webnovel

Part 3

"Oh, ini anak baru-nya?" tanya bapak kepala sekolah memperlihatkan formulir pendaftaran Ranger, Ken, dan Vino.

"Iya pak," jawab Ranger. "Tapi sebelum itu pak, boleh nggak kita hari ini minta izin nggak ikut kelas dulu?" tanya Ranger.

"Oh iya, Papa kalian udah bilang ke saya kok."

"Begitu ya pak. Makasih kalau begitu." Ranger membungkukan badannya.

"Iya, kalau begitu perkenalkan nama bapak adalah Zen. Saya adalah kepala sekolah di SMA Garuda Bangsa dan sekaligus teman Papa kalian." Pak Zen tersenyum.

"Oh, jadi Bapak teman Papa toh?" tanya Ken dengan penasaran.

"Iya, kalian Ranger, Ken, dan Vino kan?"

"E-eh iya pak."

"Hahahaha, ngomong-ngomong Vino dan Ken kelasnya berbeda ya, soalnya kalau kalian mau cari kelas yang sama udah nggak ada. Apalagi Ranger kan anak kelas 3 nih, nggak ada masalah kan?" tanya Pak Zen dengan tertawa.

"Gpp pak. Terus kelas kita, kelas berapa aja ya pak?" tanya Ranger.

"Kamu." Pak Zen menunjuk ke arah Vino yang daritadi nggak memperhatikannya.

"Kenapa Pak?" tanya Vino sambil melepas salah satu airpod-nya. "Bapak daritadi ngomong apa?" sambung-nya.

"Kamu berani-berani-nya nggak dengerin saya bicara."

"Maaf pak, saya nggak tau kalau bapak lagi ngomong sama saya, habisnya musik-nya lumayan enak loh pak. Makanya kalau bapak mau ngomong sama saya gedein suaranya," ujar Vino dengan raut muka yang santai.

"K-kamu. Baik, Ranger di kelas 3-B, Ken di kelas 2-C dan kamu Vino di kelas 2-D. Paham?! Kalau sudah paham, silahkan keluar dari ruangan saya." Pak Zen menatap sinis ke Vino.

"Bapak kenapa natap saya? Saya ganteng ya pak? Tau kok saya." Vino melihat tatapan sinis yang dikasih oleh Pak Zen.

"Vin.." bisik Ranger dan mencubit kecil dibagian pinggang Vino. "Maaf pak, kalau begitu kita keluar," ujar Ranger sambil senyum palsu dan mata yang terpejam.

***

Ranger mendorong badan gue dengan keras ke tembok, gue menahan rasa sakit yang ada dipunggung gue, mencoba ngeliat raut wajah Ranger yang penuh dengan emosi dan amarah. Sedangkan Ken hanya menatap gue dan menghela nafas panjang.

"Santai aja lah, gue juga nggak bakal ngomong kayak gitu ke Pak Zen." Gue mengambil tas gue yang ada dilantai dan merangkul tas itu di badan gue.

"Vin, selama ini gue sabar sama lo. Lo tau kan, berapa banyak kita pindah sekolah hanya gara-gara lo? Kalau bukan karena lo, gue sama Ken nggak akan pindah sekolah," tangan Ranger mengepal untuk siap-siap menyerang.

"Dengerin gue ya, gue juga nggak mau pindah sekolah. Ini semua kemauan Papa, jadi kalau emang lo mau marah, marah aja. Tapi jangan sama gue, marah sama Papa." Gue bangkit dan jalan.

Ranger menarik tangan gue dengan kuat sehingga gue kembali lagi dihadapan Ranger. Tanpa basa-basi kepalan tangan Ranger mendarat di bibir gue bagian samping sampai-sampai membuat bibir gue berdarah. Ken yang ingin melerai perkelahian antara gue dan Ranger, langsung gue tatap dengan tatapan tajam.

"Lo kalau mau ngelampiasin amarah lo ke gue, silahkan." Gue memegang bibir gue yang ditonjok. "Asal lo tau ya, gue nggak butuh kasih sayang kalian ke gue, gue bukan orang yang haus di kasihan, dan asal lo tau juga ya, gue juga nggak minta Papa mindahin kita ke sekolah yang baru," sambung gue dengan emosi.

"L-lo nggak tau rasa terima kasih ya? Kalau bukan karena keluarga gue yang mau nerima lo sebagai anak dari keluarga Lee, mungkin sekarang lo udah mati Vin." Ranger yang sadar dari perkataannya barusan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"M-maksud lo?" gue membulatkan kedua mata gue.

"Eeh Vin, tangan lo gpp tuh? Udah ya, gue pinjam Ranger-nya dulu ya. Perkataan Ranger tadi nggak usah dibawa ke hati," ujar Ken untuk menghindari omongan Ranger dan menarik Ranger jauh dari Vino.

Gue masih berdiri ditempat itu, kaki gue lemas nggak bisa di gerakin sedikit pun. Kayak orang yang bertemu macan dihadapan-nya. Semenjak gue kecil, gue nggak ingat apa-apa, memori gue seakan-akan hilang dari pikiran gue. Gue nggak tau apa-apa tentang diri gue sendiri.

"Mama!! Gue yakin mama tau soal ini," gumam gue.

***

"Lo apaan-apaan sih? Lo sadar nggak sih, kalau lo tuh udah buka luka lama Vino lagi," ujar Ken dengan marah.

"Iya, iya gue minta maaf. Gue sadar kok tadi emosi, makanya nggak sengaja keceplosan." Ranger menoleh kearah Ken yang duduk disamping Ranger.

"Ya seharusnya lo bisa kontrol emosi lo. Sekarang udah kayak gini mau gimana lagi? Vino jadi tau kan kalau dia bukan bagian dari keluarga Lee," kata Ken emosi.

Ranger bungkam setelah mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Ken.

"Gue nggak tau, mau nggak mau gue harus bisa bicara sama Papa dan mama," ucap Ranger dengan penuh penekanan. "Dan udah seharusnya Vino tau jati dirinya sekarang," sambung nya.

"Terserah lo deh, gue nggak mau ikut-ikutan soal ini."

Ken meninggalkan Ranger sendirian di bangku dekat koridor anak kelas satu. Banyak pasangan mata yang melihat mereka daritadi berbincang, tetapi untuk tidak mendengarnya. Ranger merasa bersalah dengan omongan yang dilontarkan ke Vino, tapi cepat atau lambat Vino pasti bakal tau siapa orang tua aslinya dan saudara kandung yang sebenarnya.

Tak lama setelah Ken meninggalkan Ranger sendirian disini, Vino nyamperin Ranger dan bersandar di pundak Ranger. Ranger ngeliat Vino yang sudah bersandar di pundaknya dengan memakai jaket yang berwarna hitam dan topi jaket yang sudah ia naikan. Satu sisi Ranger nerasa kesal sama Vino dan satu sisi lainnya Ranger merasa bersalah.

"Lo sebenarnya siapa sih Vin? Kenapa disaat gue mau marah sama lo, hati gue ikut sakit?" batin Ranger.

"Maaf." Vino muncul secara tiba-tiba di hadapan Ranger dan mengeluarkan kata pertamanya pada Ranger. "Maaf, gue udah buat kalaian susah selama ini," lanjutnya sambil menahan tangisan.

"Ngapain lo yang minta maaf? Seharusnya gue yang minta maaf sama lo." Ranger mengelus kepala Vino.

"Gue bukan kucing," ujar Vino dengan muka datar.

"Hahaha, abisnya lo imut gitu sih."

"Hmmm, gue masih kepikiran soal yang tadi. Apa mungkin gue bukan keluarga Lee?" tanya Vino penasaran. "Kalau emang gue bukan dari keluarga ini, kenapa kalian nggak pernah cerita sama gue?"

Ranger mematung mendengar perkataan yang tiba-tiba dilontarkan oleh sang adiknya. "Vin, yang tadi lo lupain aja ya, anggap aja lo nggak pernah denger itu. Gue tadi emosi, makanya gue enggak sengaja ngomong kayak gitu ke lo."

Ranger ngeliat Vino dengan tatapan kosong seolah-olah Vino tidak yakin dengan perkataan Ranger, ditambah lagi dengan pipi yang sudah dibahasi oleh air mata dan lembab di bibir yang masih baru. Sesaat Vino tersenyum kearah Ranger, tapi Ranger nggak ngerti apa maksud dengan senyuman yang membekas di wajah Vino.

"Tangan lo gpp tuh?" tanya Ranger yang memperhatikan tangan Vino daritadi.

"Gpp," jawab Vino dengan singkat.

"Yaudah kalau emang gpp, yuk kita pulang," ajak Ranger sambil menarik lengan Vino.

***

"Apa mungkin gue bukan dari keluarga ini?" tanya gue menatap langit malam kota Jakarta. "Tapi kenapa Mama sama Papa nyembunyiin ini semua dari gue?" gue menghela nafas panjang.

"Vino waktu-nya makan malam,"teriak Ranger dari lantai bawah yang membuat gue tersadar.

Gue turun dari jendela kamar dan melihat foto kakek dan gue yang berusia lima tahun di foto itu, gue tersenyum sekaligus merasa kecewa dengan semua-nya. Gue ke kamar mandi untuk mencuci muka dan bergegas ke meja makan untuk makan malam bersama.

"BTW, Vin tangan lo kenapa?" tanya Ken.

"Oh, gpp kok."

"Beneran Vin, sini coba mama liat tangan kamu," ujar nyokap sambil memegang tangan gue.

Gue memukul kecil tangan mama. "Gak usah ma, Ino baik-baik aja. Jangan perlakukan Ino sebagai anak kecil," ujar gue mengambil piring dan nasi.

"Kalau tangan kamu gpp, terus kenapa tangan kamu memar begitu? Terus bibir kamu kenapa lembab?" tanya nyokap dengan khawatir.

"Cukup Ma, Ino bilang sekali lagi dan terakhir kali, Ino gpp."

"Kamu marah sama Mama?"

"Ngapain Ino harus marah sama orang yang nggak buat salah sama Vino? Emang mama ada salah sama Ino?" gue ngelirik kearah mama.

"Hahaha, enggak kok mama cuman nanya aja," ujar nyokap dengan tertawa kecil.

"Iya Mama nggak pernah buat salah sama Ino, tapi mama nyembunyiin identitas Ino yang sebenarnya." Gue bergumam.

"Lo lagi ngomong sesuatu?" Ranger ngeliat gerakan bibir gue.

"Enggak ada."

"Udah udah, yuk makan."

Gue mengambil lauk yang ada di meja makan dan menuangkan air di gelas kaca dekat gue. Gue ngelirik nyokap dengan mata yang sembunyi-sembunyi. Dari awal gue penasaran kenapa mama nyembunyiin identitas gue, dan kenapa di album foto gue nggak ada muka gue waktu bayi? Semua itu menjadi sebuah pertanyaan yang ada di otak gue sekarang.

"Kamu baru pertama kali makan dimeja makan saat kejadian kakek, biasanya kamu makan di ruang tengah atau nggak di kamar." Nyokap tersenyum kearah gue.

Gue bisa ngerasain senyuman manis yang dipancarkan sama nyokap, tapi gue ngerasa senyuman itu senyuman orang asing. Gue bisa ngerasain pelukan hangat yang nyokap kasih, tapi gue nggak ngerasa punya ikatan batin sama nyokap, gue juga nggak bisa ngerasain pelukan yang nyaman dari nyokap.

"Iya ma, lagi pengen aja makan di sini." jawab gue dengan dingin.

"Mama harap kamu kayak gini terus ya anak mama," kata nyokap dengan lembut dan diiringi senyuman yang masih berbekas di wajahnya daritadi.

Gue hanya bisa membalas senyuman dari nyokap dan memikirkan kata-kata yang barusan nyokap lontarkan, seketika gue tersenyum miring. "Mau sampai kapan mama sandiwara didepan Ino? Apa mama nggak capek main drama sama Ino? Kapan mama mau ngatain yang sejujurnya sama Ino? Apa susah untuk ungkapin kebenaran semua itu ma?" batin gue dengan meletakan sendok di piring bekas gue.

Kenapa gue ditakdirkan untuk berpisah dengan orang tua asli gue? Apa gue buat salah sama mereka, sampai-sampai gue harus dibuang ke keluarga yang bahkan saking bodohnya gue menganggap mereka sebagai keluarga gue sendiri. Apa mereka nggak mencari gue? Apa mereka khawatir sama anak darah daging mereka sendiri?

***

Bersambung.

hai semuanya, saya Rain penulis dari cerita TMTYLM ini. Saya terpaksa harus hiatus untuk sementara waktu dikarenakan saya sudah memulai ujian (semangat ujian untuk kalian yang sedang melakukan ujian) dan juga ada beberapa masalah yang menyebabkan saya untuk hiatus. Saya akan kembali setelah waktu yang di tentukan.. jangan lupa untuk membaca buku ini dan menambahkan buku ini sebagai favorit anda, jangan lupa untuk berkunjung instagram penulis. IG penulis : @rf_flames.

Rain_Flamescreators' thoughts