, emang gue harus segera berhenti."
"Kamu itu tidak jelas Dewan. Hari ini, kamu begitu mencintai Zalfa, tapi esok, Kamu akan berubah jadi lelaki yang begitu menganggap Zalfa hanya sebagai lelucon."
"Saya sayang sama Zalfa."
"Lebih baik kamu pikirkan baik-baik, sebenarnya. Kamu mencintai Zalfa atau hanya kasihan padanya. Baikmu tidak bisa dikategorikan cinta. Jika kamu masih pamrih ingin dicintai Zalfa juga."
"Bukannya tidak salah, saya manusiawi Bang, Saya berusaha buat Zalfa nyaman sama saya. tentu dengan cara saya sendiri."
"Saya pikir, Kamu sudah mengerti Zalfa, ternyata belum."
"Zalfa itu batu, kamu tidak bisa menggenggamnya supaya bisa hancur."
"Saya ingin dia tahu, bahwa di sini saya yang berjuang untuknya, sampai dia bisa merasakannya sendiri."
"Sampai kapan? kamu dia dan Figo berlari dalam lingkaran yang sama?"
"Mungkin nanti ada waktunya."
"jangan lupa Dewan. kalian akan semakin Tua, dan patah hati tidak bisa diobati hanya dengan satu dua tahun, apalagi dengan hati yang baru."
Dewan mengangguk,Delvis benar. Lelaki itu takut, permainan cinta yang tak kunjung usai ini, akan menyita banyak waktu. sementara hidup harus terus berjalan, sudah terlalu lama mereka bermain, sampai lupa untuk pulang.
Delvis bangkit dan pergi meninggalkan Dewan yang masih ingin berpikir, apakah mungkin yang dilakukannya selama ini adalah hal yang salah.
"Arggg!!" teriak Dewan frustasi. Dia juga tidak tau sampai kapan begini. Cuma Allah yang tau, seberapa kuat Dewan berusaha, sekalipun Zalfa tidak pernah menganggapnya seperti sungguhan.
Sementara itu, setelah meninggalkan adegan bersitegangnya tadi, dia segera menemui Zalfa. Figo merasa beruntung, saat dia datang. Zalfa sedang tertidur. Jadi, Zalfa tidak melihat dirinya babak belur setelah berkelahi dengan Dewan.
Figo menggenggam tangan Zalfa sebelah kiri, tepat dibagian tangan yang sedang diinfus. Figo berharap, dia bisa mentransfer energi agar Zalfa segera pulih.
setelah di rasa cukup. Figo mulai melepaskan tangannya dari jemari tangan Zalfa, seandainya tidak wanita itu tahan.
"Kamu kebangun ya, maaf." Figo panik, dia segera menutup wajahnya dengan kemeja yang menyangkut di bahunya. hanya menyisakan mata dan bagian ke atasnya saja yang tidak dia tutup.
"Aku gak tidur." Figo semakin tidak enak hati, pasalnya dia membisikkan sesuatu pada Zalfa tadi. Artinya Zalfa mendengarnya dengan jelas.
"Lekas sembuh ya," ujar Figo kikuk. Zalfa bukan tidak tau, Dia hanya berpura-pura tidak tau. Dia tidak mungkin mendahului sutradara. perannya saja sudah cukup menguras waktu dan tenaga.
"sakit gak?" tanya Zalfa, dia tau luka-luka di wajah Figo adalah ulah siapa. Dia tidak akan memarahi Dewan, yang ada justru ingin berterima kasih.
"Gak lebih sakit dari apa yang kamu alami." Figo berkata dengan getir.
"Seharusnya, kalau kamu tau. kenapa tinggalin aku gitu aja?"
pertanyaan ini, sudah ditahan oleh Zalfa sejak pertama kali bertemu Figo, setelah sekian lama tidak bertemu.
pertanyaan ini, yang selalu Zalfa pikirkan jawabannya, hingga dia merasa bahwa dirinya tidak pantas dicintai siapapun setelahnya. pertanyaan ini pula, yang seharusnya bukan hari ini ditanyakan ya pada Figo. tapi, semua terasa mengalir begitu saja, mungkin memang tidak banyak waktu lagi. dia juga sudah lelah bermain, dia ingin menikmati hidup, sekalipun tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.
Mendengar ucapan Zalfa, Dewan yang hendak masuk ke ruangan tersebut, mengurungkan niatnya, dia ingin mendengarkan jawaban Figo. Dia ingin tahu, sebenarnya selama ini apa yang sudah dilewatkannya. apa ini ada kaitannya dengan sikap Zalfa selama ini.
Haii semuanya, salam kenal dari aku yaa... semoga kalian suka sama ceritaku ini :)