webnovel

Part 4

"Donny, apa kamu sudah mencari informasi dan lokasi terakhir anak saya?" ujar seseorang dibalik kursi yang berhadap ke belakang.

"Kami sedang berusaha untuk menggali informasi dan mencari lokasi terakhir anak bapak yang hilang," kata Donny.

"Lakukan secepatnya!! Kalau bisa arahkan anak buah kamu untuk mencari ke seluruh penjuru!" perintah orang itu.

"Baik pak, akan saya suruh."

"Ethan tunggu Papa ya nak," batin orang itu.

***

"Jangan tinggalin aku sendirian disini," ujar seseorang anak yang tergeletak ditanah yang becek akibat hujan.

"Kumohon jangan tinggalin aku, bawa aku ikut bersama kalian." Anak itu menarik kecil celana orang yang berdiri disebelah-nya dengan badan yang tergeletak dan memohon untuk ikut.

"Mimpi kamu? Kamu udah melukai seseorang yang buat saya berharga buat saya, sekarang saya harus membawa anda bersama saya? Jangan berharap kamu, kamu it-,"

Suara alaram ponsel Vino berbunyi lumayan keras, sehingga membuat Vino terbangun dan langsung memanjangkan tangannya untuk mematikan suara alaram yang daritadi berbunyi. Vino melemparkan selimutnya dan melihat kearah jendela yang sudah terang dan bunyi suara burung-burung yang bertengker di rating pohon.

"Mimpi aneh itu lagi? Aneh ini udah kedua kalinya mimpi ini," ujarnya sambil memikirkan mimpi itu, "Apa memang mimpi itu kejadian yang berulang-ulang?" lanjutnya sambil mengangkat salah satu tangannya.

"VINO, BANGUN SEKOLAH!!" teriak Ranger yang sudah menggemparkan seisi rumah.

"Ya aelah, mulutnya udah kayak mak-mak komplek aja." Vino mengacak-acak rambutnya.

1 message unread from Kesayangan :

"Semangat belajarnya kucing imut kesayangan Kakak. Kakak disini juga rindu sama kucing kesayangan Kakak, apalagi kembaran Kakak. Dia udah ngerengek mau main PS sama kamu."

***

Dulunya meja makan ini dipenuhi dengan suara yang berisik dan suara yang sudah mengatur semuanya untuk makan bersama di pagi hari, tetapi sekarang semua yang gue lihat dari meja makan ini adalah spot yang horor untuk gue singgahi. Apalagi di acara pertemuan keluarga besar.

"Vino, kamu nggak makan? Itu daritadi rotinya cuman kamu pegang-pegang aja," raut muka nyokap yang sedih itu membuat gue sebenarnya lumayan tertekan.

"AAHH!! Iya Vino makan ma," gue memakan roti dan juga meminum segelas yang berisi susu putih walaupun gue kurang suka sama susu putih ini, rasanya hambar. "Oh ya ma, soal cafe …Vino mau jadi owner baru disana."

Ranger dan Ken yang daritadi anteng meminum susu, seketika tersedak ketika gue berbicara tentang cafe. Mereka menatap gue dan mulai menatap satu sama lain, seakan-akan mereka masih tertidur dan bermimpi buruk. Mereka sama sekali belum mempercayai tentang perkataan gue barusan dan saling memberikan kode satu sama lain dengan tatapan mata.

Berbeda dengan ekspresi nyokap, ekspresi nyokap yang gue dapat adalah syok sampai-sampai menjatuhkan pisau makan yang ia pegang. Tapi di satu sisi yang lain gue merasa nyokap senang dan terharu, ketika gue berbicara soal cafe. Gue emang belum yakin untuk jadi owner seutuhnya, tapi gue pengen liat nyokap senyum.

"Kamu serius mau jadi owner cafe?" tanya nyokap dengan tangan yang bergetar, yang masih belum yakin dengan perkataan gue.

"Sebenarnya Vino juga belum yakin mah.. cuman kalau mama mau cari owner baru mau sampai kapan? Lagian Vino juga dapat amanah dari kakek mah, Vino harus bisa jaga cafe kakek. Kakek udah percayain cafe ke Vino," perjelas gue.

"Kalau emang lo nggak tulus bantuin, mending nggak usah," dercak Ranger.

"Siapa yang bilang kalau gue tulus bantu?"

"Udah ah, kalian pagi-pagi aja udah ribut," ujar Ken.

"Yang mulai bukan gue. Udah ah, gue udah nggak ada mood makan." Gue pergi ninggalin meja makan dan beranjak pergi ke ruang tamu.

Nyokap tersenyum kearah gue. "Yaudah, kalau emang Vino mau.. nanti mama akan ngomong sama Papa. Oh iya kalian semua, ada yang bisa jemput Nathan nanti?" tanya nyokap.

"Ken nggak bisa ma. Ken mau ke sekolah lama, mau ambil buku yang ketinggalan di loker kelas," ucap Ken dengan lancer dan juga cepat.

"Ranger pulang jam 5 Ma. Ranger kan mau belajar, apalagi Ranger udah ketinggalan pelajaran di sekolah baru," alasan Ranger yang sebenarnya nggak ingin ketemu dengan Nathan.

"Vino aja ma," ujar gue di ruang tamu. "lagian jadwal Vino juga nggak terlalu padat, jadi Vino aja yang jemput."

Bukan karena jadwal gue yang nggak banyak, sebenarnya jadwal gue juga lumayan banyak.. kalau di bisa dibilang, waktu gue yang 24 jam juga nggak cukup untuk gue. Tapi emang gue bertahan dari semua ini, karena kakek gue pernah bilang sama gue kalau, "Kalau kamu mau suskes untuk masa depan, jangan pernah mengeluh sedetik pun atau sampai kapan pun."

"Gpp Vin? Maafin mama ya, selalu bikin kamu repot terus. Nanti mama kasih tau alamat penitipan Nathan ya," kata nyokap sambil natap gue dengan penuh haru.

Gue hanya bisa mengangguk iya, kemudian bangkit dari sofa dan berjalan ke arah luar teras untuk memakai sepatu dan juga kaos kaki. Sementara Ranger dan Ken masih asik mengobrol dengan nyokap. Gue? Nguping dari luar apa yang mereka bicarain.

"Tumben mama nggak bisa jemput. Emang kenapa ma?" tanya Ken dengan kepala miringnya.

"Iya, mama ada arisan sore ini sama temen mama. Jadi mama juga nggak masak, kalian makan diluar aja ya," ujar nyokap sambal membersihkan meja makan.

"Terus Nathan gimana ma?" tanya Ken.

"Urusan Nathan gue aja yang ngatur, toh Nathan pulang sama gue," teriak gue dari teras.

Ranger dan Ken menghela nafas dengan panjang dan nyokap hanya tetawa kecil.

"Yaudah ma, hati-hati arisannya. Nanti kalau ada apa-apa, telephone kita aja ma. Ranger sama Ken pamit ya ma, dadah!!" Ranger dan Ken melambaikan tangannya keatas, sedangkan gue hanya melihat langit diteras dan tidak menoleh ke belakang sedikitpun untuk pamitan dengan nyokap.

"K-kalau gitu, kalian belajar yang benar ya."

Gue tau pasti nyokap sedih sama gue, tapi entah kenapa badan dan juga otak gue nggak bisa kerja sama di pagi hari ini. Gue mencoba untuk menoleh kebelakang sebentar dan memberikan senyuman untuk nyokap agar tidak sedih, walau gue tau nyokap nggak ngeliat senyuman gue.

Gue masih belum ngerti apa itu keluarga. Sebenarnya apa itu definisi keluarga buat gue? Apa arti keluarga untuk manusia? Kenapa juga manusia harus memiliki keluarga? Keluarga yang selama ini gue pengen lindungin, hancur seketika. Bagaikan tembok kaca yang selama ini gue bangun dengan kokoh dihadapan gue, hancur begitu saja tanpa meninggalkan pecahan ataupun beling disekelilingi-nya. Sebenarnya apa yang gue harapkan dari keluarga ini? Apa yang gue harapkan dari keluarga asing ini?

***

"Lo belajar yang bener. Jangan sampai kita pindah sekolah cuman gara-gara lo yang nggak belajar dengan benar," ujar Ranger.

"Berisik lo," kata Vino.

"Udah lah. Kakak adek jangan berantem terus kerjaannya kenapa!" ucap Ken sambil melemparkan tasnya ke tengah-tengah Vino dan juga Ranger.

"Jangan galak-galak dong, serem tau kalau lo galak kayak gitu." Ranger mengangkat satu kakinya ke atas yang hampir terkena lemparan tas Ken, sekaligus mengejek Ken.

"Ck! Katanya pemberani nggak takut dengan semua hal. Masa di galakin sedikit sama Ken, lo kayak kucing yang mau dimandiin." Vino memberikan senyuman yang merupakan senyuman hinaan ke Ranger.

"Apaan sih lo," ketus Ranger.

"BTW Ken, gue sama kalian bukan kakek adek. Kalian cuman anggap gue orang asing yang masuk ke dalam keluarga kalian… ya gue emang berhutang budi sama keluarga kalian," senyum Vino.

Ranger mengepalkan tangan kirinya, tapi Ranger sadar bahwa emang Vino sama dia bukan saudara kandung, melainkan saudara angkat. Ranger melihat Vino yang dulunya lelaki dihadapan-nya itu masih memanggilnya dengan sebuatan "Kakak" dengan suara yang imut. Tapi waktu memang berjalan dengan cepat, dan tidak bisa dihentikan.

"Iya gue tau, tapi selama lo masih pakai nama keluarga kita. Lo masih kita anggap saudara," kata Ken dengan sabar.

Vino berdecak kesal. "Yaudah buang aja nama keluarga kalian dari gu-,"

"Lo apaan-apaan sih, Ken sama gue udah terima lo jadi adek gue, jadi lo nggak jangan ngomong yang sembarangan. Kalau sampai Papa sama Mama denger omongan lo ini, mereka akan sakit hati Vin." Ranger menarik kerah baju seragam Vino. "Jaga omongan lo," lanjut Ranger membisikan ke telinga Vino.

Santai dong kak, gue bukan ngelunjak tapi gue bicara soal fakta." Vino mengangkat tangan-nya keatas dengan senyuman menyeringai.

"Udah ah. Pusing gue lama-lama sama kalian berdua," sebal Ken dan berjalan dengan cepat meninggalkan Vino dan Ranger.

Mata Vino dan Ranger saling bertemu satu sama lain, tapi Vino membuang muka dari Ranger, dan Ranger hanya menghela nafas setelah Vino membuang muka dari-nya.

"Mau sampai kapan lo tarik kerah baju gue? Lo mau bikin baju seragam gue melar?" tanya Vino sinis.

Ranger melepas tarikannya dan memundurkan dua langkahnya dari Vino, kemudian Vino memperbaiki kerah baju-nya dan menatap sinis Ranger dan meninggalkan Ranger sendirian yang mematung di gerbang sekolah. Ranger yang melihat adiknya pergi meninggalkannya, mengikuti dari belakang dan berdecak kesal.

"Gue berharap lo berubah kayak dulu Vin, lo itu adek gue yang paling gue sayang dan entah kenapa setiap kali gue marah sama lo, dada gue merasa sesak. Mungkin bukan cuman gue aja yang pengen lo berubah Vin, tapi semua orang yang ada di rumah pengen banget lo berubah kayak dulu lagi."

***

Bersambung.